Seperti duri baginya tancapkan filosofi suci dalam kekinian
Mengapa sangat keras serabut-serabut bertuan menyusup dalam rongga masa depan ?
Tak jua kawan, riam cantas yang kau tepukkan seakan memantul kanan-kanan
Seperti kartun canguk meredam kerinduan
Elegansi teredam atau sudah tak berkenan?
Tujuh wajah beserta garis-garis merah jambu di April
Melantumkan tawa bertambun, tak tau dia pelak
Simple memang, ia hanya ingin biaskan bahagia! Itu saja.
Takutnya ia bercerai dengan ramah suam dari mereka
Tentunya bersekat-sekat kemudian bernanah
Walau jauh di lubuk hatinya, itu semua tak bisa jadi bumbu kepelakan
Unifikasi tangan kebenaran itu ia butuhkan
Walau Ia telah perintahkan untuk tidak berkompromi sempurna dengannya
Ampun Tuhan, ketika jendela bagi vampir menyerah itu seperti tak lagi menyipit
Genggaman-genggaman yang setia, ia mohon dalam berlutut
Jua Pelangi tak berawan dalam komitmen putih
Hingga memperdaya tanduk yang mau merajam si kurus
Fokuskan kaki melangkah untuk potensi-potensi masa depan berstatus kemenangan
Harapan yang tampak maya jika pelak, kawan
Iman, kasih, dan pengharapan
mengisyarakan isolasi tanpa tanda-tangan
terendap lara kini jabatan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H