Mohon tunggu...
Cerpen

Impian yang Sirna

9 November 2016   19:28 Diperbarui: 9 November 2016   19:34 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bom pun dijatuhkan bertubi-tubi. Suara letusan dimana-mana. Api menyambar bangunan sekolah. Suara senapan pun tak luput dari pendengaran Dewi. Pandangan Dewi mulai kabur, dan napas nya tersengal. Api telah menjalar ke seluruh penjuru kelas dan asap membumbung ke udara. Dewi menyeret kakinya dan berusaha untuk berjalan.

Dor! Sebuah suara tembakan menyentak telinga Dewi. Dengan reflek, ia menoleh kearah sumber suara tersebut.

“TIDAK! JANGAN BUNUH DIA!” teriak Dewi ketika ia melihat kekasih nya, Anton, yang merupakan guru seperti dirinya, jatuh terjerembab ke tanah tak berdaya. Darah mengalir dari tubuh Anton. Napas Anton melemah dan dadanya sesak. Dewi menghampirinya dan memeluknya sambil berlinang air mata.

 “Tuhan! Aku mohon! Jangan tinggalkan aku, Anton! Kamu tidak bisa mati….” tangis Dewi terisak-isak. “Ma..afkan aku.. De..wi.. Cepat la..ri,” kata Anton dengan terbata-bata.

“Tidak! Aku tidak akan pernah meninggalkanmu Anton! Biarlah aku mati bersamamu. Biarlah jiwa kita selalu bersatu sampai akhir hayat,” kata Dewi dengan suara parau sambil bercucuran air mata. “Balas..kan perbuatan me..reka.. Jangan biar..kan mereka menjajah ki…” suara Anton melemah setiap kata demi kata yang ia ucapkan. Tak sempat ia menyelesaikan kalimatnya, sang pencabut nyawa telah merenggut nyawanya. Mata nya menutup dan terpejam. Jantungnya berhenti berdetak dan napasnya sudah tidak terdengar.  

“TIDAAAAAKKKKKK!” teriak Dewi histeris. Dewi mengguncangkan tubuh Anton tanpa harapan. “Aku akan membalas perbuatan kalian semua hai para penjajah!” teriak Dewi dalam batin nya. Ia bangkit berdiri dan mengerahkan seluruh tenaganya untuk berjalan. “Kalian akan menyesal telah menjajah kami!”

Dewi berjalan perlahan. Napasnya terengah, debu reruntuhan bangunan bertebaran dan menyelimuti paru-parunya. Kakinya seakan mati rasa, luka bakar pada kakinya seakan menusuk sampai ke sumsum tulang dan ototnya.

“Tolong aku…. Aku takut.. Siapapun aku mohon!” sayup-sayup terdengar isakan dari dalam salah satu kelas. “Suara siapa itu?” batin nya.

“Tunggu, ibu akan menolongmu!” seru Dewi  sambil berjalan menuju ruangan kelas tersebut dengan sekuat tenaga. Si jago merah berkobar seakan menelan dan melahap seluruh ruangan kelas tersebut. Dewi memutar pandangan nya ke sekeliling ruangan kelas tersebut. Ia menangkap sosok seorang anak kecil yang sedang menangis tersedu-sedu dengan luka bakar yang telah memenuhi kullit tubuhnya.

“Dedi! Jangan bergerak! Ibu akan membawamu keluar!” teriak Dewi ditengah api yang menyala-nyala. Atap bangunan mulai roboh, dan api semakin membesar. Asap menyeruak dan menutupi pandangan Dewi. Dewi terbatuk-batuk dan melangkah mendekati Dedi. Tanpa disadari Dedi, sebuah kayu reruntuhan atap kelas terjatuh dan menuju tubuh Dedi. Dengan reflek, Dewi langsung berlari menembus api dan memeluk Dedi.

Kayu yang dipenuhi api menghantam tubuh Dewi dengan keras. Darah mengalir dari tubuhnya dan menetes kelantai. Pantang menyerah, dengan sisa-sisa tenaga,  ia mengerahkan segenap kekuatan nya dan Dewi mengangkat Dedi dan menggendongnya dalam pelukan nya. Pandangan Dewi mulai kabur, matanya berkunang-kunang, bagai selaput yang perlahan menghalangi penglihatan nya. Kepalanya mulai berputar, seperti vertigo dan otaknya seakan membeku. Telinga nya menjadi tuli seketika. Dengan tergopoh-gopoh ia berjalan sambil membawa Dedi keluar dari kelas tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun