PENDAHULUAN
Sebelum masuk dalam pokok tulisan artikel ini, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu, mengenai manajemen SDM (Sumber Daya Manusia) serta manajemen perencanaan strategis.
- Sekilas Tentang Manajemen SDM dan Manajemen Perencanaan Strategis
Berikut ini pengertian manajemen SDM dari berbagai ahli diantaranya[1] :
Manajemen SDM adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. (Malayu Hasibuan)
Manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian dari pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemberhentian karyawan dengan maksud terwujudnya tujuan perusahaan, individu, karyawan dan masyarakat. (Edwin B.Flippo)
Manajemen personalia adalah suatu proses pengembangan, menerapkan, dan menilai kebijakan, prosedur, metode, dan program yang berhubungan dengan individu karyawan dalam organisasi. (John Miner dan Mary Miner)
Dengan demikian, terdapat kesimpulan yang ditarik dari pengertian-pengertian tersebut, pertama, fokus kajian manajemen SDM adalah masalah tenaga kerja manusia yang diatur menurut urutan fungsinya agar efektif dan efisien dalam mewujudkan tujuan perusahaan, karyawan dan yang terlibat di dalamnya. Kedua, karyawan adalah pelaksana, pelaku dan selalu berperan aktif dalam setiap aktivitas perusahaan.[2] Selanjutnya akan dijelaskan mengenai dasar Alkitabiah, peran, tujuan, metode dan peramalan rencana strategis SDM.
Dasar Alkitabiah Rencana Strategis SDM
Berikut ini akan disebutkan landasan nas Alkitab mengenai manajemen perencanaan strategis.[3]
Injil Lukas 14 : 28-31 Tuhan Yesus menegaskan bahwa perencanaan menjamin keberhasilan dalam pekerjaan, apapun bentuk pekerjaan itu
Penulis Amsal dalam Amsal 31 : 10-31, menguraikan dengan jelas tentang keampuhan memanajemeni perencanaan bagi kehidupan masa depan yang sukses
Nehemia 2 : 20 menunjuk kepada tokoh nyata yang menegaskan bahwa keberhasilan menjalankan perencanaan dijamin oleh Tuhan
Jadi dari penjelasan tersebut, keberhasilan suatu perencanaan ditentukan dan dijamin oleh Tuhan, suatu perencanaan yang mendapat restu dariNya pasti akan berhasil, serta perencanaan yang benar dan bertanggung jawab akan membawa hasil dengan dampak besar bagi semua orang.
Peran dan Tujuan Perencanaan Strategis SDM[4]
Yang menjadi peranan dari perencanaan strategis adalah memilih tujuan dan cara terbaik untuk mencapai tujuan tersebut dari beberapa alternatif yang ada. Rencana merupakan sejumlah keputusan yang menjadi pedoman untuk mencapai satu tujuan tertentu.
Selanjutnya mengenai tujuan perencanaan SDM strategis antara lain :
- Untuk menentukan kualitas dan kuantitas karyawan yang akan mengisi semua jabatan
- Untuk menghindari terjadinya mismanajemen dan tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas
- Untuk menghindari kelebihan dan kekurangan karyawan
- Menjadi pedoman dalam melaksanakan mutasi (vertikal atau horizontal) dan pensiun karyawan
- Menjadi dasar dalam melakukan penilaian karyawan
Metode dan Peramalan Rencana Strategis SDM[5]
Metode perencanaan SDM terdiri dari metode ilmiah dan non ilmiah. Metode non ilmiah adalah bahwa perencanaan SDM hanya didasarkan atas pengalaman, imajinasi, dan perkiraan-perkiraan dari perencananya saja. Metode ini mengandung resiko besar yang berakibat mismanajemen dan pemborosan yang merugikan perusahaan. Metode ilmiah adalah perencanaan SDM dilakukan berdasarkan atas hasil analisis data, informasi dan peramalan-peramalan. Metode ini mengandung resiko yang kecil, karena segala sesuatunya telah diperhitungkan dahulu.
Perencana SDM yang baik adalah ia dapat meramalkan masa depan dengan cara memproyeksikan hasil analisis informasi yang diperolehnya. Tujuan peramalan antara lain :
- Meramalkan kebutuhan dan persediaan tenaga kerja yang ada
- Meramalkan kemajuan perusahaan dan teknologi sehingga harus dilaksanakan pelatihan dengan kurikulum yang tepat
- Meramalkan kemajuan pendidikan dan peningkatan kemampuan SDM
- Meramalkan kebutuhan akan jenis-jenis kecakapan yang berlainan dan jenis SDM pada masa yang akan datang
- Meramalkan kebijaksanaan perburuhan pemerintah seperti usia, UMR, dan jam kerja
Itulah metode dan peramalan SDM strategis yang digunakan dalam melaksanakan manajemen perencanaan yang baik.
Setelah membahas tentang manajemen SDM dan manajemen perencanaan strategis secara universal, pada bagian berikut ini, penulis akan menjelaskan masalah manajemen perencanaan strategis yang terjadi pada gereja, khususnya di gereja POUK Pelita.
- Latar Belakang Masalah Tentang Perencanaan Strategis di Gereja
Sesuai dengan judul yang telah dibuat oleh penulis yaitu tentang kepemimpinan yang berkelanjutan, maka masalah yang di angkat pada makalah ini juga berhubungan dengan bagaimana mengkader para pemimpin untuk mampu melanjutkan kepemimpinan di gereja. Masalah mengenai keberlanjutan kepemimpinan, yang sering muncul di gereja menurut penulis, tidak seharusnya terjadi, jika proses estafet kepemimpinan dapat diatur dan direncanakan sedemikian rupa, sehingga melalui sistem suksesi kepemimpinan yang berjalan itulah, seorang pemimpin yang dianggap layak untuk melanjutkan kepemimpinan dapat dilahirkan. Dari hasil pengamatan penulis, masalah-masalah yang dominan mempengaruhi kepemimpinan yang berkelanjutan di gereja (POUK Pelita Cimanggis) adalah sebagai berikut :
Tidak ada program perencanaan yang strategis yang dibuat gereja dalam rangka mencari pemimpin gerejanya. Sama sekali tidak ada program pengkaderan atau pembinaan bagi jemaat untuk dipersiapkan menjadi calon pemimpin di gereja
Belum adanya kesadaran dari para majelis (penatua dan diaken) yang sekarang menjabat, untuk memikirkan siapa calon-calon pemimpin mendatang, yang akan di kaderisasi supaya siap, mampu dan kompeten untuk melakukan pelayanan jabatan gerejawi
Program pembinaan yang sekarang terjadi hanyalah dilakukan pada rentang waktu yang sangat singkat, yaitu pembinaan majelis diadakan setelah pemilihan majelis usai, yang sudah didapatkan siapa saja orang-orangnya yang menduduki jabatan gerejawi. Hal ini bagi penulis adalah suatu yang sangat terlambat untuk melatih dan membina para majelis yang terpilih itu (waktu pembinaan kira-kira 1 sampai 2 bulan saja)
Program pembinaan yang terlambat itu, juga hanya merupakan semata-mata pembinaan teknis dan bersifat formal, mengenai penyelenggaraan ibadah, teknik khotbah dan pemahaman umum tentang administrasi gereja. Pembinaan tidak menyentuh ke ranah teologi Kristen yang mendalam seperti, ilmu tafsir (eksegesis), sejarah gereja, dogmatika (teologi sistematika) dan pendidikan karakter Tuhan Yesus
Belum adanya pembina yang cocok dalam melakukan pembinaan kepada para majelis, serta untuk membuat suatu rencana strategis kepemimpinan yang berkelanjutan secara sistematis
Inilah yang menjadi permasalahan di gereja POUK Pelita, yang menjelaskan bahwa suatu perencanaan strategis sangat perlu untuk diterapkan dalam organisasi gereja. Dengan penerapan manajemen perencanaan strategis yang efektif dan efisien, sudah dapat dipastikan bahwa, program kepemimpinan yang berkelanjutan akan berjalan dengan baik dan nantinya akan mendapatkan calon-calon pemimpin yang berkualitas unggul.
