Mohon tunggu...
Fenny Trisnawati
Fenny Trisnawati Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Manusia cuma bisa usaha, Tuhan yang tentukan.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Hijrah dari Riba: A New Beginning

10 Juli 2021   08:51 Diperbarui: 10 Juli 2021   08:55 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai seorang muslim, pasti menyadari bahwa hidup di dunia ini hanya sementara sehingga segala sesuatunya tidak kekal. Namun seringkali godaan dunia begitu besar, sehingga mampu menyeret keyakinan bahkan menghapus nilai-nilai keagamaan yang telah diyakini, dan menggantinya dengan nilai-nilai keduniawian yang sifatnya fana.

Alkisah, seorang laki-laki muda dengan keluarga kecil yang sempurna, anak-anak yang sehat, istri yang baik mengalami pergolakan dalam batinnya. 

Bekerja di sebuah bank pemerintah, yang menjadi dambaan bagi semua orang menjadi tidak menarik lagi baginya. Walau tidak menduduki jabatan puncak, namun hidupnya tidak kekurangan. 

Ia bahkan telah mampu membeli rumah, mobil, motor, memasukkan anaknya ke sekolah swasta yang bagus di kota tempat tinggalnya. Jaminan kesehatan dari kantor pun ada. Ringkasnya, kehidupan keluarga ini sudah sangat baik.

Ketika awal bekerja, bank tempat dia bekerja memberikan pinjaman lunak kepada karyawan, dia pun ikut serta. Rumah, mobil dan aset lain pun dibelinya dengan bermodalkan pinjaman dari bank tempat dia bekerja. 

Toh, bunganya kecil, dan bagus juga kalau minjam di kantor, nanti tidak gampang untuk dipecat, pikirnya lagi. Semua aset yang dimilikinya diperoleh dengan jalan meminjam di bank tempat dia bekerja. Hari-hari berlalu, dia tetap bekerja seperti biasa, bahkan pernah mendapat penghargaan sebagai pegawai berprestasi. 

Hampir 10 tahun bekerja, dalam kurun waktu tersebut, dia mendapat informasi mengenai kehidupan akhirat, rejeki yang halal, hatinya mulai tergugah. Timbul pertanyaan dalam dirinya, 'apakah yang aku cari sebenarnya dalam hidup ini?'. 

Sebelumnya dia sudah merasakan kejenuhan bekerja, karena target pekerjaan yang tinggi, pergi pagi pulang malam, bahkan ketika akhir bulan harus membuat laporan yang menjadikan ia sampai di rumah hampir tengah malam. Semuanya menjadikan dia tidak punya waktu untuk keluarga sehingga anak-anak dan istri kurang diperhatikan.

Titik balik yang menjadikan tekatnya bulat untuk berhenti adalah ketika briefing dan doa pagi, kegiatan yang memang biasa dilakukan sebelum mulai bekerja di kantornya. Kegiatan yang sama dan doa yang sama. 

Tapi entah mengapa, pagi ini doa itu terasa berbeda. Kebetulan, pagi ini adalah gilirannya untuk membaca doa, doa yang sama dibaca dan ditulis di atas kertas. 

Ketika kalimat 'Ya Allah, berikanlah rejeki yang halal untuk keluarga kami....', dia terdiam, tak terasa matanya berkaca-kaca, tenggorokannya tercekat, lidahnya kelu. 

Rekan kerjanya yang lain mengangkat kepala dan menoleh keheranan. Momen beberapa detik itu sungguh membingungkan bagi rekan kerjanya. Ketika selesai briefing, rekan kerjanya menghampirinya dan bertanya ada masalah apa. Tapi dia tidak bisa menjelaskan karena momen itu hanya dia yang memahami.

Manusia hanya bisa berencana, namun Allah yang punya kuasa. Dan kenikmatan hidup adalah ketika manusia memiliki iman dan kesehatan. Sejak momen doa pagi itu, dia pun mengajukan surat pengunduran diri kepada pimpinan bank tempat dia bekerja. Pergolakan batinnya sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. 

Dia ingin hidup sesuai dengan jalan Islam, hidup yang halal berarti juga mencari rejeki yang halal, sehingga diperoleh keberkahan. Walaupun pilihannya ini mendapat tentangan dari orang tuanya, tapi dia sudah membulatkan tekad, untuk menjauh dari riba. R

umah akan dijualnya untuk membayar hutang-hutangnya yang masih tersisa, demikian juga aset yang lain secara bertahap akan dilepas. Sekarang dia mulai merintis usaha kuliner.

'Semoga berkah dan semangat ya Dek...' kataku.

Terharu juga mendengar cerita perjalanan hijrahnya, tidak menyangka dia akan hijrah secepat ini, mengingat track record-nya mengenai nilai-nilai agama. Dari itu yakinlah, bahwa hidayah itu hanya milik Allah, dan jalan datangnya hidayah bisa bermacam-macam.

Di pagi yang dingin karena hujan tadi malam, adikku berangkat diiringi gerimis pagi yang seolah menguji tekatnya untuk hijrah. 

Terselip rasa iba karena dia harus bersusah payah karena keluar dari zona nyaman dan memulai segala sesuatunya dari nol. Tapi syurga Allah lebih indah, jadi jalani dengan hati gembira, insya Allah berkah.

Lancar rejekimu Dek. Aamiin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun