Obrolanku dengan pasanganku tengah malam ini berakhir dengan kemasygulan dan kedongkolan. Ceritanya seputar kebijakan yang diambil di tempat kerjanya membuat mataku jadi terang benderang, ketidakadilan yang terpendam di hati mereka, teriakkan mereka yang tak terdengar atau dibiarkan lewat ditelan kepongahan. Mungkin tak ada yang berani berteriak, di tengah ancaman dan ketakutan.
Bagaimana tidak, Institusi Kesehatan yang terkenal dengan DNA "kasih" menjadi institusi yang melukai hati para pejuangnya atas nama efisiensi yang dijalankan dengan arogan. Betul, satu dari beberapa point yang ditekankan dalam Basic Principle Accounting, selain meningkatkan revenue adalah cut cost. Bagi para pengambil keputusan, cara yang paling mudah agar Raport-nya terlihat bagus, bottom line nya terbaca positif adalah mengutak-atik pengeluaran pada karyawan;gaji, tunjangan dan insentif. Sayang, banyak petinggi yang hanya dimabukkan dengan target pribadi agar terlihat bagus, tanpa pernah berpikir secara holistic, menimbang dari segala aspek.
Yang, Chen (2018) dalam Jurnal Can rewards incentives of nonstate- owned enterprises realize co-win cooperation of workers, enterprises and the society? From the perspective of labor productivity, profit and labor absorption menyimpulan : meningkatkan laba perusahaan dan lapangan kerja, yang pertama adalah dengan kebijakan upah rendah dan yang kedua adalah pemberian upah yang memberikan kepuasan atas kebutuhan utama pekerja yang dapat meningkatkan produktivitas pekerja. Cara pertama hanya efektif untuk jangka pendek dimana pada jangka panjang akan menurunkan antusiasme pekerja dan meningkatkan potensi konflik antara pekerja dengan pemilik perusahaan. Selain itu, kebijakan upah rendah juga tidak memberikan efek pendorong ekonomi dari sisi konsumsi masyarakat dan juga menurunkan inovasi pekerja. Dengan kata lain, menerapkan cara kedua lebih efektif untuk memotivasi pekerja sehingga produktivitasnya meningkat. Diharapkan dengan terpenuhinya kebutuhan utama bekerja dapat memberikan efek berkelanjutan yaitu meningkatnya motivasi -- hingga perusahaan memperoleh keuntungan lebih besar.
Ambisi pribadi dan kelompok adalah salah satu aspek negative yang dijelaskan dalam Perilaku Organisasi terutama ketika mempelajari Konflik, Negosiasi, Kekuasaan ( Power ) dan Politik. Power seyogyanya memiliki makna dan tujuan yang positif di dalam organisasi. Michael A. Hitt dalam bukunya Organizational Behavior mendefenisikan Power is generally defined as the ability to achieve desired outcomes. Power can also be thought of as the ability of one person to get another person to do something. Kekuasaan secara umum didefenisikan sebagai kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang diinginkan. Kekuasaan juga dapat diartikan sebagai kemampuan  untuk membuat orang lain melakukan sesuatu. Namun, selanjutnya Hint juga menjelaskan kekuasaan yang tidak dijalankan dengan benar, berdampak buruk bagi organisasi.
John French dan Bertram Raven mengembangkan salah satu tipologi yang paling umum digunakan untuk menggambarkan dasar-dasar kekuasaan. Mereka membagi kekuasaan dalam lima kategori, legitimate power (formal authority)-kekuasaan sah, reward power-kekuasaan imbalan, coercive power-kekuasaan koresif, expert power-kekuatan keahlian, dan referent power-kekuasaan referensi.
Apa yang terjadi di dalam sana?
Mencoba menganalisa ( mereka-reka,tepatnya) bagaiamana kekuasaan yang dimiliki oleh pengambil keputusan di institusi tersebut diperoleh dan dijalankan dengan arogan. Legitimated Power yang dimiliki oleh sesorang yang berpandangan sempit, tidak memiliki pengetahuan managerial yang mumpuni cendrung menempatkan orang-orang yang sepaham dengannya. Ketika orang-orang di sekitar mereka adalah orang-orang terpilih bukan karena kemampuan tetapi karena kesamaan suku, ideologi, cara pandang maka Organizational Politics mulai memainkan perannya.Hal ini sangat mudah terbaca, ketika sebuah kebijakan atau hukum berlaku pincang, siapapun dengan mudah menyimpulkan, hanya orang-orang dalam koalisi yang sama yang mendapat perlakuan istimewa. Dalam usaha saya untuk selalu berpandangan inklusif, pengalaman dalam organisasi setidaknya beberapa kali menunjukkan dengan jelas, kesukuan, kesamaan tempat pendidikan atau kesamaan lainnya, banyak memainkan peran bagaimana sebuah unit dalam organisasi diisi oleh sebuah keseragaman,"orang-orang dia".
Legitimated Power yang dijalankan secara pongah maka setali tiga uang dengan Coercive Power, ketika seseorang mengangap dirinya mempunyai kekuasaan untuk menghukum yang lain. Jangan-jangan kesemena-menaan kekuasaan itu didapat dari Referent Power, referensi orang yang lebih tinggi yang juga berpolitk,entahlah.
Mengelola manusia sebagai Modal.
Manusia sebagai sumber daya, dalam teori management sudah mulai usang. Manusia tetap memainkan peran penting sebagai Modal, sehingga istilahnya tidak lagi menjadi Human Resources tapi Human Capital. Dalam industry 4.0 salah satu ketakutan terbesar adalah hilangnya kesempatan kerja karena peran yang diambil oleh mesin dengan Artificial Intelligence nya. Banyak ahli tetap berpendapat manusia tetap memegang peranan paling penting dalam keberlangsungan organisasi. Jika perusahan manufacture yang mudah digantikan oleh mesin saja masih menganggap manusia sebagai modal utama, apalagi organisasi jasa yang hidup dari pelayanan tapi memperlakukan manusianya dengan arogan.
Efisiensi dan komunikasi
Efisiensi adalah salah satu kunci dari organisasi agar tetap survive. Tujuan organisasi harus menjadi tujuan bersama bukan dimanifestasi menjadi tujuan pribadi para petinggi, para pengambil keputusan. Perubahan, sekalipun sakit, jika setiap orang dalam organisasi, apapun peran dan posisinya harus mendapat penjelasan secara terbuka apa tujuan dari perubahan tersebut. Bahkan, setiap suara mereka,kegelisahan mereka harus didengar dan menjadi bahan pertimbangan dalam keputusan perubahan, Benar, satu keputusan tidak pernah memuaskan semua pihak, namun ketika semua orang tahu alasan dan tujuan dari sebuah perubahan, maka organisasi akan  mendapat energi  yang besar dan massif dari setiap orang yang terlibat, karena mereka akan menjalankan dengan penuh kesadaran akan sebuah tujuan yang lebih besar.
Kekuasaan terkontrol
Kekuasaan harus dikontrol. Power tend to corrupt. Korupsi kekuasaan tidak hanya dalam bentuk uang, mendegradasi hakekat kekuasaan adalah bentuk lain dari korupsi. Â Pemegang kontrol dan penguasa semestinya duduk dalam posisi yang sejajar agar secara bebas mengontrol kekuasaan tersebut. Pengontrol yang lemah cendrung hanya berdiri dari jauh, mengelus dada, tapi lidahnya kelu tanpa mampu berucap. Sampai kapan?
Kekuasaan yang dijalankan secara serampangan dalam organisasi memicu karyawan yang memiliki performance baik, mulai melirik tempat lain yang bisa memberikan kenyamanan dalam bekerja. Sampai kapan akan bertahan?
Melayani
Only happy people can produce good products, only happy people can give the best services. Melayani karena kewajiban dan melayani karena ketulusan memberi dampak yang luar biasa berbeda. Jangan hanya percaya KPI yang hanya tertulis di atas kertas, dalam form-form digital. Tidak semua hal bisa diukur secara statistik, ketulusan karyawan melayani karena mereka merasa dicintai,dihargai akan termanifest dalam pelayanan yang penuh kasih dan cinta. Sama seperti cintaku pada institusi ini dan dia yang juga menjadi bagian di sana.
Jam beranjak menuju pukul 02.30, mestinya bantalku sudah basah, tapi kegalauan ini memicu kegemasan untuk menulisnya. Jika catatan ini sampai, semoga aku tak perlu lagi  bergadang menumpahkan unek-unek yang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H