METODE
Dalam artikel ini, secara general penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif, yang terdiri atas pengamatan langsung dan studi kepustakaan, artinya penulis melakukan pengamatan langsung terhadap lokasi penelitian (gereja POUK Pelita), hal ini untuk mengetahui permasalahan apa yang terjadi di gereja mengenai kepemimpinan yang berkelanjutan. Sedangkan, kajian studi kepustakaan digunakan untuk melengkapi teori-teori yang mendukung pada penulisan artikel ini. Melalui studi kepustakaan, penulis mengkaji teori yang mendukung yaitu tentang manajemen perencanaan strategis, kepemimpinan berkelanjutan dan apa saja yang harus dilakukan gereja dalam rangka membina dan melakukan kaderisasi anggota jemaatnya, supaya menghasilkan sumber daya manusia yang kompeten dan mampu menjalankan kepemimpinan di gereja. Bagian berikutnya akan dipaparkan mengenai konsep kepemimpinan oleh rasul Paulus.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kepemimpinan yang Berkelanjutan yang dilakukan oleh Rasul Paulus
Tidak dapat dinafikan bahwa model kepemimpinan Paulus terhadap jemaat, yang satu mungkin saja berbeda dengan model kepemimpinan yang diterapkan terhadap jemaat lainnya. Satu hal yang pasti, setiap jemaat mempunyai konteks multidimensi dan kekhasan karakternya, sehingga masing-masing membutuhkan model kepemimpinan yang relevan dengannya. Berikut ini dijelaskan beberapa hal yang merupakan pembelajaran kepemimpinan secara teologis dari Paulus, guna memantapkan program kepemimpinan yang berkelanjutan pada gereja dewasa ini. Beberapa hal yang dimaksud antara lain :[6]
- Sebagai pemimpin umat, ia berusaha memperlengkapi diri dengan berbagai kecakapan, baik gramatika, korespondensi, retorika, maupun berbagai pemikiran filsafat dan teologi. Sehingga, ia terbekali dengan kecerdasan, hikmat dan kemampuaan retoris dan mampu menyampaikan gagasan-gagasan yang rumit dalam bahasa yang mudah dipahami. Sebagai pemimpin ia tidak malas untuk memperlengkapi diri dengan berbagai pengertian, pengetahuan dan keterampilan
- Dengan sikap kritis, Paulus menghormati dan menghargai tradisi, ia berani melakukan interpretasi kreatif atas tradisi yang diwarisi, dan memberi makna baru yang lebih relevan dengan konteks pelayanannya
- Paulus menyadari akan tugas panggilannya, oleh karenanya, ia pantang untuk menggadaikan panggilannya keuntungan keuangan dan material. Dalam pelayanannya ia berusaha untuk tidak membebani jemaat, namun demikian ia juga mengingatkan untuk mencukupkan kebutuhan hidup para pelayanNya (1 Timotius 5 : 18)
- Dalam melayani jemaat, Paulus tidak membeda-bedakan jemaat mana yang harus dilayani lebih dahulu, orang Yahudi bukan Yahudi, laki-laki atau perempuan, tua atau muda, kaya atau miskin. Bagi Paulus, di hadapan Tuhan semua manusia sama kedudukannya
- Sebagai pemimpin ia terbuka untuk autokritik. Ia tidak segan mengoreksi kesalahan yang pernah dibuatnya. Ia menerima ukuran-ukuran Allah yang tak terjangkau oleh pemikirannya itu bagi dirinya (Roma 11 : 33-36)
- Sebagai seorang pemimpin, Paulus bertumbuh dalam iman, ia tidak merasa “sudah selesai” atau “sudah sampai” pada puncak pengertiannya. Sebaliknya, ia senantiasa mencari dan menghayati perjumpaannya dengan Allah secara sungguh. Iman yang hidup tidak dikurung dalam doktrin yang beku, melainkan dihayati dalam kehidupan bersama Allah
- Sebagai pemimpin jemaat, Paulus menyadari keterbatasan dirinya bahwa, ia tidak mampu menangani segala hal sendiri, bahwa ia akan menjadi semakin tua. Karena itu, dalam melakukan tugas pelayanannya dengan sadar ia melibatkan anggota-anggota jemaat, melatih dan mempersiapkan kader penggantinya, serta memberdayakan semua potensi jemaat untuk mendinamisasi pertumbuhan dan perkembangan jemaat
Di poin terakhir itulah yang merupakan penekanan terkait dengan pokok masalah makalah ini yaitu kaderisasi. Belajar dari Paulus di dalam proses kepemimpinannya, ia tidak melupakan keberlanjutan pelayanannya di dunia. Paulus secara sadar dan profesional mengkader orang-orang (muridnya) supaya meneruskan kegiatan pekabaran Injil, ketika ia nantinya sudah berusia lanjut. Hal ini menandakan bahwa program kaderisasi sudah sejak lama berlangsung, bahkan pada zaman Tuhan Yesus. Tuhan Yesus juga mengkader para muridNya agar mampu mengabarkan kebangkitanNya kepada semua orang, berikut ajaran-ajaran yang telah disampaikan pada saat masa pelayananNya di dunia ini.
Karakter kepemimpinan seperti Paulus teladankan ini, seharusnya menjadi karakter bagi para pemimpin gereja dan para pejabat gerejawi sekarang ini. Di banyak gereja, spiritualitas para pejabat gerejawinya sering merosot, salah satu penyebabnya adalah kaburnya prinsip-prinsip dan karakter kepemimpinan Kristen seperti yang dilakukan Paulus. Godaan materialisme, individualisme, dan keinginan untuk memperoleh kekuasaan serta kehormatan sering menghambat para pejabat gerejawi dalam usaha pelayanannya. Dalam era zaman seperti ini, tepat rasanya jika gereja, para pemimpin gereja, dan seluruh umat Kristen merefleksikan dan mempelajari kembali sikap dan kepribadian Paulus sebagai sosok pemimpin jemaat yang setia terhadap tugas dan panggilannya.[7] Bagian selanjutnya akan dijelaskan tentang karakter utama bagi seorang pemimpin di masa sekarang ini.
Penyempurnaan Karakter Pemimpin yang Visioner dan Berintegritas Sebagai Pra Syarat Utama Dalam Rangka Kepemimpinan yang Berkelanjutan
Karakter yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin adalah visioner. Namun sebelumnya akan dijelaskan sedikit tentang apa sebenarnya visi itu. Visi adalah kemampuan melihat lebih dari keadaan normal, yaitu suatu kemampuan mental untuk mengimajinasi dan kemampuan untuk melihat serta memahami sesuatu yang tidak terlihat oleh orang kebanyakan.[8] Jika dihubungkan dengan visi pemimpin Kristen, maka visi juga berarti kemampuan untuk melihat keinginan suci yang ditulis oleh Sang Pencipta di dalam batin (guna menjawab kebutuhan) yang berkaitan erat dengan pemenuhan hidup seseorang atau setiap individu bagi diri maupun organisasi yang dipimpinnya.[9]
Selain itu, seorang pemimpin juga harus memahami tentang karakteristik visi tersebut. Beberapa karakteristik visi adalah sebagai berikut :[10]
- Visi bersifat ilahiah, berasal dari Allah yang menuliskan keinginan suci di dalam batin setiap individu dan mendorong individu dimaksud untuk mencari isi hatiNya
- Visi menjelaskan tentang mengapa kita berada dan apa tujuan keberadaan kita, serta ke arah mana hidup kita tertuju
- Visi bersifat dulu, kini, dan besok, untuk itu kita harus menggali, memimpikannya dan melihatnya dengan jelas serta mengambilnya sebagai dasar bagi hidup dan kepemimpinan kita
- Visi berkenaan dengan kebutuhan dasar dari kehidupan yang berhubungan dengan kepentingan pribadi serta kepemimpinan dalam suatu organisasi. Visi yang sejati juga harus bersifat obyektif, profitable dan pragmatis bagi banyak orang sekalipun visi dimaksud adalah visi pribadi untuk pribadi. Dengan demikian sesuatu yang disebut sebagai visi itu harus selalu membawa kebaikan dan kemanfaatan bagi banyak pihak, karena visi yang benar memiliki unsur altruistic, artinya visi tersebut membawa keuntungan bagi pemimpin, orang yang dipimpin dan situasi kepemimpinan
- Visi membuka mata untuk melihat kekuatan saat ini dan hal-hal yang mungkin dicapai di masa depan, serta memberanikan untuk melompat ke air yang dalam. Visi yang sejati akan menolong setiap orang untuk memahami bahwa ia memiliki kekuatan dalam dirinya untuk melaksanakannya, dan ada kepastian tentang suatu yang akan terjadi karena ia dapat melakukannya dan ada keberanian untuk bertindak maju untuk memasuki masa depan
Dengan mengetahui dan memahami pengertian serta karakteristik visi tersebut, maka seorang pemimpin yang visioner harus menerapkan seluruh aspek tersebut di dalam proses kepemimpinannya. Pemimpin yang visioner itulah yang mengarahkan serta mempengaruhi para pengikutnya untuk bersama-sama mencapai visi yang telah dirumuskan, digumulkan dan diperjuangkan. Melalui seni komunikasi yang baik, diharapkan seorang pemimpin yang memiliki penglihatan yang jauh dan mendalam terhadap prospek organisasinya dapat mengupayakan supaya orang-orang yang dipimpinnya berkeinginan dan bersedia secara sukarela dan sukacita untuk menyukseskan visi sang pemimpin.
Karakter selanjutnya adalah berintegritas. Menjadi seorang yang berintegritas sangat sulit dan jarang ditemukan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat mempertahankan integritasnya dalam situasi apapun. Menjadi pemimpin yang berintegritas, dasarnya adalah meniru pribadi Allah. Dia adalah Allah yang berjanji dan menepati semua janjiNya, sehingga Dia bisa dipercayai (Mzm 105 : 8). Integritas Alkitabiah bukan semata-mata masalah melakukan hal yang benar, masalahnya adalah memiliki hati yang benar dan mengizinkan pribadi yang ada di dalam untuk mencocokan perbuatannya dengan pribadi yang ada di luar.[11] Karena Allah tidak mungkin berbohong (Ibr. 6 : 18), Dia adalah sumber pengharapan tertinggi, kata ya yang diucapkan Allah adalah tetap ya, tidak Nya selamanya tidak (Yak 5 : 12). Keterpercayaan Allah ini mengandung sisi negatif dan positif. Negatifnya adalah Allah tidak akan berubah pikiran karena disuap atau karena rengekan, sedangkan positifnya kalau Allah berjanji Dia pasti menepati janjiNya.[12] Allah adalah integritas, Dia tidak semata-mata bertindak dengan integritas, integritas adalah karakterNya. Kebajikan integritas alkitabiah menunjuk kepada konsistensi antara yang di dalam dan yang di luar, antara apa yang dipercaya dan perilaku antara ucapan-ucapan dan cara-cara kita, sikap dan nilai yang kita lakukan.[13]
Apa yang kita lakukan pada saat kita merasa bahwa perbuatan kita tidak diketahui orang lain menunjukkan level integritas kita. Integritas diukur dari apa yang kita pikirkan, katakan, dan lakukan pada saat kita benar-benar sendirian. Orang yang memiliki integritas tidak memiliki sesuatu yang perlu disembunyikan atau ditakuti. Jalan menuju integritas begitu sulit dan berliku, begitu banyak pemimpin Kristen yang jatuh dalam area integritas, berkompromi dalam area kuasa, uang dan seks. Jangan berlaku seperti orang Farisi yang merasa diri lebih baik dari pemungut cukai, karena sikap tersebut dikutuk oleh Yesus. Jika sebagai seorang pemimpin kita merasa bahwa kita berdiri teguh, berhati-hatilah agar tidak jatuh.[14]
Menjadi pemimpin yang berintegritas adalah ciri khas yang sangat langka, sulit untuk ditemukan, ketika berhasil ditemukan seringkali usianya sudah memasuki usia lanjut, mengapa demikian?. Hal itu karena untuk memiliki integritas yang otentik memerlukan suatu perjuangan yang tidak main-main, seluruh hidup kita merupakan perjuangan dalam mencapai otentisitas suatu intergritas. Banyak pemimpin di luar sana, yang memiliki integritas bergantung pada tempat di mana ia bekerja, situasi tertentu, jabatan tertentu, bahkan peranan tertentu. Hal-hal itu sering terjadi bahkan di gereja sekalipun. Ketika ia menjabat sebagai pendeta jemaat dan menjabat sebagai pendeta wilayah maupun menjabat sebagai pendeta sinode pusat, pasti otentisitas integritasnya akan berbeda. Artinya, sikap yang disebut sebagai “fleksibilitas” atau “kompromistis” terhadap berbagai hal akan semakin meninggi seiring dengan naiknya jabatan yang diembannya (pendeta aras lokal / jemaat sampai pendeta aras sinode pusat). Hal tersebut tidak dapat disangkal. Namun persoalannya adalah sampai berapa lama kondisi tersebut bertahan? Dengan demikian, pada tulisan ini, ditegaskan apabila ingin menjadi seorang pemimpin, faktor integritaslah yang harus dipegang teguh dan terus dikembangkan sampai kepada posisi tertinggi seorang pemimpin. Semakin tinggi posisi kepemimpinan seharusnya semakin kuat dan kokoh pula integritasnya.
Pentingnya Program-program Kepemimpinan yang Berkelanjutan Dalam Gereja Untuk Menghadapi Era Digital
Sebelumnya telah disinggung mengenai permasalahan manajemen perencanaan strategis yang terjadi pada gereja POUK Pelita, oleh karena itu penulis mencoba mengusulkan program-program pembinaan yang dapat diterapkan pada gereja tersebut. Program kepemimpinan yang berkelanjutan ini juga merupakan program pengembangan SDM untuk peningkatan kualitas SDM di gereja itu.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa program pengembangan SDM dalam gereja sangat penting dilakukan secara terus-menerus agar menghasilkan pemimpin-pemimpin yang lebih baik lagi. Akan tetapi, hal yang menjadi tantangannya adalah soal biaya, soal waktu yang terbatas, soal kualitas programnya bahkan sampai soal instruktur yang tidak ahli dalam mengajar atau melatih para peserta. Hal-hal tersebut merupakan kendala yang harus diminimalisir bahkan ditiadakan. Pada bagian ini, penulis ingin memberikan beberapa usulan program inti pengembangan SDM kepada gereja POUK Pelita. Program-program yang dimaksud antara lain :
- Program untuk pembinaan Majelis Jemaat terdiri dari :
Pelatihan tata cara liturgi. Tujuannya supaya, para majelis mampu melayankan seluruh liturgi dengan baik dan teratur sesuai urutan yang telah disepakati
Pelatihan ilmu teologi dan kepemimpinan. Tujuannya bagi para majelis harian, yaitu ketua, wakil, sekretaris dan bendahara, agar dalam proses pengambilan keputusan, pemecahan masalah, fungsi-fungsi manajemen, pembentukan karakter seorang pemimpin pelayan, mengelola rekan kerja dan pengetahuan ilmu teologi khususnya Alkitab dan dogmatika, dapat diperdalam atau dipelajari secara terfokus
