Mohon tunggu...
efendi_Albandani
efendi_Albandani Mohon Tunggu... -

Moto"sukses itu adalah berpikir kemudian bertindak cepat".

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menakar Gelar Perkara Kasus Ahok dan Penjara yang Menanti

10 November 2016   14:48 Diperbarui: 10 November 2016   14:57 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kasus dugaan penistaan Gubernur Non Aktif Basuki T Purnama atau Ahok kini memasuki babak baru. Polemik terbuka dan tertutupnya gelaran perkara kasus ini mulai mengemuka di berbagai media dan elektronika. Sumbang pikir dan saran berbagai kalangan kian meramaikan portal-portal berita dari pagi hingga petang. Kini kita mulai diperhadapkan dengan berbagai argumen yang hiruk pikuk mendobrak logika berpikir normative kita menuju kepada logika berpikir yang progressive. Mengapa sekarang ini kita begitu terkejut dan responsive terhadap sesuatu perkara yang dianggap baru dan tidak lazim, kemudian mulai ribut ketika suatu perkara berjalan diluar dari kebiasaan.

Gelar Perkara secara terbuka maupun tertutup memiliki dampak yang baik dan bisa juga berdampak buruk bahkan bisa berbahaya. Kita lihat dulu bergulirnya wacana ini dari awal; dan kita bisa bedah satu demi satu;

Presiden Joko Widodo mengakui telah menginstruksikan Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian agar gelar perkara kasus Ahok dilakukan secara terbuka.

Jokowi merasa keterbukaan dalam proses gelar perkara akan membuat jernih persoalan dan menghilangkan prasangka. Meski demikian, Jokowi juga memerintahkan Kapolri untuk mengkaji terlebih dahulu apakah gelar perkara terbuka tersebut dimungkinkan secara aturan perundang-undangan. Prakarsa Presiden Jokowi ini jelas memiliki multi tafsir dalam menterjemahkannya. Artinya bagi pencinta keadilan dan transparansi menganggap baik karena dengan digelar perkara ini secara terbuka maka perkara dugaan penistaan agama oleh Ahok akan jelas dan menjadi terang berderang. Dengan konsekwensi Jika Ahok terbukti menista agama maka penjara telah menunggu Ahok. 

Dan Ahok-pun dalam pernyataannya telah siap untuk ini. Lalu bagaimana jika dalam gelaran tersebut Ahok dinyatakan tidak bersalah dan dihentikan perkaranya? Inilah persoalan yang rumit bagi POLRI dalam mengolah persoalan ini.  Kita pasti tahu apapun yang dikerjakan Pemerintah selalu kurang dimata lawannya.

Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI), Munarman, berpendapat bahwa gelar perkara secara terbuka kasus dugaan penistaan agama yang melibatkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. adalah sebuah keanehan yang dilakukan oleh kepolisian."Gelar perkara secara terbuka itu satu keanehan luar biasa. Padahal gelar perkara itu mekanisme internal," kata Munarman di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (7/11/2016).

Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil mengatakan, gelar perkara di kepolisian pada dasarnya dilakukan secara tertutup, dengan penyidik independen dan bersifat rahasia. Hal tersebut tercantum pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Menurut Nasir, jika tetap dilakukan terbuka, justru akan menimbulkan persoalan hukum baru. "Karena dalam aturan hukum kita punya hukum acara dalam penyidikan.  Penyelidikan bersifat rahasia dan sangat independen. Nasir khawatir, pengusutan kasus Ahok menjadi tidak objektif. Sebab, publik bisa memberikan penilaian langsung atas proses hukum yang sedang berlangsung.

Begitu pula Wakil Ketua Komisi III DPR Benni K Harman mengatakan, gelar perkara secara terbuka sama saja membiarkan rakyat mengadil Ahok dan berpotensi mengakibatkan disintegrasi.

Saya sebagai pribadi memaknai perbedaan pandangan ini terjadi karena adanya maksud politik disatu sisi dan peletakkan kejujuran perkara pada sisi yang lain. Pemerintah telah memiliki kesimpulan utuh dan jernih bahwasanya secara implicit kasus Ahok tidak ada unsur penistaan. Makanya gelar perkara direncanakan terbuka adalah solusinya. Sementara bagi Pihak lain yang khawatir akan hasil akhir akan  bermanuver untuk melawan. Dari kacamata awam dapat dilihat bahwa kasus ini kalau mau jujur  murni adalah hanya tersinggungnya para ulama. Bukan ranah penistaan. Saya membayangkan jika tidak ada kontestasi Pilgub saat ini, pastilah masalah ini sudah selesai, paling jalan penyelesaiannya adalah Ahok datang dan memimta maaf kepada ulama kemudian perkaranya selesai.

Respon Kepolisian RI atas silang pendapat perihal gelar perkara tersebut diputuskan terbuka namun terbatas. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Agus Rianto) menyatakan, gelar perkara secara terbuka tak melanggar prinsip hukum.

"Dalam prinsip penegakan hukum tak ada yang kami langgar, ini taktik dan teknik upaya kami tunjukan kalau Polri itu transparan dan tak ada keberpihakan," kata Agus saat ditemui di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (7/11/2016).

Pun, Pakar hukum Asep Iwan Setiawan mengatakan, gelar perkara untuk kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok tidak lazim. “Namun, setelah saya perdalam, ternyata dalam KUHP tidak dilarang jika perkara digelar secara terbuka, misalnya ada pasal yang menyatakan kalau dalam kondisi tertentu dan kepentingan bangsa.. Ada azas manfaat yang jadi pertimbangan disitu,” katanya, Senin (7/11).

Pakar hukum tata negara Harjono berpendapat "Terbuka atau tertutup dalam gelar perkara hanya teknis. Mahkamah Konstitusi (MK) justru pernah membuka bukti yang diperiksa tertutup malah diperiksa dibuka," ujar Harjono kepada detikcom, Kamis (10/11/2016).

Kembali kepada tataran hasil dari gelar perkara yang akan digelar beberapa hari lagi, saya mulai khawatir Ahok akan diputus bersalah dan ketika akan dibawa kepengadilan beliau akan dipenjara.

Kekhawatiran saya yang pertama adalah;

Pendapat Doktor Hukum Jebolan Universitas Indonesia, Margarito Kamis mengatakan bahwa penetapan tersangka atas Ahok sebenarnya bisa dilakukan sangat cepat karena penyidik kepolisian hanya membutuhkan keterangan ahli agama, ahli pidana dan ahli bahasa untuk menetapkan Ahok berstatus tersangka. Ada 4 faktor yang membuat status tersangka kemungkinan besar ditetapkan penyidik Polri kepada Ahok.

Pertama, saksi-saksi dari kejadian di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016 yang sudah diperiksa kepolisian mengungkapkan bahwa kejadian pidato Ahok yang jadi sumber perkara itu benar-benar ada.
Kedua, analisis forensik dari bukti video rekaman pidato yang beredar menyatakan video tersebut asli, tidak dipotong, ditambah atau diedit.
Ketiga, saksi-saksi dari pihak gubernur juga menyatakan peristiwa itu ada dan pernyataan itu ada.
 "Dan faktor yang keempat paling krusial, perspesktif sistemik. Kalau surat Al Maidah 51 dalam Al Quran itu dijadikan obyek untuk membohongi oleh subjek, berarti Al Maidah alat membohongi dan berarti alat itu tidak benar. Kalau alatnya tidak benar, dan itu jadi bagian utuh dari Al Quran. Jadi Al Quran mana yang tidak benar? Setahu kita Al Quran cuma satu," jelas Margarito.

Kekhawatiran saya yang kedua adalah ;

berkali-kali dihadapan Para Ulama dan Organisasi Masa Islam, Presiden Jokowi menegaskan tidak akan melindungi dan mengintervensi kasus Ahok. Bahkan beliau dengan suara terhenti terasa berat mengucapkan nama Basuki T Purnama  sesaat keluar dari kunjungan ke kantor PP Muhammadiyah. Kemarin di Istana-pun saya melihat dari bahasa tubuh beliau Presiden terkesan  agak lemas dan sedikit terbata ketika menyuarakan kasus Ahok ini. Terlihat berat memang bagi seorang Presiden Jika berhadapan dengan tekanan massa dan organisasi yang telah menghukum Ahok sebelum palu Hakim dijatuhkan. 

Benar kata Prof yusril Ihza Mahendra jauh hari sebelum Demo 411 terjadi, beliau pernah menasehati bahwa  Pemerintah harus berhati-hati dalam mengelola kasus Ahok ini, salah kelola bisa bermuara kepada Presiden.

Sekian..salam persahabatan dan damai Indonesiaku 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun