Transfer ke Daerah (TKD) merupakan dana yang dialokasikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, dan kota). Menurut UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, TKD sebagai salah satu sumber pendapatan daerah ditujukan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara pusat dan daerah (vertikal) dan ketimpangan fiskal antardaerah (horizontal), sekaligus mendorong kinerja daerah dalam mewujudkan pemerataan pelayanan publik di seluruh daerah. TKD meliputi Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan, Dana Desa, serta Insentif Fiskal.
Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) sebelumnya dilakukan secara terpusat di Jakarta. Namun, sejak tahun 2017, Kementerian Keuangan melakukan perubahan dalam mekanisme penyaluran DFDD dengan menunjuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang tersebar di berbagai daerah sebagai agen penyalur DFDD. Selanjutnya, mulai tahun 2022, penyaluran Dana BOS, Dana BOP PAUD, dan Dana BOP Pendidikan Kesetaraan yang merupakan bagian dari DAK Nonfisik, juga disalurkan melalui KPPN. Peran KPPN tidak berhenti di situ; mulai tahun 2023, KPPN bertugas menyalurkan semua jenis TKD untuk pemerintah daerah yang menjadi wilayah kerjanya.
Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pendapatan daerah berasal dari tiga sumber, yaitu pendapatan asli daerah (PAD), pendapatan transfer, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Dalam hal ini, TKD termasuk dalam kategori pendapatan transfer, yaitu pendapatan transfer dari pemerintah pusat. Pada tahun 2023, total anggaran TKD yang disalurkan oleh KPPN Amlapura untuk wilayah Kabupaten Klungkung, Kabupaten Karangasem, dan Kabupaten Bangli mencapai Rp2,8 triliun. Apabila merujuk pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2023 masing-masing kabupaten, TKD menjadi sumber pendapatan yang signifikan bagi pemerintah daerah. Rata-rata, TKD menyumbang sebanyak 68,43% dari total pendapatan daerah ketiga wilayah di Provinsi Bali tersebut. Secara lebih spesifik, Kabupaten Klungkung mendapatkan 67,17% dari pendapatan daerah melalui TKD, Kabupaten Karangasem mendapatkan 68,30%, dan Kabupaten Bangli mendapatkan 69,78%.
Dengan angka yang tidak sedikit ini, transparansi dalam penggunaan TKD menjadi hal yang krusial untuk memastikan pengelolaan yang efektif dan akuntabel. Transparansi berarti memberikan akses terbuka dan informasi yang jelas kepada publik mengenai alokasi, penggunaan, dan hasil dari penggunaan TKD. Dengan transparansi yang baik, masyarakat dapat memantau dan memeriksa bagaimana dana tersebut digunakan dan apakah digunakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan sehingga mengurangi risiko terjadinya korupsi atau penyalahgunaan dana.
Salah satu cara untuk meningkatkan transparansi adalah dengan menyediakan portal publik atau platform online yang memberikan informasi terperinci mengenai alokasi dana, rencana penggunaan, serta kemajuan dan hasil proyek yang didanai oleh TKD. Portal ini harus memberikan data yang lengkap mengenai hal-hal tersebut. Dengan adanya akses terbuka terhadap informasi ini, masyarakat dapat memastikan bahwa penggunaan TKD dilakukan secara transparan dan bertanggung jawab. Transparansi dapat membangun kepercayaan publik dan memperkuat partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Pemerintah harus berkomitmen untuk menerapkan transparansi sebagai bagian inti dari pengelolaan TKD guna mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan merata di seluruh daerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H