Kenaikan tarif PPN yang direncanakan pemerintah pada awal 2025 mendapat tanggapan positif dari beberapa pihak, seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani dan ekonom Dr. Kumara Adji Kusuma. Sri Mulyani menekankan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendukung pertumbuhan ekonomi melalui prinsip keadilan dan gotong-royong dalam sistem perpajakan. Penerimaan tambahan dari PPN juga diharapkan dapat digunakan untuk mendanai program-program penting seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Selain itu, Dr. Kumara Adji Kusuma mengakui bahwa kenaikan PPN dapat memberikan sumber pendapatan tambahan bagi pemerintah yang dapat digunakan untuk tujuan fiskal, meskipun ia menekankan pentingnya pengelolaan dana dengan hati-hati untuk menghindari dampak negatif.
Rencana pemerintah Indonesia untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada awal tahun 2025 bertujuan untuk memperkuat pendapatan negara guna mendanai pembangunan nasional. Kebijakan ini diharapkan dapat memperkuat stabilitas fiskal dan mendukung pendanaan program-program prioritas, termasuk di sektor infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Meskipun demikian, dampak dari kebijakan ini terhadap daya beli masyarakat, khususnya kelompok dengan pendapatan rendah, memerlukan perhatian yang cermat agar tidak menambah beban ekonomi masyarakat secara signifikan.
Berbagai kritik yang muncul dari sektor usaha, serikat pekerja, dan tokoh masyarakat menunjukkan kekhawatiran terhadap potensi kenaikan biaya hidup dan tantangan bagi kelangsungan usaha. Oleh karena itu, untuk memitigasi dampak negatifnya, pemerintah perlu mengimplementasikan kebijakan pendamping, seperti pemberian subsidi atau insentif bagi kelompok yang terdampak, guna menjaga keseimbangan antara peningkatan pendapatan negara dan keberlanjutan kesejahteraan masyarakat.
kebijakan kenaikan PPN juga menuai kritik keras dari beberapa kelompok. Adhi S Lukman, Ketua Umum GAPMMI, menilai bahwa kenaikan tarif PPN ini akan memicu kenaikan harga barang, terutama di sektor makanan dan minuman olahan yang sangat sensitif terhadap harga, sehingga membebani konsumen. Kelompok buruh, yang dipimpin oleh Said Iqbal, juga menentang kebijakan ini karena berpotensi menekan daya beli masyarakat, mengancam kelangsungan usaha, dan meningkatkan potensi PHK. Selain itu, kritik tajam datang dari Rocky Gerung yang menganggap kenaikan PPN sebagai bukti frustasi pemerintah yang tidak berhasil memenuhi target pajaknya, serta menyatakan bahwa kebijakan pajak ini malah dapat memicu ketidakpuasan di kalangan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H