Kalau kata Upin dan Ipin bulan dimana makan ayam goreng tiap hari, sedapnya.
Padatnya aktivitasku membuat waktu terasa begitu cepat.  Rasanya  kemarin tahun baru, tetapi tak disangka sudah memasuki hampir pertengahan tahun 2021. Namun kali ini, cepatnya hari berlalu membuatku bahagia  karena  sudah semua orang diseluruh dunia menantikannya, ya bulan Ramadhan. Meskipun masih adanya pandemi Covid-19, bulan Ramadhan tahun ini berbeda dengan sebelumnya. Adanya adaptasi kebiasaan baru membuat suasananya jauh lebih berseri.
Euporia bulan Ramadhan dapat kita lihat dimasjid, pinggir jalan, dan tempat-tempat lainnya dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. Tulisan dispanduk dan billboard "Marhaban Ya Ramadhan" menghiasi sudut kota, mall, hotel, dan tempat keramaian lainnya. Tidak kalah menarik, tradisi berjualan/ bagi-bagi takjil menjelang berbuka puasa juga semakin banyak kita jumpai. Khususnya kolak pisang sebagai pelengkap untuk berbuka yang sudah menjadi identik masyarakat Indonesia. Makanan manis sampai dengan asin disajikan ketika berbuka puasa.
Aku bersyukur dan bahagia melihat masyarakat mulai berapi-api kembali menyambut bulan Ramadhan. Sebab tahun lalu hening akibat PSBB dan anjuran untuk di rumah saja. Dibalik kelimpahan bulan Ramadhan, aku diingat kembali mengenai esensi rumah sebagai tempatku untuk jatuh hati. Harta karun yang tidak dapat digantikan oleh tempat apapun. Rumah menyadarkanku bahwa keluarga sebagai kekuatan dan rasa syukur. Kebersamaan saat sahur dan berbuka puasa bersama, pelaksanaan tarawih di masjid, dan bertemu orang-orang baru yang melakukan salat juga.
Kegembiraan, kelimpahan, keramaian, dan kebaikan tidak cukup menggambarkan bulan Ramadhan karena banyaknya hal baik yang kita rasakan. Bulan Ramadhan ibarat surga bagi umat Muslim dan waktu untuk menyucikan hati. Ada tradisi unik yang ku lakukan bersama keluarga di setiap bulan Ramadhan. Hari pertama berpuasa biasanya kami mengundang seluruh keluarga besar untuk berkumpul dan bersama-sama menyiapkan bukaan.
Untuk tahun ini, aku bersama saudara-saudara belajar memasak dan menyiapkan makanan Dayok Binatur sebagai menu buka puasa hari pertama. Dayok Binatur merupakan makanan khas adat Simalungun. Biasanya ibu yang memasak namun untuk meneruskan ada istiadat, aku dan saudaraku harus belajar memasaknya. Dayok Binatur terbuat dari daging ayam kampung jantan dengan campuran perasan batang pohon Sikkam. Keluargaku biasanya memasak Dayok Binatur untuk buka puasa hari pertama karena sifat dan prinsip ayam yang pantas diikuti oleh manusia.
Misalnya pada saat mengerami telur, ayam rela menahan diri dan berpuasa untuk mendapatkan tujuannya. Demikian juga dengan kita manusia di bulan Ramadhan dimana kita harus bisa menahan diri pada saat berpuasa dan bersabar hingga waktunya sampai berbuka. Selain itu, setiap subuh pada waktu yang sama ayam selalu berkokok tanpa mengenal hari dan musim. Ini mengingatkan kita akan displin salat 5 waktu tanpa berkeluh kesah mengenai kondisi pribadi.
Setiap potongan pada Dayok Binatur disajikan sesuai dengan susunan ayam yang utuh. Bagian depan ada kepala (ulu), kemudian disangga dengan tulang dada (tuppak). Pada bagian kiri dan kanannya diletakkan pangkal paha (tulan bolon), lalu paha (tulan parnamur), disamping paha diletakkan sayap (habong) yang sejajar dengannya. Kemudian, ceker ayam (kais-kais) dan bagian belakang ada ekor (ihur). Pada bagian tengah ada leher (borgok) yang diikuti urutan kepala (ulu), lalu bagian tubuh ayam yang menghasilkan sel telur (tuahni), dan rempelo (atei-atei atau dekke bagas).
Bagian tubuh ayam yang lengkap ini memiliki makna filosofis yang menggambarkan manusia sebagai makhluk sosial (saling membutuhkan). Selain itu, Dayok Binatur sebagai suatu tanda kehidupan yang teratur, menyatu dan harmonis yang saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Â Ketika makanan Dayok Binatur sudah selesai disiapkan dan jam sudah menunjukkan waktu untuk berbuka, aku dan keluarga besar akan berkumpul dimeja makan. Lalu kami memberikan tangan masing-masing untuk memegang piring yang berisikan ayam dan menyampaikan nasehat serta harapan agar dapat melangsung hal ini di bulan Ramadhan berikutnya.
Mengetahui tradisi keluargaku yang selalu membuat Dayok Binatur dibulan Ramadhan, temanku yang tinggal di Papua sangat ingin mencicipinya. Tetapi mengingat estimasi waktu pengiriman, rasanya tidak memungkin untuk mengirimkan makanan ini. Aku pun berinisiatif untuk memberikan temanku hamper Ramadhan dan mengirimkannya melalui JNE. Berkat JNE, setiap Ramadhan aku dapat berbagi kebahagiaan dan saling bertukar hamper. Aku berharap teman-teman yang membaca tulisan ini dapat mengekspresikan kebahagiaannya di bulan suci dan penuh berkah ini. Selamat menikmati proses berpuasa di bulan Ramadhan dan selalu menebarkan kasih ya!