Mohon tunggu...
efendi_Albandani
efendi_Albandani Mohon Tunggu... -

Moto"sukses itu adalah berpikir kemudian bertindak cepat".

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perilaku Melawan Takdir atas Kasus Munir

16 Oktober 2016   07:20 Diperbarui: 16 Oktober 2016   08:41 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasil gambar untuk kasus munir


Munir Said Thalib (lahir di Malang, Jawa Timur, *desember 1964 – meninggal di dalam pesawat Garuda Indonesia nomor penerbangan GA 974 tujuan Amsterdam, 7 September 2004, pada umur 39 tahun). Beliau adalah seorang aktivis HAM Indonesia keturunan Arab-Indonesia,  Jabatan terakhirnya adalah Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial. Saat menjabat Dewan Kontras namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu.

Bermula dari temuan jejak-jejak senyawa arsenikum dari hasil otopsi oleh Institut Forensik Belanda  pada tanggal 12 November 2004 lalu,  disimpulkan  Munir mati karena diracuni.

Prosespun bergulir dan pada 20 Desember 2005 Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi vonis 14 tahun hukuman penjara atas pembunuhan terhadap Munir. Hakim menyatakan bahwa Pollycarpus, seorang pilot Garuda yang sedang cuti, menaruh arsenik di makanan Munir, karena dia ingin "mendiamkan" pengkritik pemerintah tersebut. Hakim Cicut Sutiarso menyatakan bahwa sebelum pembunuhan Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior, tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut. Selain itu Presiden Susilo juga membentuk tim investigasi independen, namun hasil penyelidikan tim tersebut idak pernah diterbitkan ke publik. Saat ini kembali ramai dan mulai geger.

KOMPAS.com, 11 Oktober 2016 - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan, kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib, sudah selesai. Menurut dia, tidak ada lagi yang perlu diungkit dari kasus itu."Kasus Munir sudah kami sidang sebenarnya. Pelaku sudah diputus perkaranya. Polycarpus sudah dinyatakan bersalah dan menjalani hukuman. Sementara yang satunya lagi (Muchdi PR) sudah diputus bebas di pengadilan. Mau apa lagi? Bagi kami itu sudah dilakukan," ujar Prasetyo, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (11/10/2016).

Saya sebagai pribadi, jujur merasa risih ketika melihat segilintir orang yang terus-menerus mengungkit-ungkit masalah yang sebenarnya sudah selesai dan tidak perlu diperdebatkan lagi. Mereka itu seperti orang-orang yang kurang kerjaan, terus menerus berkutat pada hal yang tidak penting. Seberapa  pentingkah kasus ini kepada kesejakteraan dan kemakmuran rakyat? Seberapa besarkah pengorbanan seorang munir dalam memajukan ekonomi Indonesia? Dalam memperjuangkan Ham..iya, tapi yang lain?

Mari kita berpikir sejenak tentang hakekat hidup manusia. Manusia tidak bisa melawan Takdir. Karena Takdir bagian dari keimanan.

Saya memahami bahwa segelintir orang yang terus memperjuangkan kasus ini adalah untuk mencari keadilan. Tapi kembali lagi kita sebagai manusia hendaknya berpikir tentang esensi hidup dan esensi dunia. “Mencari keadilan di dunia itu sebenarnya mencari keadilan semu. Keadilan di dunia adalah ketidak-adilan itu sendiri”.

Saya menghitung siapapun presiden Indonesia tidak akan menyelesaikan persoalan ini, termasuk mereka para aktivis yang saat ini berada pada posisi mencari keadilan untuk seorng Munir. Tidak bisa selesai, meski mereka diberi kesempatan menjadi Presiden dan bagian dari pemerintahan.

Manusia memiliki keterbatasan. Sebagai muslim saya memahami benar isi kandungan Alquran  QS. Al Israa:85”Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”.

Kasus ini ada sebagai pesan  dari Tuhan tentang apa arti keterbatasan dan apa arti keadilan dunia.   

Melihat isi pernyataan dari Jaksa Agung perihal kata”selesai”. Menandakan Pemerintah telah bekerja maksimal. Pun segelintir orang yang memperjuangkan keadilan juga sudah maksimal. Mari berpikir hal yang konstruktif dan memiliki daya guna dimasa depan. Indonesia masih perlu kerja kerja dan kerja untuk mengejar ketertinggalan dan berusaha menggapai sejahtera.

Mari simpanlah energi kita untuk hal yang lain, berhentilah untuk mencari keadilan[lagi] untuk kasus Munir ini.....STOP !! saya bilang Stop !! meniru perkataan Presiden Jokowi pada Operasi Tangkap Tangan di Kementrian Perhubungan beberapa waktu lalu.. hmmmmm. Sepertinya kata ini cocok juga untuk kasus Munir ini.

Salam kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun