Mohon tunggu...
Fendi Utomo
Fendi Utomo Mohon Tunggu... Koki - simpel

Insan awam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mahmud Darwish dan Puisinya "Wu'ud Mi Al-ashifah"

1 Juli 2020   09:37 Diperbarui: 9 Juli 2020   11:04 977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Qashdah Wu`d min al-shifah adalah salah satu karya sastra dari sastrawan masyhur di Palestina, yakni Mahmud Darwish (1941-2008). Melalui Qashdah-qasidahnya inilah Mahmud Darwish menjadi salah satu sastrawan yang gempar menyuarakan hati rakyat Palestina yang terjajah dan menderita. Mahmoud Darwish telah mempublikasikan lebih dari 30 antologi puisi dan 8 buku prosa.

Qashdah Wu`d min al-shifah merupakan salah satu qashdah yang menarik; juga banyak direspon pembaca melalui terjemahan dalam bahasa Inggris "Promises from Storm".

Mahmud Darwish sebagai bagian dari masyarakat Palestina melakukan resistensi terhadap pihak penjajah melalui karya-karyanya. Dengan kata lain, teks puisi inilah yang merupakan dokumen sejarah yang sangat nyata. 

Qashdah pada masanya dipandang memiliki kekuatan, baik sebagai pembentuk hegemoni kekuasan atau sebaliknya, yakni sebagai konter hegemoni. Sajak-sajak Mahmud Darwish telah dikenal di berbagai penjuru dunia. 

Hal itu dibuktikan oleh adanya respon berupa penerjemahan karya-karya Darwish ke dalam berbagai bahasa, ada yang mengatakan lebih dari 22 bahasa. Fenomena ini menunjukkan betapa pentingnya karya Darwish sehingga karya-karyanya  perlu diterjemahkan untuk bisa dimengerti isinya oleh berbagai kalangan. 

Beberapa karyanyapun digubah dalam bentuk lagu. Salah satunya adalah qasidah wu`d min al-`shifah ini, yang dinyanyikan oleh Marcel Khalifah, seorang komposer musik dan penyanyi Arab asal Libanon yang merindukan kemerdekaan Palestina. 

Mahmud Darwish yang lahir pada13 Maret 1941 telah memenangkan berbagai penghargaan, di antaranya Lotus Prize( 1969); Peace Prize Lenin (1983 ); dan Medali Perancis tertinggi, serta Knight Seni dan Sastra (1993). Ia meninggal pada 9 Agustus 2008.

Puisi ini sangat beraitan dengan kajian postkolonial, yani kajian terhadap karya sastra yang berkaitan dengan praktik kolonialisme atau imperialisme. 

Dari bait pertama dari segi pemilihan diksi penulih memilih kata yang berarti angin badai sebagai bentuk perlawanan dari para pahlawan dan penerus bangsa Palestina yang memiliki kekuatan yang besar dan kecepatang yang sangat tinggi untuk melawan musuhnya. 

Kata tersebut dijadikan sebagai judul dan disebut tiga kali ,yang menunjukan bahwa kata tersebut sangatlah penting dan kata ini bisa dibilang sebagai kata kunci dalam puisi tersebut. 

Selain itu dalam bait satu juga digambarkan bagaimana kesungguhan para pejuang bangsa yang kemudian digambarkan oleh Aku melalui pemilihan diksi serta poin penting dalam bait satu adalah penggabaran kondisi alam Palestina yang subur dan kemudian akan direbut kembali oleh para pejuangnya.

Pada bait kedua, tokoh Aku menyampaikan harapan kemerdekaan kepada rakyat yang sedang ketakutan. Sehingga memotivasi rakyat palestina agar menghilangkan rasa takut yang dimiliki karena para pejuang pasti akan memberikan kemerdekaannya. Hal itu diungkapkan melalui ungkapan penyair.

Pada bait ketiga, penyair ingin menyampaikan bahwa para pejuang telah berjanji akan merampas penjajah beserta pengikut pengikutnya, dan membebaskan daerah-daerah kecil yang masih dipegang oleh musuh. Penyair menggunakan diksi Kannasat untuk menunjukkan bahwa penumpasan itu akan dilakukan secara tuntas dan bersih, sebagaimana orang yang menyapu lantai.

Pada bait keempat, Penyair mengisyaratkan bahwa perjuangan dan pembrontakan terhadap penjajah itu merupakan aktivitas yang mulia, bagaikan kilatan cahaya petir yang menyinari kegelapan. 142 Penyair juga memanfaatkan gaya bahasa personifikasi pada ungkapan Jalan disamakan dengan orang yang memiliki sifat sedih, yaitu ditandai dengan wajah muram. 

Rakyat terjajah serasa tidak memiliki harapan, tidak memiliki masa depan, serasa suram kehidupannya. Hanya negeri itu yang dimiliki, yang bisa diperjuangkan untuk menjadi tempat menggantungkan harapan masa depan yang gemilang. 

Penjajahan itu tidak hanya berimbas pada kemiskinan material rakyat terjajah, tetapi yang lebih parah dari itu, menghancurkan mental rakyat, berupa ketakutan, inferioritas, dan ketidaknyamanan dalam menjalani kehidupan.

Penggalan qashdah di atas juga memberikan pemahaman kepada pembaca bahwa si Aku merasa bangga dengan adanya para pejuang palestina. Gugurnya para pejuang adalah kebanggaan karena mereka mati syahid dan surga menjadi haknya. Bahkan mereka pada hakekatnya tetap hidup.

Para pejuang telah memberi harapan akan datangnya kemerdekaan, sebagaimana adanya kilatan petir yang akan menjanjikan datangnya hujan, karena hujan itulah yang akan mendatangkan rizki yang membahagiakan yang tentunya berharap terwujud pada sebuah hal kemerdekaan..

Para pejuang akan memberikan sebuah pengharapan baru kepada rakyat dan akan mengubah masa depan rakyat yang selama ini suram menjadi cerah penuh kebahagiaan. Bahasa kiasan merupakan salah satu alat kepuitisan yang berfungsi agar sesuatu yang digambarkan dalam puisi menjadi jelas, hidup, intensif, dan menarik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun