Mohon tunggu...
fendy saputra saputra
fendy saputra saputra Mohon Tunggu... -

i was born in malang, twenty five years ago. now, i am worked in Radar Mojokerto Jawa Pos Group as journalist and photograper for news. i'm interested with enviroment, a social problem, nature, and fishing. I'm also likes read a book, playing football.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Posisi Minor Persma

9 Agustus 2010   17:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:10 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

MALANG – Posisi Pers Mahasiswa berada pada titik nadir. Dimata birokrasi kampus, persma dianggap sebagai batu sandungan. Sebab, persma dianggap sebagai pengganggu stabilitas kampus. Contoh itu nampak, ketika birokrasi kampus menekan perihal pemberitaan ospek Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya, oleh LPM (Lembaga Pers Mahasiswa) AQUA, Sabtu (7/8).
Ketika itu, LPM AQUA hendak menyebarkan buletin khas Ospek. Sekitar pukul 17.30, awak AQUA, hendak menyebarkan buletin di hari terakhir penyelenggaraan ospek yang saat ini berganti nama PK2 MABA (Pekan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru) kepada peserta ospek. Namun, tiba-tiba saja, pihak panitia ospek yang mengetahui hal itu buru-buru mengintervensi.
Intervensi yang diberikan berupa pelarangan penyebaran buletin. Sebab, pihak panitia menilai buletin sebelum diterbitkan harus melalui persetujuan Dekan Fakultas Perikanan, Prof Edy Suprayitno. “Kamu kasih dulu ke dekan. Kalo tidak dapat tanda tangan dekan, tidak boleh disebarkan,” kata Daniel, ketua panita kepada salah satu awak AQUA, di Lapangan belakang FPIK.
Saat itu, pihak panitia pun melarang penyebaran buletin pada maba. Lantas, buletin pun diserahkan pada dekan. Ditemui di Gedung A FPIK, Prof Edy, lantas kebakaran jenggot saat melihat buletin. “Tidak ada semi militer. Harus ada kompare,” katanya. Ia kemudian memandatkan pada salah satu Steering Comite (SC) Ryan untuk mengedit isi buletin sebelum disebarkan ke maba.
Dari pengalaman tersebut, nampak jelas, pihak birokrat kampus seolah gerah dengan pemberitaan buletin tersebut. Padahal, yang diberitakan didasarkan atas fakta-fakta yang terjadi dilapangan. Mereka, pihak birokrat, seolah tak mau ada berita-yang dianggap miring-diterima oleh maba.
Pengungkapan fakta tersebut ternyata memang dikeluhkan maba, seperti pelatihan di tempat dan instansi militer, di Dodikjur Rampal, dan pewajiban pemakaian sepatu merek Dragon fly terhadap maba. “Saya lho sampai nyari yang bekas. Yang baru aja harganya mahal sampai Rp 50 ribu,” kata seorang maba, saat ditanyai awak AQUA.
Terhadap hal itu, pihak panitia sendiri, menyangkal adanya pewajiban. Ryan sendiri menuturkan panita tidak sekalipun menyuruh maba untuk membawa sepatu tersebut. Padahal, menurut pengamatan, hampir seluruh maba memakai sepatu jenis tersebut.
Fakta yang dialami LPM AQUA, menunjukkan cermin minimnya pengetahuan birokrat kampus terhadap pers dan persma. Ketidak tahuan mengenai penggunaan fakta yang dijadikan berita menjadikan kesalahan paham dalam mengambil keputusan. Posisi persma lagi-lagi mengalami penekanan dari struktural kampus. Kebebasan persma dikekang.
Kejadian ini menjadi kedua kalinya pengekangan birokrasi terhadap persma. Sebelumnya, LPM Dianns Fakultas Ilmu Administrasi, sejak mulainya ospek, (4/8) dilarang menerbitkan buletin saat ospek. Hal itu kabarnya, dikarenakan birokrat kampus gerah dengan tulisan-tulisan yang dibuat LPM Dianns. (fen)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun