Mohon tunggu...
Fendi Utomo
Fendi Utomo Mohon Tunggu... Koki - simpel

Insan awam

Selanjutnya

Tutup

Film

Masih Tentang "Tilik", Sebuah Film Pendek

27 Agustus 2020   14:54 Diperbarui: 27 Agustus 2020   14:54 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya yakin sebagian besar dari teman-teman sudah menonton film Tilik. Apa yang pertama kali ada
di benak teman-teman ketika menonton film Tilik? Komentar kawan saya beragam. Ada yang bilang
bagus, lucu, menghibur, seperti di desaku, ada juga yang bilang,"Ih aku banget" bahkan ada juga
yang bilang,"stereotip abis, film gitu kok dibilang bagus." Nah, semua sah tidak ada yang keliru untuk
sebuah komentar. Anda juga bebas komentar terkait film tersebut.

Saya setuju kalau film ini menghibur, kaena saya terbahak-bahak ketika menontonnya. Film
berdurasi 32 menit ini bercerita tentang perjalanan ibu-ibu desa yang berencana tilik alias
menjenguk Bu Lurah yang dikabarkan sakit. Tilik, adalah budaya atau kebiasaan masyarakat Jawa
ketika ada yang sakit.

Biasanya ibu-ibu kampung pergi rombongan entah naik colt, mobil,
berboncengan motor, dan yang paling epic adalah naik truk! Seperti yang diceritakan dalam Tilik.
Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, perhatian penonton tersita pada Bu Tejo, yang tak henti-
hentinya membincangkan Dian. Mulai dari perempuan yang punya pekerjaan nggak bener, karena
sering keluar masuk hotel, ditambah lagi dengan Dian punya barang-barang bermerek dalam waktu
singkat. Sesuatu yang mustahil, bagi Bu Tejo, apalagi Dian baru bekerja dan bukan berasal dari
keluarga Dian.

Sampai masalah Dian yang belum juga menikah, padahal teman-teman seusianya
sudah menikah. Lengkap sepertinya Bu Tejo menguliti Dian.

Film ini memang punya jalan cerita yang sederhana. Tak perlu bertele-tele. Hanya fokus pada Bu
Tejo dengan gaya khasnya menyampaikan informasi tentang Dian. Apalagi posisi Bu Tejo berada di
tengah, sentral tentunya mudah bagi Bu Tejo untuk menjadi pusat perhatian. Yu Ning, baru
belakangan berdiri di samping Bu Tejo.

Tudingan Bu Tejo juga diperkuat dengan kabar tentang Dian di Facebook. Bu Tejo memperkuat
'data' yang dimilikinya tentang Dian melalui foto-foto yang ada di Facebook. Ibu-ibu lain pun hanya
manggut-manggut saja menerima kabar dari Bu Tejo itu. Kecuali Yu Ning. Terlihat jelas dari mimik
wajahnya kalau Yu Ning kurang suka dengan ucapan Bu Tejo.

Sayangnya sanggahan Yu Ning agar Bu
Tejo mengonfirmasi informasi tentang Dian lebih dulu selalu terpatahkan. Apalagi belakangan
diketahui Yu Ning masih ada hubungan saudara dengan Dian, jadi dianggap wajar bila selalu
membela Dian.

Film Tilik dibuat pada 2018 lalu dan diunggah secara resmi ke Youtube pada 17 Agustus 2020. Film
ini viral, sampai sekarang film tersebut sudah 7 juta kali ditonton. Angka yang cukup besar untuk film
pendek Indonesia, di tengah gempuran film import yang sekarang ini banyak digandrungi.
Film adalah media yang kuat untuk menyampaikan pesan ke masyarakat. Apalagi film pendek seperti
Tilik.

Durasinya tak panjang, hanya 32 menit. Siapa saja bisa menontonnya dari ponsel. Si pembuat
film harus mencari cara agar pesan yang ingin disampaikan ngena di masyarakat, bukan sekadar
hiburan saja.

Dalam channel Youtube Wahyu Agung sang sutradara menyebut Tilik dibuat dengan latar belakang
budaya Tilik yang ada di masyarakat desa. Dalam perjalanan menjenguk orang alias Tilik tersebut ada
saja yang dibicarakan, termasuk ghibah alias bergosip.

Bu Tejo yang asyik membicarakan Dian,
hanya bersumber pada 'katanya' dan juga bersumber dari media sosial. Bu Tejo yakin betul, bahwa
informasi yang dia dapat dari media sosial itu benar adanya. Itu ditegaskan dengan
kalimat,"Informasi soko internet iku mitayani (Informasi dari internet itu dapat dipercaya)".

Yu Ning, adalah tokoh yang mencoba menetralisir semua tudingan Bu Tejo ke Dian. Dia bilang belum
tentu informasi yang ada di internet itu benar adanya. Namun disanggah oleh Bu Tejo, bahwa
internet nggak mungkin salah, karena internet adalah bikinan orang pintar. Apalagi Yu Ning ternyata
masih punya hubungan kerabat dengan Dian, jadi wajar jika dia selalu 'membela' Dian.
Namun sayangnya pesan yang ingin disampaikan oleh pembuat film tentang disinformasi atau
percaya begitu saja terhadap informasi yang diperoleh di media sosial justru tak sampai. Ambyar.
Apa pasalnya?

Di akhir cerita, justru ada pembenaran bahwa Dian memang dekat dengan pria paruh
baya, yang ternyata adalah ayah Fikri. Meski nggak keliru, sebab secara tak langsung dikatakan Bu
Lurah adalah single, tidak punya suami. Artinya ayah Fikri adalah seorang duda.

Yu Ning yang sejak awal selalu menegaskan cari informasi yang tepat lebih dulu sebelum disebarkan,
juga ambyar. Yu Ning yang mendapat kabar sakitnya Bu Lurah, seolah tak mencari tahu lebih dulu.
Jauh-jauh ke kota untuk Tilik. Ternyata Bu Lurah tidak bisa dijenguk.

Jika dilihat dari penyataan si pembuat film, tujuannya tentu bagus ingin menghalau hoax atau
diisnformasi yang sekarang sudah menjalar di masyarakat, termasuk juga masyarakat pedesaan.
Sayangnya tujuan ini sepertinya justru tak sampai, karena lebih dominan pada ghibahnya Bu Tejo.
Dan ghibahnya Bu Tejo itu justru melanggengkan stereotip yang ada di masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun