Mohon tunggu...
Febriani Eka Puteri
Febriani Eka Puteri Mohon Tunggu... -

An Interior Designer, Unpredictable person, Master degree candidate. Interested in traveling, psychology, education, social.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perspektif Lain Kemacetan - Solusi Transportasi

2 Juni 2016   00:34 Diperbarui: 2 Juni 2016   00:40 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Macet jaman sekarang karena : kendaraannya kebayakan, jalannya tetep.

Kenapa bisa gitu? kalo diperhatikan dan ditelaah, karena:

1. dp motor sangat terjangkau dan cicilan panjang

2. aturan tentang cicilan yang terjangkau

3. kurang adanya batasan jumlah kendaraan impor

4. transportasi umum

*poin2 awal dari hasil pengamatan bbrp tahun kebelakang-sekarang (2008-2014)

Banyak orang yang bilang:

1. trasnportasi umumnya benerin, perbaiki, bagusin, tambahin, murahin dooong jd penguna kendaraan pribadi menurun. 

setelah dipiir, muncul masalah baru: yakin kalo transportasi umum sudah beres, banyak, bagus dan efisien, orang2 kapitalis *80% nya akan mau meninggalkan "kenyamanan", "kebebsan waktu" dan "keamanan" mereka dan beralih ke angkutan umum secara berkelanjutan?

keuntungan naik transportasi umum:

- murah

- mengurangi macet

kekurangannya utamanya:

- tidak bebas secara waktu ( ada jam oprasi nya)

- kurang aman (jika pulang malem)

- privasi

2. ada pula yang bilang "makanya mobil dibawah tahun 90 diilangin atau dengan kata lain peremajaan"

masalahnya: kasian orang2 menegah kebawah yang benar2 butuh mobil (seperti keluarga yg rumah - kantor dan skolah anaknya jauh, jd pergi brg pulang brg) tp gak pny uang buat beli mobil baru diatas taun 90. Dan orang2 kaya bisa tetep bebas beli mobil2 baru doong (1 buat ayah, 1 buat ibu pergi2, 1 buat kaka kuliah, 1 buat adik sekolah).

3. Pajak dinaikin

Ini sih kasian orang pas-pasan (menengah kebawah dan menengah) yang butuh kendaraan dan orang2 kaya mah tetap tidak jadi masalah.

Sempat mikir solusinya, gimana kalo

1. Adanya aturan pembatasan kepemilikan dan penggunaan kendaraan beroda pada setiap keluarga,

misal keluarga beranggotakan < 4 org, hanya boleh memiliki 1 mobil, 1 motor. keluarga 4-6 orang boleh memiliki 1 mobil, 2 motor, dan keluarga > 8 orang boleh memiliki 2 mobil, 2 motor, dengan catatan 80% persen dari anggota kelurga tersebut masuk dalam usia produktif. Dan ada data kependudukan yang jelas, rapi, teratur, berlaku nasional, dan ada "tanda" nya serta ada aturan yang sangat tegas. jd kalau mau beli mobil harus nyerahin kartu keluarga, jd kartu keluarganya di tandain secara terpusat jd ketauan saat dia melanggar aturan kepemilikan batas jumlah kendaraan (nah kalo ini orang-orang catatan sipil nya juga harus jujur, tidak ada cerita identitas ganda).

Sistemnya, ada data secara online lewat bukti nyata beruba kartu misalnya. tapi bukan hanya kartu pengenal, melainkan ada chip yang terhubung dengan data nasional yang tidak dapat di ganggu gugat. Jadi tidak bisa bohong. kartu ini digunakan sebagai data kepemilikan kendaraan pribadi, dimana dalam proses pembelian suatu kendaraan baru ditambahkan syarat dalam sistemnya dengan menyerahkan kartu ini sebagai "ijin" kendaraan itu disetujui untuk dibeli oleh seseorang itu, di lihat dari jumlah kendaraan yang dimilikinya. Lain lagi kasus jika seseorang membeli untuk koleksi, ada aturan lain yang mngatur dinamikanya agar tetap seimbang.

2. Adanya aturan yang tegas tentang masuknya kendaraan2 impor.

selain mengurangi kepdatan kendaraan juga bisa memberi ruang anak2 negeri untuk menciptakan inovasi-inovasi baru dalam transportasi yang bisa membangun kemandirian bangsa.

3. Tingkatkan syarat dan aturan dalam pembelian dan menyicil 

---------------

Kemacetan hanya sebuah dampak dari sesuatu.

Kendaraan pun hanya sebuah objek.

Merubah dan mengatur sistem seperti main puzzle yang perlu diselesaikan tanpa membuang dan menambahkan sesuatu, pilihan baik dan bijak dalam penangulangannya.

Menambahkan dan mengurangi belum tentu bijak secara holistik.

mengatur dan mengontrol keseimbangan dengan pemberdayaan yang sudah ada terasa lebih bijak bagi orang-orang terdahulu (kenek metromini sejenisnya maksudnya. karena kalau ada trasnportasi massal baru, pekerjaan bagi mereka apa? mereka cari nafkah dimana? perlu dipikirkan juga kan), untuk orang - orang saat ini (kita), dan untuk masa depan (anak keturunan). 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun