Mohon tunggu...
Felix Wahyu
Felix Wahyu Mohon Tunggu... -

SMA GONZAGA S1 Teknik Mesin Universitas Diponegoro, Semarang

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Eksistensi Bioteknologi Hadapi Krisis Pangan

7 Juli 2015   22:12 Diperbarui: 7 Juli 2015   22:14 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Ancaman krisis pangan di dunia sepertinya masih berlanjut sampai saat ini. Pasalnya, Badan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) memperkirakan stok komoditas pangan dan pertanian dunia akan mengalami penurunan yang berarti. Beberapa tahun ke depan, negara-negara di dunia akan mengalami peningkatan kebutuhan pangan sebesar 60 %. Ironisnya lagi, dunia masih belum menemukan solusi yang tepat untuk mengatasi kritis pangan di tengah majunya bidang keilmuan dan teknologi. Belakangan, bioteknologi berupa rekayasa genetika diambil sebagai langkah awal untuk mengatasi krisis pangan. Fakta yang terjadi, teknologi tersebut cukup memberikan kontribusi yang tepat dan jelas untuk mencegah krisis pangan. Melihat hal ini, kaum muda khususnya kaum intelektualis seharusnya tergerak menyumbangkan gagasan atau ide mereka untuk semakin mengembangkan sarana teknologi yang ada. Apalah fungsinya sarana tanpa ada penggerak.

Ilmu bioteknologi menjadi harapan besar bagi penduduk dunia untuk mengatasi krisis pangan. Saat ini, bioteknologi yang paling sering digunakan ialah bioteknologi rekayasa genetika. Di bidang pangan, ilmu ini diaplikasikan untuk mendapatkan beberapa varietas tanaman yang memiliki ketahanan perubahan iklim. Apalagi dalam beberapa tahun terakhir perubahan iklim tidak bisa diprediksi. Akibatnya, mulai banyak terjadi kekeringan dan banjir yang sangat merugikan para petani sebagai produsen pangan. Permasalahan pangan tidak dapat dihindari, walaupun Indonesia disebut sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya adalah petani.  Kenyataannya masih banyak kekurangan pangan yang melanda Indonesia.

             Bioteknologi rekayasa genetika di Indonesia sendiri berjalan dengan lamban. Penelitian-penelitian yang ada selama ini hanya sebatas bioteknologi tanaman tingkat laboratorium di lembaga-lembaga penelitian ataupun universitas. Jika dilihat secara global, negara-negara maju di Eropa sudah mengaplikasikan bioteknologi yang terfokus untuk menambah kekayaan nutrisi tanaman. Bukan sebatas isu belaka jika Indonesia masih dipandang sebelah mata oleh dunia mengenai potensi pangan yang ada. Indonesia menaruh perhatian terhadap bioteknologi melalui dukungan pada peraturan produk rekayasa genetika tersebut diantaranya PP No. 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika dan Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetika yang dikeluarkan BPOM pada tahun 2008. Adanya kebijakan ini seharusnya semakin memperjelas arah perkembangan bioteknologi yang ada, bukan justru sebaliknya.

Indonesia harus mampu belajar dari Filipina dalam penerapan ilmu bioteknologi rekayasa genetika ini. Filipina tercatat sebagai negara pertama di Asia yang menanam tanaman produk bioteknologi berupa jagung pada tahun 2002 di areal 126 hektare. Selain itu, Filipina juga berhasil mengembangkan padi dan kelapa tahan penyakit. Rekayasa genetik juga dilakukan pada tanaman pepaya agar lebih tahan hama sekaligus meningkatkan hasil panen. Hal serupa juga dilakukan China dan India. Meskipun belum mengembangkan bioteknologi untuk tanaman pangan, kedua negara ini telah membuktikan manfaat teknologi tersebut pada produksi kapas. Benih hasil pengembangan bioteknologi membuat petani lebih efisien karrena tingkat risiko kegagalan rendah dan benih-benih itu terbukti tahan serangan hama.

Adanya kekhawatiran krisis pangan ini sebenarnya mendapat perhatian khusus dari lembaga-lembaga global. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai lembaga besar dunia  telah memberi peringatan kepada seluruh pemimpin negara untuk segera menuntaskan krisis pangan ini. PBB sendiri tidak ingin krisis pangan pada tahun 2007-2008 terulang kembali. Beberapa waktu lalu, MIT Enterprise Forum juga memprediksi bahwa kelangkaan pangan akan mencapai puncaknya pada tahun 2050. Prediksi ini didasarkan pada dua hal, pertama, peningkatan jumlah penduduk dunia diprediksi akan menembus angka 10 miliar jiwa. Kedua, peningkatan kualitas hidup manusia dunia yang melahirkan tuntutan kualitas pangan yang tersedia.  Hal ini tentu harus menjadi perhatian penuh bagi negara-negara di dunia khususnya Indonesia. Potensi pangan yang memadahi, Indonesia seharusnya bisa terus maju dan hidup untuk mencukupi kebutuhan warganya.

Kebutuhan bahan pokok pangan menjadi hal penting di Indonesia. Pasalnya, mayoritas penduduk Indonesia mengkonsumsi beras sebagai bahan pokok pangan mereka. Persoalan menjadi kompleks ketika produktivitas beras rata-rata dunia nyaris tidak bertambah pada beberapa tahun terakhir dan tercatat hanya 4,1 ton per hektar. Keadaan seperti ini jelas semakin memperburuk ketahanan pangan Indonesia. Padahal menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Sampai saat ini Indonesia belum mampu mencapai ketahanan pangan yang sesungguhnya. Oleh karena itu, Indonesia harus mampu membangun masyarakat yang berbasis keilmuan dan teknologi sebagai langkah untuk mengatasi permasalahan pangan ini.

Seluruh masyarakat, pemerintah negara, lembaga-lembaga penelitian, serta pihak-pihak yang terkait harus berperan aktif untuk mengatasi krisis pangan ini. Kini, ilmu bioteknologi pun telah hadir sebagai bentuk solusi yang nyata. Keilmuan ini tidak hanya berhenti sampai di sini saja, tetapi perlu adanya penggerak dan inovasi ke depannya. Perwujudannya pun  jangan hanya karena tuntutan politik semata, tetapi memang karena kesadaran untuk membangun keadaan pangan yang lebih baik. Seyogyanya kita sebagai kaum muda dan intelektualis mulai memprioritaskan program swasembada pangan. Perlu diketahui bahwa ide, gagasan, dan pikiran kita akan menjadi pijakan awal untuk menuntaskan masalah. Namun, akan menjadi sia-sia jika kita hanya berdiam diri saja tanpa ada tindakan nyata. Ingat bahwa pangan juga menjadi kebutuhan utama kita untuk hidup. Apa jadinya jika kebutuhan utama itu tidak bisa terpenuhi? Oleh karena itu, kita semua harus bergerak cepat dan tepat mengatasi masalah ini demi terwujudnya kesejahteraan pangan yang lebih baik.

 

           

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun