Mohon tunggu...
Felix Kusmanto
Felix Kusmanto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Organizational Psychologist. Sekedar belajar dan berbagi. www.felixkusmanto.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Merajut Asa di Rumah Betang Panjang Saham (Hari 2)

28 Januari 2016   07:29 Diperbarui: 29 Januari 2016   07:45 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Bersama anak-anak suku dayak di Rumah Betang Panjang Desa Saham - Dok Felix Kusmanto"][/caption]Berbeda dengan hari pertama yang bisa dibilang lebih seperti city tour, hari kedua (Rabu , 27/1/2016) dari Datsun Risers Expedition Etape 3 lebih banyak menghabiskan waktunya di jalan raya provinsi. Bersama beberapa kompasianer, tim Datsun Indonesia, tim kompasiana dan tim kompas.com, kemarin kita beriring-iringan untuk mencapai Desa Saham. Desa Saham sendiri terletak kurang lebih 200 KM arah utara kota Pontianak. Jalurnya kurang lebih mirip dengan Jalan Nasional 3 di selatan pulau jawa - satu jalur disetiap arahnya, lahan kosong dan pemukiman bergantian di sisi kiri dan kanannya. Yang membedakan jalur ini dengan Jalan Nasional 3 adalah jumlah kendarannya yang lebih sedikit sehingga tidak perlu sering menyalip dan di jalur ini tidak terlalu banyak lubang meski terkadang bergelombang. Kemarin Performa dan kenyamanan Datsun GO+ Panca bisa dibilang ditest untuk pertama kalinya untuk Etape 3. Hasilnya jujur baik, bensin hanya habis 2 bar (bahkan mobil tim no 4 hanya turun 1 bar) dan jalan bergelombang tidak menggangu sama sekali karena suspensi yang baik. Bravo!

Sepanjang perjalanan yang santai dan penuh tawa ini kami melihat bagaimana masyarakat Kalimantan Barat beraktifitas di pasar-pasarnya, kebun-kebun sawit korporasi dan perorangan dan juga barang jajanan yang tidak lazim di pulau Jawa yaitu kelawar. Ada yang mau kelawar? Selama kurang lebih 4 jam perjalanan, kami hanya berhenti dua kali. Pertama berhenti untuk istirahat ke toilet di sebuah SPBU dan kedua istirahat ngopi (dan makan nasi goreng ha ha) di Gunung Sehaq.

[caption caption="Gunung Sehaq - Dok Felix Kusmanto"]

[/caption]Gunung Sehaq tidak seperti gunung pada umumnya, bisa dibilang gunung ini lebih seperti bukit. Ada beberapa kedai yang buka salah satunya Kedai Melda yang dimiliki orang tempatan campuran Dayak-Melayu.  Kedainya bersih, lapang dan pemandangan dari teras kedainya luar biasa menyegarkan. Dari terasnya kita bisa menikmati kombinasi pemandangan hijau yang tidak ada ujung dan langit biru yang dihiasi awan-awan kecil bak gulali-gulali putih. Menurut pemilik kedai, kedainya ramai dikunjungi pada hari minggu. Tempatnya menjadi tempat favorit orang sekitar dan tak jarang orang dari Pontianak juga. Ada yang menarik dari percakapan kami berdua, ternyata gula yang digunakan di kedai Melda ini datangnya dari Malaysia. Alasannya simple, Gula Karungan 50 Kg Malaysia ternyata lebih murah Rp. 200.000 dari gula Indonesia yang harganya Rp. 600.000.

Rumah Betang Panjang Saham, Bukan Rumah Betang Biasa

Dari kedai Melda, hanya butuh kurang lebih 30 menit untuk mencapai Desa Saham, Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Apa yang menarik dari Desa Saham ini adalah Rumah Betang Panjang yang dimilikinya? Rumah Panjang yang berada 7 meter di atas permukaan tanah ini memiliki panjang sekitaran 180 meter, terpanjang di jenisnya. Lebih dari ukurannya, rumah panjang yang dibangun dengan kayu ulin ini nyatanya bisa dbilang rumah betang panjang yang paling otentik dan lestari, hal ini karena rumah yang ditempati turun menurun ini masih ditempati kurang lebih 40 kepala keluarga disaat banyak rumah betang panjang lainnya sudah menjadi tempat upacara adat saja.

Terlepas dari ukuran dan kelestarian yang masih terjaga sampai saat ini, yang sangat menarik untuk saya pribadi adalah orang yang tinggal didalamnya dan bagaimana mereka memperlakukan kami sebagai tamu.

Iring-iringan kami sampai di desa saham kurang lebih pukul 1 siang. Mengetahui kehadiran kami yang telah ditunggu-tunggu, anak-anak kecil suku dayak berhamburan lari ke teras depan rumah panjang. Mereka berbaris sambil melambai-lambaikan tangan mereka dengan senyum yang luar biasa lebar, rasa yang jarang saya (mungkin juga peserta lain) rasakan. Sesampainya disana kami disambut Pak Panus selalu sekdes desa Saham.  

[caption caption="Kegiatan CSR Datsun Indonesia di Desa Saham - Dok Felix Kusmanto"]

[/caption]Di rumah panjang ini kami melakukan banyak kegiatan, kami bermain sulap, menggambar, bermain origami dan lain-lain. Tim 5 (saya, Debby dan Rian) membahas tentang cita-cita. Menarik 7 dari anak-anak di kelompok kami 4 bercita-cita menjadi guru dan sisanya menjadi polisi. Hal yang sama ternyata juga didapati kelompok lain. Di sesi kami, kami coba memberikan pandangan bahwa profesi dan cita-cita bisa bermacam-macam tidak hanya dua tersebut. Mereka menikmati sesi ini. Kami tertawa, terutama saat kami bermain superman woosh. Semua adu-adu lebih kuat dan kencang.

Yang saya rasakan bermain dengan adik-adik ini hanyalah energi yang luar biasa. Seakan-akan energi mereka mengalahkan keterbatasan yang ada disekitar mereka. Senyuman dan energi mereka menghapus semua rasa lelah yang terpancar dari orang-orang tua yang ikut menikmati kegiatan kami. Terus lah semangat!

Sesudah bermain, saya mencoba menghabiskan waktu bersama pak Panus. Saya diundang main ke rumahnya yang udaranya adem plus semilir. Sembari cerita santai tentang kehidupan komunal di rumah panjang ini saya bertanya kepada Pak Panus apa yang pak Panus harapkan dari Indonesia. Pak Panus terdiam dan tersenyum. Tidak lama Pak Panus berkata “harapannya sederhana, semoga pemerintah Indonesia bisa bantu pembangunan desa”. Menurutnya pembangunan di desanya terhambat dana dan penyebaran informasi.

[caption caption="Tim Risers 5 bersama anak-anak suku dayak desa Saham - Dok Debby Amalia King"]

[/caption]Pak Panus sangat senang dan bersyukur bahwa ada kegiatan CSR semacam ini di desanya, “Dengan kegiatan semacam ini kita bisa belajar dari kalian dan kalian juga bisa paham situasi kami” kata pak Panus. Saya hanya bisa menganguk.

Saat saya tanya mengapa pak Panus memilih menjadi PNS, pak Panus hanya menjawab singkat “Saya menjadi PNS agar aspirasi terwakili dan bisa aktif membangun desa, jika tidak siapa lagi, itu lah kenapa”. Diakhir percakapan kami sebelum beranjak pak Panus berharap “semoga Indonesia menjadi lebih mandiri”. Saya hanya tersenyum mendengar harapan pak Panus.

Kepergian kami juga di tutup dengan senyuman lebar dan lambaian tangan kecil anak-anak kecil tadi, asa yang terus menyala dari daerah terpencil kalimatan barat. Asa yang harus terus dirajut di dalam ketidakpastian yang ada. Asa yang harus terus dirajut oleh mereka yang duduk di gedung bupati megah dan kita yang sudah melihat dengan mata kepala sendiri.

Salam semangat

Felix Kusmanto

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun