Ketika melewati jalanan Laswi Kota Bandung, kemungkinan Anda akan menemui sebuah bangunan unik berwarna-warni yang nampak mencolok. Tepatnya berlokasi di Jalan Laswi no. 7, bangunan ini dikenal dengan nama Bandung Creative Hub (BCH).Â
Lantas, untuk apa tempat ini didirikan? Sebelumnya mari kita telusuri ke tahun 2015 silam, di saat UNESCO menetapkan Kota Bandung sebagai salah satu dari Creative Cities Network sebagai pilot project tingkat Asia Pasifik.Â
Dengan kata lain, Bandung telah diakui dunia sebagai kota kreatif. Demi mengukuhkan posisi tersebut, pemerintah harus mengambil beberapa rencana dan usaha dalam perkembangan sektor kreatifnya, mengingat terdapat beberapa ketentuan bagi sebuah kota untuk mendapatkan title kota kreatif.Â
Salah satunya adalah ketersediaan insfrastruktur pendukung dalam bentuk ruang kreatif yang bisa mengakomodir aktivitas kreatif. Untuk alasan itulah, BCH didirikan. Didesain oleh arsitek sekaligus Walikota Bandung yang menjabat pada saat itu, yakni Ridwan Kamil, BCH diresmikan pada tanggal 28 Desember 2017 dengan total biaya pembangunan mencapai 40 Miliar Rupiah.
Bukan hanya sekedar icon, berdirinya BCH juga sebagai pendukung sektor industri kreatif yang tengah berkembang pesat. Sektor ini telah menyumbang hampir 11% kepada Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung.Â
Maka tak heran bila pembangunan ruang publik kreatif banyak direalisasikan pada masa pemerintahan Ridwan Kamil. Bandung Creative Hub memiliki fasilitas yang dapat menunjang industri kreatif seperti studio musik, studio foto, studio animasi dan multimedia, hingga auditorium.Â
Setelah diresmikan, BCH terbuka untuk umum, terutama bagi para komunitas kreatif yang ingin menggunakan fasilitas di sana. Syaratnya pun terbilang cukup mudah, Anda hanya perlu mengajukan surat izin pada pihak manajemen yang kontaknya bisa dilihat melalui laman Instagram resmi mereka. Jika pengajuan diterima, Anda bisa menggunakan fasilitas yang diinginkan tanpa dipungut biaya alias gratis.
Melalui wawancara dengan pihak manajemen, yakni Bapak Tri Lajuardi selaku Pengelola Keuangan dan Bapak Edo selaku Koordinator Kepemilikan Barang pada tanggal 24 Mei 2023, diketahui bahwa tujuan dari dibentuknya Bandung Creative Hub yakni sebagai fasilitas penunjang ekonomi kreatif, pergerakkan komunitas di Bandung dan sebagai gedung kesenian modern, utamanya untuk mendukung 17 subsektor ekonomi kreatif yang ditetapkan di Indonesia, yakni pengembangan permainan, arsitektur, desain interior, musik, seni rupa, desain produk, fesyen, kuliner, film, animasi dan video, fotografi, desain komunikasi visual, televisi dan radio, kriya, periklanan, seni pertunjukan, penerbitan, dan yang terakhir adalah aplikasi.Â
Dikatakan gedung kesenian modern, karena banyak orang awam yang beranggapan bahwa Bandung Creative Hub adalah gedung ekonomi bagi orang-orang yang kreatif, padahal tempat ini diperuntukkan bagi seni-seni modern seperti yang sudah disebutkan dalam 17 subsektor ekonomi kreatif tadi. Gedung ini terbuka bagi publik yang ingin memanfaatkan berbagai fasilitas di dalamnya tanpa dipungut biaya.
"Bandung Creative Hub itu gedung kesenian modern, berbeda dengan gedung serba guna. Tidak semua acara bisa diselenggarakan di sini. Sebagai contoh, komunitas gowes ingin mengadakan halal bi halal atau seperti acara pelantikan, itu tidak bisa di sini. Kecuali misalkan komunitas gowes ingin melakukan pameran foto dari kegiatan mereka. Itu baru bisa diselenggarakan di sini," tutur Pak Edo.
Tak banyak yang tahu bahwa Bandung Creative Hub dan Padepokan Seni Mayang Sunda yang berlokasi di Jl. Peta no. 209, Bandung dikelola oleh manajemen yang sama. Bila Bandung Creative Hub diperuntukan bagi seni modern, Padepokan Seni Mayang Sunda ditujukan bagi kesenian tradisional, di mana berbagai pementasan seni khas tanah air ditampilkan di sana. Sama halnya seperti fasilitas di Bandung Creative Hub, tidak ada biaya tertentu untuk dapat menggunakan fasilitas di Padepokan Mayang Sunda.Â
Sejatinya ruang publik ini dikelola dan murni dibiayai pemerintah melalui APBD Kota Bandung. Terdapat sekitar 17 pegawai yang bekerja di sana, dengan komposisi 8 orang ASN (Aparatur Sipil Negara) dan 9 orang non ASN. Menurut Bapak Tri, yang membedakan Bandung Creative Hub dengan ruang publik lain di Kota Bandung adalah fasilitas yang dimiliki, seperti studio musik, studio tari, studio film, dll. Berbagai macam kegiatan komunitas kreatif yang tergolong ke dalam 17 subsektor ekonomi kreatif didukung di sini. Terlebih lagi, setiap sudut di gedung Bandung Creative Hub dilengkapi dengan fasilitas wifi yang cukup mumpuni.
Bukan hanya dengan pihak pengelola, wawancara juga dilakukan dengan pengunjung di sana, yakni Muhammad Ilham. Alasan mengapa mahasiswa UNIKOM itu sering berkunjung tempat dengan desain unik ini adalah ambience-nya yang nyaman. Suasana dan desain ruang di sana mendukung untuk fokus serta pencarian ide. Ditambah lagi dengan fasilitas stop kontak di setiap meja dengan koneksi wifi, membuat para mahasiswa gemar untuk mengerjakan tugas di sana. Bagi Ilham, faktor utama mengapa bangunan yang diresmikan tahun 2017 itu tidak pernah sepi pengunjung adalah tidak ada pungutan biaya dalam menggunakan fasilitas yang ada alias gratis.Â
Menurut Ilham, jarang ada ruang publik di Bandung yang gratis namun memiliki fasilitas  lengkap dan tempat yang nyaman. Kebanyakan ruang publik yang ada di Bandung seperti taman-taman, kini sudah tidak terawat dan sebersih seperti pertama kali tempat tersebut di bangun. Enam tahun berdiri, gedung Bandung Creative Hub masih terpelihara dengan baik. Bila ada yang melanggar tata tertib yang berlaku, maka teguran langsung akan disampaikan oleh pihak keamanan.
Sebuah ruang publik yang dikelola pemerintah haruslah dapat diakses oleh berbagai lapisan masyarakat tanpa adanya biaya tambahan yang harus dikeluarkan, berbeda halnya dengan ruang publik yang dikelola oleh swasta di mana biasanya berbayar (di Kota Bandung, salah satu contoh ruang publik swasta adalah Kiara Artha Park), dan BCH sudah memenuhi prasyarat tersebut. Diungkapkan oleh Bapak Tri dan Edo, tidak boleh ada transaksi jual-beli berlangsung di Bandung Creative Hub. Seperti contohnya, perihal ticketing. Bila ada komunitas yang ingin mengadakan acara dan menerapkan sistem pembelian tiket, proses jual-belinya tidak boleh dilakukan di Bandung Creative Hub. Disarankan pengelola acara menerapkan sistem online ticketing sebelum hari-H pelaksanaan. Atau misalkan kegiatan bazar, karena adanya transaksi jual-beli, maka kegiatan tersebut tidak boleh dilakukan. Terdapat kriteria-kriteria tertentu untuk bisa menggunakan fasilitas milik Bandung Creative Hub yang akan disaring oleh pihak manajemen.
Melalui hasil wawancara dan observasi, dapat disimpulkan bahwa ruang publik Bandung Creative Hub, dikelola dengan sangat baik walaupun harus berbagi manajemen dengan Padepokan Seni Mayang Sunda. Selain beragam fasilitas yang dimiliki, salah satu kelebihan ruang publik ini dibandingkan dengan yang lain adalah pengelolaan sosial media yang menarik dan terus up to date. Terdapat beberapa konten edukasi yang dikemas dengan cara kekinian sehingga audiens tidak bosan dan tertarik untuk menyimak. Akan tetapi, bila tidak ada event yang diselenggarakan, orang-orang yang datang ke sana terlihat lebih individualistik dan enggan berinteraksi satu sama lain.
Pemanfaatan Fasilitas Wifi dan Meja dengan Akses Daya Listrik
Sumber: dokumentasi pribadi
(Ditulis oleh: Bidi Ashri Meidini, Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Komunikasi, Telkom University)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H