Agak siangan ini, setelah semalaman begadang berpikir tentang pertanian saya baru sadar atau bahkan kita baru sadar bahwa pertanian tidak luput dari kemajuan teknologi yang semakin kesini semakin pesat.Â
Ya, seperti banyak kita baca dan dengar bahwa teknologi di dunia pertanian semakin canggih dan beberapa masih otw canggih. Seperti menyemprot dengan menggunakan drone misalnya, atau alat deteksi kebutuhan unsur hara dan serangan HPT pada tanaman yang memudahkan petani dalam merawat tanaman budidayanya dll.Â
Tentunya, hal apapun itu untuk memudahkan dan efisiensi petani. Jadi, petani tidak perlu repot dengan masalah di lapangan. Dengan pemanfaatan teknologi artificial intelligence dan terutamanya penggunaan internet, problem di areal pertanian seperti: Kelangkaan pupuk; serangan HPT; kekeringan; kekurangan tenaga kerja atau bahkan kekurangan petani semua akan selesai dengan Pertanian 4.0.
Kemajuan teknologi ini, bukan hanya pada sektor teknis budidayanya. Lebih luas lagi, penggunaan internet juga mengatasi persoalan di bidang distribusi produk pertanian (penjualan), penyuluhan dll.Â
Misal Market Place produk pertanian, yang memudahkan petani dalam memasarkan produk hasil usaha taninya dan Aplikasi pertanian yang membantu petani dalam menyampaikan masalah di lahan budidayanya dengan mendapatkan feedback saran masukan dari admin dan sesama pengguna aplikasinya. Semua hal, di era 4.0 ini dari hulu hingga hilir khususnya di dunia pertanian semakin dimudahkan. Dengan begitu tidak ada alasan lagi bagi petani untuk tidak meningkatkan produksi dan produktivitasnya.
Tidak hanya itu, pengamatan dan buah pikir selama begadang dan bangun agak siangan ini telah mengamati bahwa puncak Pertanian 4.0 tidak cukup berhenti sampai apa yang tertulis di atas. Serasanya cukup kecil pengaruhnya jika 4.0 di dunia pertanian hanya sampai di situ saja. Jika pertanian kuno bercocok tanam dengan media tanah dilanjutkan era pertanian modern dengan penemuan bercocok tanam tanpa media selain tanah (hidroponic, aquaculture, dll).Â
Tahun sekitar 1627 Hidroponic ditemukan dan di Indonesia sendiri berkembang sejak 1980a-an. Di Indonesia sendiri perkembangan budidaya hidroponic sendiri dalam rangka usaha mengatasi penyempitan lahan pertanian, urban farming, dan penghobi tanaman budidaya konsumsi skala rumah tangga. Lalu, bagaimana perkembangan pertanian 4.0 selain pemanfaatan teknologi artificial intellegence?
Sejalan dengan berkembangnya hidroponic, perkembangan pertanian 4.0 juga bertugas untuk menyelesaikan masalah penyempitan lahan. Pohon koin di Market Place Sh**pe adalah hasil berkembangnya teknologi 4.0. ya, kita telah mampu menanam tanaman tanpa media tanah, air, api dan udara sebagai 4 element bumi yang dikenalkan oleh avatar.Â
Selain usaha Pemerintah melalui KEMHAN untuk segera menjalani proyek FOOD ESTATE di Kalimantan Tengah dengan harapan masalah penyempitan lahan dan ketahanan pangan nasional bisa di atasi. Ya, kurang lebih begitu.
Kita telah mampu menanam tanaman di Internet dengan saling bantu antar "petani" untuk menyiram dan menggoyang kita akan mendapatkan point. Tidak rumit sama sekali. Cukup dengan gawai, internet dan waktu luang kita sudah berbudidaya.
Kondisi Pertanian di balik 4.0
Akhir-akhir ini, setelah kelangkaan masker dan APD petugas kesehatan di awal 2020 pada awal COVID-19 masuk di Indonesia, kelangkaan pupuk subsidi menjadi isu yang sebenarnya klasik bagi petani.Â
Saking klasiknya kalau mungkin ada kontes masalah nasional, selain KKN, kemiskinan dan kekerasan seksual masalah pupuk ini menjadi Top Five.Â
Di lapangan, petani banyak mengalami kendala, dengan segala ke-kereativitasannya banyak juga cara yang digunakan sebagai keluarnya. Dibiarkan begitu saja dengan mengandalkan sisa pupuk sebelumnya misalnya, menggunakan pupuk kandang, menggunakan metode spray dan ini biasanya yang masih memiliki modal.Â
Untuk yang tidak memiliki modal, pemupukan dilakukan dengan menggunakan membiarkan lahan tidak ditanami atau dibiarkan sampai entah kapan sukur-sukur tidak dijual dan jadi rumah atau apalah selain tanaman produksi.
Selain masalah pupuk yang sudah mendapatkan respon langsung dari kementrian pertanian juga menteri pertanian dan bahkan Presiden Ir. Jokowi dengan bertanya pengembalian subsidi pupuk selama bertahun-tahun namun produktivitas tidak ada. Itu menjadi angin segar bagi petani, karena pemerintah hadir di tengah kegelisahan petani. Sama dengan Covid, pun setelah Vaksin ditemukan dan akan saat ini telah tahap kedua distribusinya masalah pertanian yang lain juga telah rapi menunggu.Â
Kegagalan panen, Nilai jual produk, Serangan HPT, Kekeringan saya rasa rekan-rekan pembaca juga sepakat dengan hal ini meskipun tanpa diberi data. Karena memang benar-benar masalah klasik.
Belum lagi kepemilikan lahan, konflik Agraria, SDM petani, yang jika kita bahas semua pada tulisan kali ini akan menjadi novel berjilid tanpa tahu kapan ending-nya.Â
Beruntungnya, Indonesia adalah negara Agraris. Petani di negara Agraris akan bertani dan mengolah lahannya karena sosial dan budaya bukan karena perintah atau keterpaksaan. Yang jika disimpulkan secara subjektif pertanian 4.0 membutuhkan esensi dalam mendukung pembangunan pertanian di Indonesia. Dengan melihat segala aspek dan fungsi pertanian bagi masyarakat dan negara sebagai pemilik kebijakan.
Dalam buku Prof. Ir. Triwibowo Yuwono, Ph.D. dengan judul Pembangunan Pertanian: Membangun Ideologi Pangan Nasional mencoba menyajikan pemikiran dengan sangat apik bagaimana bangsa Indonesia sebagai suatu kesatuan harus mengembangkan ideologi pangan nasional yang menjadi rujukan setiap kebijakan yang dibuat untuk menyediakan pangan bagi warga negara.Â
Sehingga, arah pertanian 4.0 memiliki ruh dan sistematis mendukung pembangunan pertanian nasional dengan mengatasi masalah-masalah pertanian di lapangan. Dalam kata lain, era kemajuan teknologi ini memiliki arah yang jelas dan dapat membantu masalah-masalah pertanian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H