Dalam upaya melaksanakan pendidikan karakter terhadap remaja, hal pertama yang kita lakukan adalah mengoreksi diri sendiri dahulu, apakah sebagai pendidik sudah sesuai dengan yang telah difirmankan Tuhan kepada kita. Jika belum, maka segeralah mengubah pola pikiran dan sikap kita, karena lebih mudah mengubah pola pikir diri sendiri serta lebih sedikit energi emosional yang kita keluarkan untuk mengubah sikap dan perilaku kita, daripada mengubah sikap dan perilaku orang lain. Setelah itu barulah kita berupaya untuk menolong dan memperbaiki karakter orang lain (remaja).
Hal kedua, sebagai orang tua juga harus memperhatikan kata-kata yang diucapkan untuk mendidik  karakter remaja, pakailah kata-kata yang baik, tidak membentak dan tidak mencaci maki (mengata-ngatai), ingat yang dididik adalah remaja (13-20 tahun) yang masih perlu bimbingan dan pengarahan, yang masih labil dan sensitif emosinya.
Selain itu, jangan sekali-kali mengungkit kesalahan anak (remaja) yang dilakukan hari ini, di kemudian hari. Karena, ketika kesalahan tersebut diingat kembali, artinya bahwa pengampunan yang sejati itu tidak ada. Anak (remaja) akan memahami kalau dia belum sepenuhnya diterima, dengan begitu dia juga akan belajar cara menyimpan kesalahan orang lain dan mendendam.
Hal lain (yang ketiga) adalah, guru di sekolah juga harus mampu menerima apa adanya para peserta didik yang memiliki perbedaan pola pikir satu sama lain, dengan dirinya. Ketika kita sebagai pendidik, haruslah benar-benar dan sungguh-sungguh dalam pertolongan Tuhan, untuk memahami cara berpikir peserta didik, sehingga kita dapat membimbing mereka secara perlahan dan dengan kesabaran yang tinggi ke arah yang diinginkan.
Kesimpulan dan Penutup
Dalam hal didik-mendidik, sudah merupakan tanggung jawab orang tua kepada anaknya, agar didikannya itu dapat bertahan lama sampai pada akhir hayatnya, dengan catatan pendidikan tersebut harus relevan (suitable) dengan kebutuhan anak, maksudnya hal-hal yang diajarkan sebaiknya memperhatikan rentang usia mereka, agar apa yang nantinya disampaikan dapat diterima dengan baik pula oleh anak.
Selain itu, yang menjadi perhatian selanjutnya ialah, adanya kendala yang tidak dapat dihindari yakni, kekuatan jahat dunia yang mempengaruhi karakter dan moral anak muda. Tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa setiap upaya kita dalam membina anak-anak muda akan selalu menemui masalah yang berat, tetapi sebagai orang tua kita janganlah terlalu cepat menyerah untuk menghadapi pencobaan dunia ini.
Tuhan memberikan akal dan kemampuan berpikir dan bertindak di dalam melaksanakan pengajaran-pengajaran yang bermutu kepada anak-anak kita. Oleh sebab itu, berusahalah semaksimal mungkin dalam menjaga sikap, moral dan karakter mereka (anak muda) sesuai arahan firmanNya, meskipun iblis melalui perantaraan dunia ini juga dapat mempengaruhinya dengan cara-cara yang tidak dapat diprediksikan oleh kita. Jadi, jalan satu-satunya adalah dengan terus menerus memberikan pendidikan karakter dan moral yang efektif kepada mereka (anak muda / remaja) dimanapun dan kapanpun.
Harapan saya, dengan uraian dan penjelasan singkat ini, dapat menolong kita semua, terutama para pendidik (guru, pembina, pelatih, pendeta, orang tua, dll) agar menyadari situasi sekarang ini, serta bertindak se dini mungkin dalam menjaga dan melindungi sumber daya manusia (generasi penerus bangsa), melalui pendidikan karakter yang berkualitas dan efektif.
SumberÂ
Binsen Samuel Sidjabat, Membangun Pribadi Unggul : Suatu Pendekatan Teologis terhadap Pendidikan Karakter. Â Yogyakarta : Penerbit ANDI, 2011