Mohon tunggu...
efendi
efendi Mohon Tunggu... Lainnya - felix

Bloggercrony. Single Parent. Kagama.

Selanjutnya

Tutup

Trip

Catatan Perlu Transformasi Bus Antarkota

10 Mei 2024   17:20 Diperbarui: 10 Mei 2024   17:24 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bus Double Decker. Sumber Kompas.com

Saya sering bepergian Jakarta-Jogja. Jogja merupakan kampung kelahiran, pulang ke Jogja untuk menjenguk ibu dan anak yang sudah beranjak dewasa.  Saya biasanya memilih perjalanan kereta api atau pesawat karena lebih nyaman, memiliki tempat pemberangkatan beserta tujuan yang jelas (misal stasiun pasar senin, bandara YIA dan sebaginya) serta memiliki waktu keberangkatan serta jarak tempuh (sampai tujuan) lebih pasti. Ada banyak teman yang hilir mudik setiap bulan atau bahkan akhir pekan pulang kampung itu sudah biasa karena alasan keluarga.

Belakangan ini, saya kebinggungan untuk memilih bus mana yang recomended untuk perjalanan keluar kota. Melalui aplikasi tiket dan traveloka, saya pun mencari tiket bus namun masih merasa kurang sreg dalam menentukan titik keberangkatan. Memang pemberangkatan bisa dilakukan di beberapa daerah dalam satu kota namun bagi orang awam tentunya tidak familiar dengan titik tersebut. Titik pemberangkatan yang merupakan agen bus ini kebanyakan memiliki lokasi yang tidak mudah dipahami terlebih adanya titik yang tidak ada di Gooolemap. 

Selain titik pemberangkatan, adanya kekhawatiran apakah agen bus tersebut akankah menerima tiket online yang sudah dipesan melalui aplikasi. Hal lain yang mempengaruhi yakni ada tidaknya ruang tunggu menunggu bus apakah nyaman atau hanya seadanya tanpa ada SOP (Standar Operating Procedure).

Saya pernah menggunakan bus antar kota dengan waktu tempuh Jakarta-Jogja sampai 30 jam saat libur lebaran di sekitar tahun 2005. Pernah juga kejadian diturunkan di tengah jalan tanpa ada kepastian posisi dimananya dan tanpa adanya kompensasi dari operator. Hal ini yang membuat trauma dan tak ingin menggunakan angkutan ini sebagai pilihan utama. 

Sekitar dua belas tahun kemudian, saya beranikan untuk mencoba naik bus lagi saat sudah mulai adanya pembelian online. Sayangnya pelayanannya masih mengecewakan, terutama dibandingkan dengan angkutan lain seperti kereta api. Tidak ada ruang tunggu, hanya disediakan kursi dipinggir jalan sehingga tidak nyaman menunggu dan terkesan agen seperti acuh tak acuh dengan penumpang online. Busnya pun tidak seperti yang diharapkan, tidak senyaman dengan yang ada di gambar. Tempat duduk juga tidak sesuai dengan yang dipesan bahkan pernah sekali ditaruh dipaling depan yang mana tidak ada penumpang yang mau duduk di kursi tersebut.

Sebenarnya saat ini sudah muncul beberapa armada bus terkini yang mampu menaikan minat calon penumpang seperti doubledecker dan sleeper bus. Di setiap kota sudah ada terminal yang dibangun oleh pemerintah daerah atau pun kementerian perhubungan. Namun sayang, terminal tersebut biasanya lokasinya di pinggiran atau jauh dari kota dan tidak semua memiliki SOP yang baik. Tidak seperti stasiun kereta api ataupun bandara, terminal bus tidak signifikan keberadaannya berguna bagi penumpang karena penumpang lebih menyukai datang ke agen perjalanan terdekat dengan penumpang.

Dilihat dari fisik terminal masih ketinggalan jauh dengan bandara dan stasiun kereta api tujuan jarak jauh seperti pasar senin atau gambir. Akses menuju terminal atau pun ke ruang tunggu juga tidak senyaman stasiun/bandara yang sudah steril dari non penumpang. Dari segi penataan toilet, lapak pedagang (UMKM) ataupun tempat ruang tunggu masih kurang menarik dan rapi. 

Dari segi keramahan, calon penumpang masih memiliki kesan negatif karena adanya kekhawatiran perlakukan yang berbeda apalagi saat pembelian langsung dengan yang online terutama saat check in penumpang. Padahal dengan adanya tiket online sebenarnya sangat penting terutama dalam pencatatan dan antisipasi adanya hal yang tidak diinginkan sehingga mudah mendeteksi penumpang dan bisa menjadi acuan perusahaan operator dalam menganalisis tingkat kinerja bus beserta armadanya. 

Adanya persepsi penumpang terhadap kesan premanisme dan minimnya rambu-rambu dalam terminal sehingga membuat terminal tidak memiliki kedekatan di hati penumpang. Naik bus antar kota tidak memiliki SOP tempat pemberangkatan dan tempat tujuan, perjalanan bus juga dinilai muter-muter kurang efektif. 

Padahal saat ini sudah ada tol yang seharusnya bisa dijadikan track/jalur atau semacam rel untuk bus supaya lebih cepat sampai ke tujuan. Dilihat dari aspek keselamatan, jalur tol lebih aman dan saat ini sudah tersebar hampir diseluruh pulau Jawa dan Sumatra. Dengan jalur tol, setidaknya penumpang tidak perlu melihat bibir jurang dalam perjalanan, kemacetan pinggir pasar atau pun tempat kumuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun