Mohon tunggu...
Felixianus Ali
Felixianus Ali Mohon Tunggu... Jurnalis - Wartawan, Peneliti, Penerjemah, Konsultan Media, Penulis

Percakapan dua orang di tengah jalan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Polisi Bayangan

21 Januari 2025   13:28 Diperbarui: 21 Januari 2025   14:07 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

POLISI BAYANGAN

Ludahnya belum kering. Masih basah seperti rupiah, deras mengalir, tertahan di kantong seharian memelihara setelah menanam bertahun-tahun lamanya.

Tembok ikut basah saat polisi bunyikan pluit akhir dan awal bulan -- menarik uang dari kantong rakyat, pengendara dengan keji, dilatih siapa polisi bayangan?

Ludahnya belum kering di institusi, tubuh sang atasan sigap terima setoran bak jamur yang tumbuh di musim hujan berkat budaya mendarah daging.

Luka di tubuh institusi tak pernah kering, kembali basah berkat setoran -- langganan segelintir seragam coklat bermain di ranah kasus tuk perkaya diri.

Barisan polisi bayangan selalu ada, hidup dan dipelihara antar angkatan tuk mengisi kekosongan institusi yang tak pernah mampir mendidik anak-anaknya jadi baik, malah jadi sarang penyamun.

"Jangan keras-keras mengeritik aku jika kau ingin selamat", tulis peringatan pertama.

"Jangan meludah ke wajahku tapi meludahlah ke kakiku supaya aku mencuci bekas ludahmu dengan air setoran yang lancar mengalir, ini caraku memelihara kejahatan", peringatan kedua terdengar.

Di sampingnya, tumbuh tanaman liar mirip komplotan penjahat yang dilatihnya, menyebar virus ke ruang-ruang tak berpintu -- berakar kuat, terlatih keuntungan per angkatan lintas pintu armada yang baunya kecium istana juga keciprat rejeki.

"Polisi bayangan terbentuk dari lintas armada yang sulit dimusnahkan sejak kerajaan-kerajaan melatih cara memeras dan membagikan pundi-pundi kekeluargaan". (*)

Lentera, 21 Januari 2025

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun