Mohon tunggu...
Fenny Trisnawati
Fenny Trisnawati Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Manusia cuma bisa usaha, Tuhan yang tentukan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Adakah Kepercayaan terhadap Potret Buram Pendidikan Indonesia?

25 Januari 2020   22:36 Diperbarui: 25 Januari 2020   22:33 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Finlandia erat kaitannya dengan model pendidikan yang berhasil, yang terbukti dari hasil PISA (Program for International Student Assessment) tahun 2000 yang cukup mencengangkan. Hasil yang mencengangkan itu karena Finlandia tidak diperhitungkan sebelumnya akan mampu bersanding dengan negara seperti AS dan Kanada. 

Finlandia merupakan negara agraris yang miskin, dan menyadari sepenuhnya bahwa untuk membentuk negara yang makmur dengan kompetensi ekonomi yang tinggi tidak akan terjadi tanpa kontribusi besar dari sumber daya manusia, terutama pendidikan dan pelatihan (Aho, Pitkanen, dan Sahlberg, 2006).

Mencermati pencapaian suatu negara yang awalnya bukan apa-apa dan kemudian mencuat dengan hasil yang mengagumkan tentu hal yang menarik untuk dilakukan. Sejumlah referensi menyebutkan bahwa kunci keberhasilan pendidikan di Finlandia terutama adalah kualifikasi guru yang tinggi, untuk bisa mengajar seorang guru minimal bergelar master. Sistem pendidikan di Finlandia tidak mengenal ujian, ujian hanya dilakukan pada akhir sekolah menengah yang disebut Ujian Matrikulasi (Sahlberg, 2007).

Apa yang telah dilakukan di Finlandia, bukan berarti bisa langsung diterapkan di negara lain dan memperoleh hasil yang sama baiknya. Malinen, Visnen, & Savolainen  (2012) mengatakan bahwa dengan melakukan praktik yang persis sama dengan yang dilakukan oleh sistem pendidikan di Finlandia bukan berarti akan memberikan respon yang sempurna untuk kebutuhan negara lain.

Satu hal yang menarik mengenai bagaimana sistem pendidikan di Finlandia diterapkan adalah adanya budaya kepercayaan (trust). 

Budaya kepercayaan berarti otoritas pendidikan dan pemimpin politik percaya bahwa guru, kepala sekolah serta orang tua dan komunitasnya tahu bagaimana memberikan pendidikan terbaik untuk anak-anak dan remaja mereka (Sahlberg, 2007). 

Lebih lanjut Sahlberg (2007) menyatakan bahwa budaya kepercayaan hanya dapat berkembang di lingkungan yang dibangun di atas tata kelola yang baik dan korupsi yang nyaris nol.

Menurut data Corruption Perceptions Index 2019, Finlandia menempati peringkat ketiga sebagai negara yang paling bersih dari korupsi, dengan skor selisih satu angka dibandingkan dengan negara Denmark dan New Zealand. Tidak mengherankan bila budaya kepercayaan masyarakat sangat tinggi terhadap pemerintahnya.

Negara Indonesia berdasarkan data Corruption Perceptions Index 2019, menempati peringkat ke-85 dari total 180 negara. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah berusaha menjalankan tugasnya dalam mengungkap kasus-kasus korupsi untuk membentuk pemerintahan yang bersih, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat. 

Namun, sepertinya koruptor tidak gentar, dan tetap menjalankan usahanya untuk memperkaya diri sendiri dan golongannya, sehingga tidak heran bila timbul anggapan di masyarakat, bahwa korupsi sulit diberantas karena sudah menjadi budaya di pemerintah.

Kepercayaan bukan hal yang mudah diraih, butuh kerja keras dan waktu yang lama untuk membangun dan membuktikan, bahwa sesuatu atau seseorang itu memang pantas untuk dipercaya, namun hanya dalam waktu singkat, kepercayaan dapat dihancurkan dengan mudah. 

Kisah penggembala dan hewan serigala dapat menjadi contoh akan mahalnya harga kepercayaan. Sang penggembala bahkan menderita kerugian karena semua dombanya dimakan serigala. 

Kepercayaan masyarakat telah hilang sehingga tidak mau datang membantu ketika penggembala berteriak minta tolong saat kawanan serigala benar-benar datang.

Berbagai kasus yang mencoreng dunia pendidikan akhir-akhir ini mungkin menciderai rasa percaya masyarakat terhadap lembaga pendidikan yang disebut sekolah. 

Pada awal tahun 2020 ini, masyarakat dikejutkan oleh kasus siswi SMP yang bunuh diri dengan cara meloncat dari lantai 4 sekolahnya, sungguh memprihatinkan. 

Belum lagi kasus oknum guru yang meneriaki siswinya perempuan nakal, akibatnya ia dibully di sekolah oleh teman-temannya, dan berujung pada ingin berhenti sekolah, dan masih banyak kasus-kasus lain yang tidak kalah hebohnya.

Adanya kasus-kasus tersebut, menimbulkan tanda tanya, bagaimana sebenarnya sistem pendidikan di Indonesia? Apakah kita sudah melakukan reformasi di bidang pendidikan? 

Apakah sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat diandalkan untuk mencetak generasi penerus bangsa yang berwawasan kebangsaan, cakap dan sekaligus memiliki pengetahuan yang mumpuni? Dan masih banyak lagi pertanyaan seputar pendidikan yang mungkin bisa jadi belum terjawab.

Finlandia memulai reformasi di bidang pendidikan pada tahun 1970, karena mereka menyadari bahwa bila ingin menjadi negara kesejahtraan, maka pembangunan sumber daya manusia adalah hal yang sangat penting. 

Terlepas dari kekurangan yang dimiliki oleh Finlandia, keberhasilannya dalam hal pendidikan dapat menjadi cermin dan bahan pemikiran, negara yang awalnya adalah negara agraris yang miskin dapat merubah nasibnya dan menjadi perhatian dunia.

Reformasi bukanlah pekerjaan ringan dan waktu yang dibutuhkan pun tidak sebentar. Reformasi tidak mungkin dapat dilakukan dalam kurun waktu lima tahun. 

Semangat reformasi ke arah yang lebih baik harus tetap diturunkan pada generasi selanjutnya, agar terjadi kesinambungan. Pada akhirnya, kepercayaan masyarakat bukanlah hal yang dapat dipaksakan, seiring waktu dan diiringi pembuktian maka kepercayaan akan terbentuk dengan sendirinya.

Referensi

Aho, E., Pitkanen, K. and Sahlberg, P. (2006) Policy Development and Reform Principles of Basic and Secondary Education in Finland since 1968, Education Working Paper Series Number 2, The World Bank.

Malinen, O.-P., Visnen, P., & Savolainen, H. (2012). Teacher education in Finland: a review of a national effort for preparing teachers for the future. Curriculum Journal, 23(4), 567--584.

Sahlberg, P. (2007). Education policies for raising student learning: the Finnish approach. Journal of Education Policy, 22(2), 147--171.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun