Mohon tunggu...
Fenni Bungsu
Fenni Bungsu Mohon Tunggu... Freelancer - Suka menulis

Penyuka warna biru yang senang menulis || Komiker Teraktif 2022 (Komunitas Film Kompasiana)

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Rasa dalam Sebuah Cincin

27 November 2023   10:14 Diperbarui: 27 November 2023   10:22 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi by freepik, editing by fennibungsu.com

Lengkungan di bagian benda berbentuk lingkaran itu mulai pudar

Kilauannya tak lagi berpendar

padahal cahaya lampu terang bersinar

malah membuatnya suram belukar

Sejenak mulai tersadar

Tak seharusnya benda itu masih tersimpan

Biarkan lenyap bersama gelapnya malam

Walau bisa saja saat pagi datang kenangannya belum hilang

Baiklah,

Move on harus dilakukan

Kalau tak sekarang maka kapan lagi akan berubah

Benda lengkung itu sudah ada di dalam kotaknya,

Ku bawa hingga ke suatu lokasi

Sebuah tempat yang kupikir tak akan diketahui oleh siapapun,

tapi lebih baik ada yang tahu,

agar tidak ada prasangka setelahnya.

Setengah melirik, aman..

Sekalipun ada lalu lalang kendaraan,

mereka tampak tidak peduli dengan apa yang kubawa

sambil aku melihat kembali benda lengkung itu,

salah satu yang berkendara itu menyadari sesuatu yang kupegang

ia turun dari mobilnya, lalu berujar: "Bukankah itu...?"

Aku hanya terdiam melihat sosok yang pernah kukenal itu.

"Apakah kamu berencana untuk membuang cincin itu?" sahutnya lagi.

"Tak perlu ada lagi yang tertinggal, bukan? Waktu berubah, kita pun berubah.."

"Bahkan sebuah rasa pun bisa berubah, begitukah?"

"Mengapa tidak? Kesempatan sudah berulang dipertanyakan, tapi tak pernah berusaha untuk menggapainya."

"Aku hanya.."

"Raih rejeki itu sesuai dengan waktunya, sebelum masanya berpindah ke masa yang lain."

Hening seketika. Matanya berkeliling seperti mencari rangkaian kata untuk lekas menanggapi. "Ya sudah buang saja itu... buanglah jauh-jauh, sebagaimana rasa yang pernah ada itu hilang tanpa jejak."

"Baik, terima kasih." Kotak dan benda lengkungan itu pun jatuh dari ketinggian dan perlahan melesat ke dalam air tanpa sejenak berucap salam kepada yang ada di atas permukaan. Begitupun dengan langkahku yang meninggalkannya, meski air mukanya berubah lara.

Jakarta, 27 November 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun