Ketidaksetaraan gender dapat berkontribusi dalam penyebaran HIV. Hal ini dapat meningkatkan angka orang yang terinfeksi, dan mengurangi kemampuan perempuan dalam mengatasi epidemi ini. seringkali, mereka (perempuan dan anak-anak) tidak mempunyai banyak informasi mengenai HIV dan sedikitnya sumber untuk mengambil langkah-langkah pencegahan.
Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan
Pada tahun 2015, negara-negara menyetujui kebutuhan pembiayaan komprehensif  untuk pengembangan, mengadopsi agenda pembangunan berkelanjutan baru, dan memetakan kesepakatan global secara universal dan mengikat secara hukum tentang perubahan iklim. Setelah menyelesaikan proses negosiasi yang berlangsung selama lebih dari dua tahun dan tampilnya partisipasi masyarakat sipil yang belum pernah terjadi sebelumnya, pemerintah-pemerintah bersatu dalam suatu agenda ambisius yang menampilkan 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan baru/ Sustainable Development Goals (SDGs) dan 169 target yang ingin dicapai pada tahun 2030.
Pada 28 November 2021, Wakil Sekjen PBB dan Direktur Eksekutif UN Women, Sima Bahous, mengunjungi Mesir secara sah untuk pertama kalinya. Dalam pertemuannya dengan Perdana Menteri Mesir, Moustafa Madbuly, Bahous menegaskan kembali bahwa, "adalah komitmen UN Women dalam mendukung Pemerintah untuk mencapai tujuan dari Strategi Nasional untuk Pemberdayaan Perempuan Mesir 2030."
Direktur Eksekutif Bahous juga mengambil kesempatan untuk menjalin hubungan dengan mitra nasional dan regional di Mesir, termasuk organisasi masyarakat sipil, perwakilan dari sektor swasta dan penerima manfaat dari program UN Women. Dalam percakapannya dengan mitra utama, ia membicarakan mengenai cara untuk memberdayakan perempuan secara ekonomi melalui iklusi finansial, akses ke pekerjaan yang baik dan kewirawastaan, memajukan ekonomi perawatan berbayar dan akses untuk keberlangsungan hidup pengungsi perempuan.
Direktur Eksekutif  UN Women, Sima Bahous, berkunjung ke Mesir bertepatan dengan kampanye 16 Hari Aktivisme Melawan Kekerasan Berdasarkan Gender secara global yang dimulai dari 25 November hingga 10 Desember dengan tema "Orange the World: End Violance against Women Now!". "Kita tidak boleh mengabaikan jutaan perempuan yang selama hidupnya mendapakatkan kekerasan atas dasar gender. Semua orang memiliki peran dalam hal ini. Saya meminta kalian untuk bergabung dengan UN Women, di seluruh dunia, secara global memanggil kalian untuk mengakhiri impunitas dan diakhirinya budaya global yang masih tidak menganggap serius kekerasan berdasarkan gender tersebut."
Dapat penulis simpulkan bahwa masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak masih marak terjadi dan merupakan masalah yang sangat serius di negara-negara di seluruh dunia. Dengan 16 Hari Aktivisme Melawan Kekerasan Berdasarkan Gender secara global yang diselenggarakan pada 25 November hingga 10 Desember bertema "Orange the World: End Violance against Women Now!" membuktikan bahwa pemerintah hingga masyarakat sipil harus lebih sadar lagi dan memperjuangkan gerakan feminisme bersama-sama.
"Orange the World" yang dimaksud disini adalah memenjarakan pelaku yang melakukan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak, dengan begitu tindak kekerasan dapat perlahan-lahan dapat diminimalisir dan diberantas tuntas. Perempuan dan anak-anak akan dapat merasa aman dan keadilan ditegakkan dan kesetaraan gender dalam dunia kerja, pendidikan, politik, ekonomi, dan sebagainya juga dapat tercipta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H