Pelatihan menafsir dan berkhotbah. Melalui pelatihan ini diharapkan, para majelis lebih berani, menyukai serta tergerak hatinya untuk mengabarkan berita kebenaran berdasarkan firmanNya. Baik kepada diri sendiri, keluarga, rekan sepelayanan dan kepada seluruh jemaat di gereja
- Program pembinaan untuk jemaat terdiri dari :
- Seminar Alkitab. Melalui program pembinaan ini diharapkan seluruh jemaat dapat mengerti isi Alkitab, baik sejarahnya, tujuannya, tafsirannya, maknanya dan aplikasinya terhadap kehidupan masa kini. Pembinaan ini juga bertujuan untuk lebih memperdalam pengetahuan jemaat di masing-masing kitab
- Pembinaan doktrin (dogma) agama Kristen. Sudah bukan rahasia lagi kalau saat ini sangat banyak doktrin tentang agama Kristen yang berkembang. Doktrin-doktrin tersebut ada yang memiliki kesamaan, tetapi banyak juga yang menyimpang bahkan jauh berbeda. Melalui pembinaan inilah, gereja membentengi jemaatnya agar tidak terpengaruh oleh dogma-dogma yang tidak sehat, salah, dan cenderung menyesatkan
Semoga, program-program yang penulis usulkan dapat diterima dengan baik serta dilaksanakan dengan komitmen yang mantap, agar pengembangan SDM di gereja POUK Pelita dapat terwujud dan berkelanjutan. Bagian selanjutnya penulis akan menyimpulkan tulisan ini.
KESIMPULAN
Setelah diuraikan mengenai manajemen perencanaan strategis, ciri khas kepemimpinan Kristen yang Alkitabiah, pentingnya program perencanaan kepemimpinan yang berkelanjutan di gereja dan beberapa usul tentang programnya tersebut, maka pada bagian ini penulis akan menyimpulkannya. Pertama, untuk mendapatkan pemimpin yang efektif, efisien serta memenuhi kriteria Kristiani Alkitabiah, maka sangat perlu dilaksanakan program-program pembinaan SDM yang berkesinambungan dan konsisten dalam gereja. Kedua, program-program pembinaan SDM perlu direncanakan secara matang, terukur dan mempunyai nilai teologis yang tinggi, agar apa yang diajarkan kepada mereka yang menjadi pemimpin, nantinya dapat menghasilkan pemimpin-pemimpin yang berkualitas unggul.
Ketiga, pelaksanaan program perencanaan itu, harus diselenggarakan oleh mereka yang memiliki kompetensi dalam bidang kepemimpinan dan teologi, misalnya pendeta atau orang yang diperlengkapi dengan bidang ilmu tersebut. Keempat, menyangkut konten (isi) dari program pembinaan, harus menyentuh aspek-aspek seperti penafsiran Alkitab dan ilmu khotbah, dogmatika, sejarah gereja dan manajemen gereja secara luas dan menyeluruh. Terakhir, gereja yang bertahan lama (sustainable) adalah gereja yang terus menerus memikirkan, melatih/membina, dan menghasilkan orang-orang yang tangguh dan bermental baja untuk siap menjadi seorang pemimpin masa depan yang mampu menjalankan kepemimpinannya dengan benar sesuai dengan Alkitab.
DAFTAR RUJUKAN
Boa.Kenneth, 2006. The Perfect Leader, Malang : Gandum Mas
Hasibuan.Malayu, 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Bumi Aksara
Messakh.Besly (penyunting), 2017. Berakar dan Bertumbuh di Dalam Dia (Buku Penghormatan), Jakarta : BPK Gunung Mulia
Sendjaya, 2004. Kepemimpinan Kristen, Yogyakarta : Kairos, 2004
Tomatala.Yakob, 2004 Mastering Planning Pendekatan PINTAR, Jakarta : YT Leadership Foundation
Tomatala.Yakob, 2005. Anda Juga Bisa Menjadi Pemimpin Visioner, Jakarta : YT Leadership Foundation
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H