Lima anak perempuan, jika belum bisa disebut gadis, berseragam putih biru tampak asyik bercerita. Tak peduli entah berapa kali bunyi klakson kendaraan menyeruak diantara suara mereka yang bersahut-sahutan. Jalanan seolah menjadi milik mereka berlima. Hingga tibalah mereka di pertigaan. Salah seorang diantaranya menunjuk sebuah pintu masuk.
“Mau masuk?”, tanya anak perempuan berambut gelombang cinta sembari mengedipkan mata.
“Tapi uang ku hanya cukup untuk membayar angkot pulang”, sahut anak perempuan yang paling mungil dengan cepat. Tiket masuk tempat yang ditunjuk temannya itu sama saja 4 kali lipat ongkos angkutan umum sebesar Rp 250,- tiap pulang pergi sekolah.
“Tenang, masuknya gratis. Itu yang jaga kakak sepupuku”, jawab anak perempuan tadi sembari merangkul pundah tubuh mungil temannya. “Mau?”.
“Mauuuu ... “, koor terdengar dari mulut keempat anak perempuan lainnya. Sembari tertawa, si anak perempuan berambut gelombang menggerakkan kepala ke samping sebagai ajakan untuk menuju pintu masuk di tuju.
Setelah sukses masuk tanpa biaya, kelima anak perempuan itu segera melepaskan tas dan sepatu. Secara bersamaan, mereka menceburkan diri ke umbul* yang jernih. Tak peduli seragam putih biru yang dikenakan basah melekat di tubuh yang belum ranum itu. Suara bersahutan dan tawa khas remaja terdengar memecah suasana yang sepi bercampur bunyi kecipak air. Kali ini, umbul menjadi milik mereka. Hilir mudik kesana kemari menelusuri setiap sudut. Berengkerama akrab dengan ikan air tawar warna warni beragam bentuk dan ukuran.
“Hoiiiii... sudah jam 5. Umbul mau ditutup”, teriakan pria lantang membuat mereka terperangah. Mereka bergegas naik. Sembari menentang tas dan sepatu dengan kondisi tubuh basah kuyup, mereka berlima saling berpandangan. “Bagaimana cara kita pulang”, desis si anak perempuan mungil bergetar. Keasyikan bermain air membuat mereka lupa waktu. Seharusnya mereka menyudahi berenang pukul 16.30. Waktu dimana angkutan umum rute terakhir lewat. Kini jalanan sepi dan mereka masih berdiri di pinggir jalan sembari menggigil.
Selang beberapa menit, anak perempuan yang berkulit legam melambai-lambaikan tangan sambil menengah ke jalanan. Terdengar suara rem mencicit. Sebuah truk bak terbuka berhenti di depan mereka. Tanpa pinggir panjang, mereka segera naik ke dalam bak.
“Pak, ikut sampai Karanganom ya?,” teriak anak perempuan yang nekat mencegat tadi. Beruntung, si sopir mengacungkan jempol. Suara bersahutan dan tawa khas remaja kembali terdengar beriringan dengan suara mesin truk. Papan tua bertuliskan “Umbul Ponggok, Desa Ponggok” pun tertinggal di belakang.
Karanganom, 24 Maret 2015
Tanganku menyodorkan selembar uang lima ribuan yang segera berganti menjadi selembar tiket dari mesin otomatis yang ada di depan dua gadis berseragam. Dengan mengantongi tiket masuk, tubuh mungilku kembali memasuki pintu masuk yang pernah ku lewati.
Sepuluh tahun sudah berlalu. Percakapan dengan teman semalam lah yang membuatku kembali mengunjungi tempat ini.
“Kabur kemana lagi kamu, Wir?”, tanyaku melalui chat jejaring sosial ketika melihat foto profil teman SMA.
[caption id="attachment_376834" align="aligncenter" width="504" caption="snorkeling air tawar"]
Temanku yang bekerja di Jakarta itu menyahut dengan kiriman emoticon tawa terbahak-bahak. “Elu ga tau Nyak itu dimane?”, tanya balik temanku.
“Pulau Seribu?”, jawab ku asal mengingat tempat snorkling terdekat dengan domisilinya.
Kembali si emo yang muncul duluan. Membuat mulutku maju kedepan tiga senti yang pasti akan menambah lebar tawa temanku jika melihatnya.
“Itu di kampung kite kaliii,” jawabnya. “Di Umbul Ponggok. Elu malah belum pernah kesana Nyak? Payah. Lagi ngehits tuh”.
Ingatanku kembali melayang pada salah satu headline portal berita terkemuka. Judul headline itu menyebut-nyebut nama Umbul Ponggok. Umbul yang dulu pernah menjadi tujuan tempat hiburan anak sekolah berkantong tipis sepertiku. Sayangnya saat itu aku tidak sempat membaca isi headline sehingga aku tidak tahu kabar terkini dari tempat berjarak 10 menit dari rumah.
[caption id="attachment_376824" align="aligncenter" width="400" caption="landmark umbul ponggok klaten"]
Kini aku meluangkan waktu untuk mengunjungi kembali salah satu umbul dari sekian banyak umbul yang ada di kawasan minapolitan Polanharjo itu.
[caption id="attachment_376827" align="aligncenter" width="448" caption="Kawasan Minapolitan Polanharjo"]
Umbul Ponggok yang terletak di desa Ponggok, Polanharjo, Klaten ini bisa dicapai dari arah Kota Klaten maupun arah Solo. Sayangnya tidak ada kendaraan umum seperti dulu. Jika tidak mengendarai kendaraan pribadi, fasilitas ojek menjadi satu-satunya sarana transportasi.
[caption id="attachment_376828" align="aligncenter" width="448" caption="letak umbul ponggok"]
Aku melewati deretan kios yang menyewakan peralatan snorkeling dan menemukan daftar biaya sewa peralatan snorkeling mulai dari pelampung hingga kamera selam. Cukup terjangkau meski kantong ku tak lagi tipis seperti dulu.
[caption id="attachment_376830" align="aligncenter" width="448" caption="biaya sewa peralatan diving"]
Namun aku mengurungkan niat untuk kembali menceburkan diri ke dalam umbul seperti dulu. Pengunjung umbul saat itu dominan laki-laki. Aku yang nekat datang seorang diri rupanya tidak cukup nyali untuk ikut menceburkan diri diantara mereka tanpa didampingi life guard eh...suami maksudnya.
[caption id="attachment_376832" align="aligncenter" width="448" caption="fasilitas tempat duduk di umbul ponggok klaten 2"]
Adalah ide dari pemerintah desa untuk menyajikan suguhan baru. Umbul Ponggok bisa di bilang paling sepi peminatnya dibanding kawasan wisata air di sekitarnya. Potensi mata air yang debitnya melimpah dan dihuni oleh beragam ikan air tawar mulai dari dipoles menjadi wisata yang unik. Snorkeling air tawar.
Di kedalaman berkisar 2,5 meter dan luas 6000 meter persegi, pengunjung bebas berekspresi di tengah kawanan ikan.
[caption id="attachment_376836" align="aligncenter" width="300" caption="snorkeling air tawar umbul ponggok"]
Tidak hanya sekedar menyelam ala snorkeling di lautan tapi pengunjung juga bisa mengabadikan tema khusus semisal foto pre wedding. Layanan ini ditawarkan oleh salah satu vendor yang membuka kios di depan pintu masuk umbul. Saat itu juga aku terfikir untuk foto -pre- pasca wedding satu saat nanti.
[caption id="attachment_376850" align="aligncenter" width="300" caption="foto pre wedding dalam air umbul ponggok (doc. umbulponggok.com)"]
Dulu Umbul Ponggok bisa di bilang tidak ramah anak. Debit mata air di tampung dalam satu kotak dengan kedalaman yang hampir sama di semua sudut. Otomatis cukup menciutkan nyali anak-anak, lebih lebih yang tidak mempunyai kemampuan berenang. Kini pengunjung keluarga yang membawa anak-anak bisa bergembira. Di salah satu sisi umbul di buat kolam dangkal yang terpisah dengan umbul.
[caption id="attachment_376838" align="aligncenter" width="300" caption="kolam renang anak umbul ponggok klaten"]
Dengan batuan generator, air umbul di salurkan ke kolam dangkal. Ban pelampung, perosotan warna-warni dan diorama alam menjadi pilihan yang cocok untuk anak-anak.
[caption id="attachment_376837" align="aligncenter" width="300" caption="area anak umbul ponggok klaten"]
Bagi pengunjung yang sekedar duduk-duduk atau jeprat jepret sana sini seperti aku, Umbul Ponggok menyediakan ruang duduk yang tersebar di beberapa titik.
[caption id="attachment_376839" align="aligncenter" width="300" caption="fasilitas tempat duduk di umbul ponggok klaten"]
Duduk di kantin pun boleh asal sambil mencomot satu dua tiga mendoan panas atau pisang karamel yang crispy. Menu makan besar juga tersedia mulai dari p*p mie sampai sop ayam khas Klaten.
[caption id="attachment_376840" align="aligncenter" width="300" caption="kantin umbul ponggok klaten"]
Di salah satu sudut kawasan umbul terdapat booth minuman yang menyajikan menu khas. Wedang jahe dan kencur hangat.
[caption id="attachment_376841" align="aligncenter" width="300" caption="booth minuman umbul ponggok"]
[caption id="attachment_376842" align="aligncenter" width="300" caption="beras kencur hangat khas umbul ponggok klaten"]
Minuman yang cocok untuk menghangatkan tubuh selepas bercengkerama dengan air umbul. Dari cerita si ibu penjual minuman itu aku mengetahui bahwa wajah baru Umbul Ponggok sudah bisa dinikmati sejak tahun 2010. Persis seperti yang tertera di prasasti peresmian yang melekat di dinding sebelah loket tiket masuk.
[caption id="attachment_376843" align="aligncenter" width="300" caption="peresmian umbul ponggok klaten."]
Dari si ibu penjual juga kudapati info bahwa Umbul Ponggok bisa di booking seharian jika dikehendaki. Tentunya ini menguntungkan jika jumlah pengunjung dalam satu rombongan berjumlah ratusan. Ini mengantisipasi kapasitas Umbul Ponggok yang tidak terlalu besar.
Bagi pengunjung muslim tersedia mushola yang “terjepit” diantara toilet dan kios persewaan. Toilet Umbul Ponggok berada di ketinggian yang berbeda hingga harus naik tangga.
[caption id="attachment_376845" align="aligncenter" width="300" caption="toilet umbul ponggok klaten"]
Biaya yang dikenakan untuk penggunaan toilet terjangkau. Cukup seribu rupiah untuk ganti kostum dan dua ribu rupiah untuk BAK, BAB serta mandi. Selain jumlah toilet yang memadai dan bersih, dari ketinggian toilet ini dapat di temukan pemandangan yang keren. Voilaaa...ku persembahkan Umbul Ponggok dari ketinggian 200 dpl.
[caption id="attachment_376844" align="aligncenter" width="300" caption="umbul ponggok dari ketinggian"]
Dan terakhir aku persembahkan nama tengah ku, SELFIE, di depan toilet.
[caption id="attachment_376849" align="aligncenter" width="300" caption="selfie di umbul ponggok"]
Ketika aku broadcast foto selfie ke nomer kontak keempat temanku dengan caption, “Mau snorklieng di Umbul Ponggok?”, balasan “Mauuuu ...!!!” kembali menggema. Padahal aku belum selesai mengetik pesan selanjutnya.
“Tapi tidak GRATIS * emo ngakak*”.
Aku mematikan smartphone kesayangan lalu melangkah ke tempat parkir motor yang baru ku ketahui ternyata fasilitas gratis Umbul Ponggok.
[caption id="attachment_376847" align="aligncenter" width="300" caption="tempat parkir umbul ponggok klaten"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H