Mohon tunggu...
Fenni Bungsu
Fenni Bungsu Mohon Tunggu... Freelancer - Suka menulis

Penyuka warna biru yang senang menulis || Komiker Teraktif 2022 (Komunitas Film Kompasiana)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

[Fabel] Celoteh Ulbul dan Mukmuk

7 November 2015   06:14 Diperbarui: 31 Maret 2016   10:48 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenni bungsu, No. 25
***

Pagi hari yang diiringi kesejukan, sangat dirasakan Ulbul. Tubuhnya yang lentur itu, berjalan merayap di dahan pepohonan hijau. Sudah menjadi kebiasaannya untuk memulai hari dengan sarapan. Ia mencari dedaunan yang mampu menopang tubuh mungilnya. Setelah dirasa nyaman, ia menikmati santap pagi dengan tenang hingga membawanya ke pinggiran daun.

Tak berapa lama kemudian, datanglah Mukmuk. Ia terbang dengan wajah gundah. Belum mendapat asupan semenjak semalam. Perutnya melilit tak menentu. Ia terkesiap melihat sosok yang lebih besar dari tubuhnya yang memiliki banyak bulu. Namun ada satu hal yang menjadi perhatiannya. Mukmuk terbang mendekati Ulbul.

"Huh, hanya itu saja kerjamu setiap hari! Lihatlah sekitar kita ini, kotor, banyak sekali sampah berserakan. " Ujar Mukmuk seraya mengepakkan sayapnya di hadapan Ulbul.

Sosok merayap itu menghentikan sarapannya. Ia menoleh ke bawah kemudian ke samping mencari tahu apa yang dimaksud. "Sepertinya memang belum dibersihkan."

"Katanya semua pepohonan itu sengaja ditanami untuk keindahan, tapi kenapa daun-daun yang berguguran itu tidak mereka rapikan? Katanya lagi, kalau tidak bersih-bersih nanti akan jadi sarang penyakit karena teman-temanku." Mukmuk hinggap di dahan dekat Ulbul.

Ulbul berpikir sejenak. "Sepertinya keturunan adam itu tidak berani membersihkannya karena ada aku di sini?"

"Apa maksudmu?"

"Mereka menjauh karena bulu yang ada ditubuhku ini," tunjuk Ulbul. "Padahal ini adalah senjataku untuk menjaga diri dari predator. Kalau manusia datang sebagai predator, tentunya aku akan memberikan kejutan. Tapi bila mereka datang baik-baik untuk apa aku melakukan hal yang buruk."

"Ah, mencari alasan saja. Nanti kesimpulannya menganggap kita adalah hama. Padahal memang manusianya yang malas bersih-bersih."

Ulbul terdiam memikirkan kalimat temannya itu.

"Kalau mereka memang berniat dengan keindahan lingkungan, apapun pasti dilakukan. Tidak melulu menyebar slogan, kebersihan sebagian dari iman tapi tidak ada bukti nyata." Ujar Mukmuk kesal seraya menghentakkan kakinya.

Sayang keseimbangan hewan bersayap itu tidak sempurna. Tak diduga, ia terjatuh dan mencengkeram dedaunan di dekatnya. Mukmuk berusaha untuk terbang, tetapi salah satu sayapnya sulit digerakkan.

"Tolong aku!" rintih Mukmuk seraya mengepakkan sayap yang satunya.

"Bagaimana caraku menolong dia? haruskah..?" gumam Ulbul.

Ulbul merayap lebih dekat ke sosok kecil itu. "Mari Mukmuk. Lepaskan dirimu dari daun itu dan jatuhkan tubuhmu."

"A-apa?! menjatuhkan diri ke tubuhmu? tapi dirimu penuh bulu dan nan-nanti,"

"Tenang saja, bulu-buluku ini hanya untuk mereka yang bertindak jahat kepadaku. Cepatlah!"

Dengan rasa takut, Mukmuk menuruti kata-kata Ulbul. Hewan merayap itu membawa Mukmuk ke atas dedaunan yang tidak licin agar lebih aman.

Hinggap di tubuh besar ini tidak seperti tertusuk duri, batin Mukmuk. "Te-terima kasih."

"Terima kasih kembali." Ulbul memerhatikan Mukmuk sejenak. "Kenapa wajahmu pucat? apa karena terjatuh itu?"

"Bukan. Dari semalam aku belum makan." Mukmuk mengubah posisi duduknya agar aman.

"Kalau begitu mari kita sarapan bersama."

"Makan apa?"

"Daun-daun hijau ini."

"Mana mungkin? itu bukan makananku."

"Kan belum kamu coba."

Mukmuk menggeleng. "Apakah kamu bisa mengganti jenis makananmu dengan yang lain?"

Ulbul memajukan bibirnya. "Tidak bisa. Jadi apa yang akan kamu lakukan untuk menahan lapar?"

"Aku akan tetap mencari manusia yang lengah dan tidak memikirkan kebersihan. Meski kedatanganku dianggap sebagai hama, tetapi mau tidak mau mereka akan menciptakan lingkungan yang asri."

"Memang dalam keadaan bersih, kamu bisa datang?"

Mukmuk tersenyum. "Bukankah kita senang melihat lingkungan bersih?"

Ulbul mengangguk tanda mengerti. "Aku setuju denganmu."

***

Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community ( http://m.kompasiana.com/androgini )

 

Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community
https://m.facebook.com/groups/175201439229892?refid=18&__tn__=C

Image from: Fiksiana Community

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun