Mohon tunggu...
Felix Kusmanto
Felix Kusmanto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Organizational Psychologist. Sekedar belajar dan berbagi. www.felixkusmanto.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Sudut Kuala Lumpur yang Terlupakan: Pelajaran Untuk Jakarta

28 Oktober 2012   05:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:18 1881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_206286" align="aligncenter" width="476" caption="Chin Woo Stadium Kuala Lumpur (dok Felix Kusmanto)"][/caption]

Untuk menghancurkan suatu bangsa/Negara, maka hancurkan ingatan sejarah generasi mudanya

– Asep Kambali, Komunitas Historia Indonesia.

Pertengahan bulan Oktober 2012, publik Kuala Lumpur dihipnotis olehtime lapse video karya Rob Whitworth yang berjudul Kuala Lumpur Day-Night. Dalam video yang berdurasi kurang lebih dua setengah menit ini, kita semua akan terpesona melihat kemegahan dan modernnya kota Kuala Lumpur akibat pertumbuhan dan pembangunan yang pesat.

Namun sayangnya video yang pembuatannya memakan waktu 5 bulan, 640 gigabyte harddisk dan 19,997 foto ini lebih condong melihat Kuala Lumpur dari sudut atas sehingga gagal melihat aspek kehidupan nyata yang sesungguhnya terletak di permukaan (baca: di bawah), jika adapun gambaran yang ditunjukan adalah sekitaran Kuala Lumpur Ciy Centre yang mana juga hasil moderinasi Kuala Lumpur

Alhasil, publik hanya mengetahui Kuala Lumpur dari sudut pandang Kuala Lumpur modern dan terkesan cuek terhadap apa yang sebenarnya terjadi pada landskap sejarah Kuala Lumpur (No disrespect to Rob, because Rob had no intention to show this part of KL, good work Rob for your time lapse video)

Rakan KL Merdeka Walk 2

Berbeda dengan Rob, Rakan KL, yang dibentuk tahun ini sebagai grassroots movement atau gerakan akar rumput untuk pelestarian warisan (budaya, sejarah dan landskap) Kuala Lumpur hanyalah sekumpulan orang-orang biasa yang mempunyai semangat dan kepedulian yang sama: perencanaan dan pembangunan urban yang berkelanjutan. [caption id="attachment_206289" align="alignleft" width="300" caption="Rakan KL Merdeka Walk (dok Felix Kusmanto)"]

1351388282522176850
1351388282522176850
[/caption] Hari sabtu, 27 Oktober 2012, sekitar 25 orang simpatisan Rakan KL melakukan sesi Merdeka Walk kedua yang di mulai dari Rumah Sakit Tung Shin, sebuah rumah sakit yang telah berdiri di bilangan Pudu Lama (antara pusat belanja terkenal Berjaya Times Square dan China Town KL) sejak tahun 1917. Kehadiran bangunan rumah sakit bergaya Art Deco ini mempunyai nilai sejarah yang tinggi bagi Kuala Lumpur dan perkembangan masyarakat saat itu yang mengandalkan pengobatan tradisional. Namun sayangnya sejarah rumah sakit ini tidak ada di dalam map wisata KL ataupun rute bus hop on hop of Kuala Lumpur. Bus wisata ini hanya membawa  para turis ke pusat belanja Berjaya yang tidak jauh dari rumah sakit ini. Perjalanan dilanjutkan menuju lokasi Selangor Chinese Club (SCC), Klub sosial (tempat rekrekasi, lapangan terbuka, restoran) yang mempunyai arsitektur Mock Tudor serupa dengan Selangor Club di dataran merdeka. [caption id="attachment_206292" align="alignright" width="300" caption="Plaza Rakyat Kuala Lumpur (Dok Felix Kusmanto)"]
13513896461263641685
13513896461263641685
[/caption] Alkisah, pendirian SCC dulu adalah sebagai bentuk tandingan dari kalangan rakyat biasa kepada pihak inggris yang dulu menjajah Malaya (sebutan Malaysia dulu). Ruang terbuka yang menjadi tempat rekreasi masyarakat sekitar ini sayangnya sudah tidak ada, lenyap dari lanskap Kuala Lumpur akibat mega proyek Plaza Rakyat yang dari tahun 1997 sampai saat ini terhenti. Sebagai gantinya, masyarakat Kuala Lumpur hanya disuguhkan pemandangan angker Plaza Rakyat yang terbengkalai. Enjoy. Tepat diseberang Social Chinese Club, terdapat lahan yang sedang digarap developer raksasa Malaysia untuk membangun apartemen setinggi 30 lantai. Gedung ini nantinya akan menjadi gedung baru menggantikan showroom mobil tua yang tersohor di Kuala Lumpur kala dulu. Salah satu peserta Yong bernostalgia "dulu kalau mao lihat mobil jaguar ya harus lihat ke toko ini. Sekarang sudah tutup." Dibelakang Social Chinese Club, terdapat gereja katolik tua St Anthonyyang sudah berusia 101 tahun. Umat gereja ini mayoritas adalah etnik India Malaysia yang sudah menetap di Malaysia bertahun-tahun lamanya. Menariknya pendirian gereja ini adalah hasil "patungan rame-rame". Umat dan juga pastor gereja ini giat mengumpulkan sumbangan dari berbagai penjuru, tiga asal sumbangan tersebut adalah Penang, Singapore dan juga Prancis. Saat ini gereja St Anthony masih berdiri kokoh. Interior dan ornamen dalamnya terjaga rapih. Sayangnya, sekali lagi, tidak banyak yang tahu akan keberadaan gereja ini. Jika Plaza Rakyat jadi dan apartemen 30 tingkat jadi. Maka nasib gereja ini sama seperti gereja Holy Rosary, terapit gedung tinggi. [caption id="attachment_206294" align="alignleft" width="180" caption="St Anthony Kuala Lumpur (dok Felix Kusmanto)"]
13513901701605741468
13513901701605741468
[/caption] Selanjutnya perjalanan dilanjutkan menuju Jalan Sin Chew Kee dimana deretan rumah-rumah tua sudah terjepit gedung pencakar langit di kiri dan kanannya. KemudianPudu Jail (penjara Pudu), sebuah penjara yang menjadi ikon Kuala Lumpur yang sudah berdiri sejak 1895 (117 tahun!). Kondisi penjara ini sudah berantakan dan tembok yang menjadi simbol kokohnya telah diratakan sehingga hanya sebagian yang masih tersisa. Menurut laporan surat kabar Malaysia The Star, Dewan Pertimbangan Rakyat Malaysia merasa Penjara Pudu tidak bisa dijadikan ikon yang membanggakan meskipun sudah berumur 115 tahun. Padahal penjara bisa menjadi pembelajaran yang bermakna juga bisa menunjukan dinamika sebuah kota, menurut Victor Chin, pemrakarsa Rakan KL. [caption id="attachment_206311" align="alignright" width="300" caption="Tunku Abdul Rahman Park now and then"]
13514011771078768898
13514011771078768898
[/caption] Perjalanan dilanjutkan menuju Masjid Albukhary, stadium negara, bekas ruang terbuka Tuanku Abdul Rahman Park yang bersejarah dan berakhir di Chin Woo Stadium. Kawasan terbuka bekas Tuanku Abdul Rahman park kini dipercaya akan menjadi lahan proyek pembangunan besar, termasuk pembangunan gedung tertinggi ketiga di dunia Menara Warisan. Hal ini tentu menjadi keprihatinan Rakan KL yang merasa pemerintah tidak berusaha mempertahankan ruang terbuka umum bersejarah dan tidak memfokuskan pengembangan kota yang jangka panjang. Chin Woo stadium yang menjadi perhentian terakhir menjadi tempat merangkum perjalanan sesi kedua Rakan KL. Rakan KL berencana melakukan 6 sesi perjalanan yang semua akan berhenti di Chin Woo Stadium. Saat keenam sesi berhasil dilaksanakan maka genaplah rute perjalanan bersejarah Kuala Lumpur. Keenam rute ini akan menjadi blueprint lanskap yang nantinya akan diberikan kepada pemerintah kota Kuala lumpur. Chin Woo Stadium akan menjadi saksi bisu usaha Rakan KL, sama seperti saat ia menjadi saksi biksu tim olahraga malaysia berlatih di Chin Woo. Japan Foundation akan turut ikut serta dalam sesi jalan ketiga Rakan KL sebagai bentuk partisipasinya minggu depan. Japan Foundation ikut serta dalam mendukung kegiatan konservasi lanskap Kuala Lumpur yang diprakarsai Rakan KL.

UU Pembebasan Tanah Untuk Kepentingan Umum

Pelajaran untuk Jakarta? Awal tahun 2012, pemerintah Indonesia meluluskan Undang-Undang No.2 /2012 mengenai Pembebasan Tanah. Diluluskannya UU ini menjadi titik terang kebuntuan dan keserabutan infrastruktur Indonesia yang sering terhambat akibatnya kurangnya perangkat hukum yang mempermudah pemerintah untuk membebaskan lahan demi kepentingan umum. Kini dengan adanya UU ini, pemerintah akan lebih mudah membebaskan lahan demi kepentingan umum. diharapkan pembangunan Infrastruktur indonesia menjadi semakin mudah. Namun belajar dari negara tetangga, UU pembebasan tanah untuk kepentingan umum ternyata ibarat pisau bermata dua. Saat UU ini tidak diawasi, UU ini sangat rawan disalahgunakan (selain banyaknya calo dalam pembebasan lahan).  Bisa-bisa atas nama pembangunan, semua bisa dibebaskan. Saat kota tua kita hilang, hilanglah jiwa kota kita. Saat kita hilang jati diri kita, hilanglah jiwa kita. Salam hangat, mampir-mampir KL saya nanti jadi tour guide. Felix Kusmanto

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun