Mohon tunggu...
Mas Haidar
Mas Haidar Mohon Tunggu... Lainnya - pemimpi layaknya Bung Karno

bukan buzzer, mung seneng komen.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mengapa Kita Harus Mendukung RUU PKS?

6 Juli 2020   16:26 Diperbarui: 13 November 2021   00:01 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain yurisprudensi terapeutik, RUU ini juga berbasis yurisprudensi feminis yang artinya RUU ini akan lebih memahami hal-hal yang terkait dengan permasalahan & keadaan nyata kaum perempuan, yang mana hal ini berangkat dari mayoritas korban tindak asusila & kekerasan seksual adalah perempuan. Ini bukan tanpa sebab, melainkan karena kecenderungan sosial yang masih berorientasi patriaki turut menjadikan posisi perempuan berada pada masyarakat kelas dua & anggapan sebagian besar masyarakat bahwa takdir perempuan sekedar objek atau bahkan pelengkap semata, semakin menjadikan perempuan berada pada posisi tak dianggap & nyaris kehilangan hak-haknya.

Ironisnya, proses legislasi yang sampai saat ini masih berlangsung, menemui hambatan & tekanan yang luar biasa dari khalayak. Banyak dari kelompok masyarakat tertentu justru menolak kehadiran RUU ini, dan saya berharap mereka yang menolak bukan golongan pelaku atau penikmat tindak asusila & kekerasan seksual, semoga saja.

Lain dari pada itu, sebetulnya mereka yang menolak memiliki beberapa argumentasi sebagai wujud keseriusan penolakan mereka, tapi disatu sisi argumentasi yang mereka bawa justru menyiratkan bahwa mereka adalah buah dari distorsi informasi & konklusi sepihak dari oknum tertentu yang tidak memahami penuh RUU PKS ini. Mereka yang menolak beranggapan bahwa RUU PKS ini mengandung unsur kebarat-baratan & tidak sesuai adat ketimuran, bahkan dari draf yang dikeluarkan DPR, mereka simpulakan bahwan RUU PKS ini pro terhadap LGBTQ & seks bebas serta legalisasi praktik aborsi.

Menanggapi tuduhan tersebut, baik Komnas Perempuan maupun DPR sepakat bahwa itu semua adalah disinformasi & isu yang mengada-ada alias ditafsiri semau & sepemahaman oknum tertentu. Padahal kita tahu bahwa substansi RUU ini adalah lex specislis, artinya hanya mengatur hal-hal baru yang belum termaktub pada peraturan perundangan-undangan yang sudah ada. Sedangkan seks bebas atau perzinaan & aborsi, masing-masing sudah diatur secara jelas pada KUHP & KUHAP serta UU No 36/2009 tentang kesehatan, & tidak mungkin dicantumkan kembali pada muatan RUU PKS kecuali dikemudian pembahasan ada substansi lain yang dianggap urgen sebagai bagian dari perzinaan & aborsi yang harus turut disertakan dalam RUU ini.    

Kabar terakhir bahwa RUU PKS, ternyata pembahasanya ditarik dari proglenas prioritas 2020 & akan dialihakan pembahasannya pada tahun berikutnya serta pembahasan dilimpahkan dari komisi 8 menuju baleg DPR, agaknya membuat kelompok pro RUU ini kecewa, ditambah lagi pro kontra yang juga terjadi dalam tubuh anggota DPR, lobi-lobi politik & tarik-menarik kepentingan antar fraksi semakin membuat RUU ini sulit untuk segera diundangkan, sontak semakin membuat kelompok pro RUU ini kecewa besar, pasalnya harapan yang sudah mereka perjuangkan sejak 2012 kembali terhambat untuk kesekian kalinya.

Meski begitu, dilansir dari salah satu media, fraksi-fraksi pengusul & pejuang RUU ini tetap akan mengusahakan RUU PKS segera dilanjutkan pembahasannya agar berhasil diundangkan, toh Presiden Jokowi sendiri sudah menitahkan melalui kementerian terkait bahwa RUU PKS penting adanya. Disatu sisi mereka juga tidak bisa berbuat banyak atas ditariknya RUU ini dari proglenas prioritas 2020, menggingat RUU ini nantinya menjadi semacam lex specialis derogat legi generalis maka hukum induk yang sudah sedikit mengatur permasalahan yang bersinggungan dengan RUU ini harus sudah berifat final. Sedangkan kita tahu bahwa KUHP yang menjadi induk aturan pemidanaan sedang mengalami restrukturisasi oleh anggota dewan & sialnya juga mengalami hambatan sehingga pembahasannya memakan waktu yang lama yang juga secara langsung berimbas pada terhambatnya proses legislasi RUU PKS.

Pada akhirnya kita hanya bisa berharap pada negara yang katanya negara hukum, negara yang katanya berdasar Panca Sila, negara yang katanya menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, negara yang katanya mayoritas mengaku paling beragama, negara yang katanya menghormati serta mengayomi mereka yang lemah, negara yang katanya menjunjung tinggi adat & norma ketimuran, negara yang katanya setengah dari jumlah penduduknya adalah perempuan & negara yang katanya adalah tanah surga, akankah ia tetap konsisten pada semua itu? Ataukah sebaliknya? Kita tunggu saja.

Yang terpenting sekarang adalah bagaimana kita tetap mengawal dan memberikan dukungan terhadap proses terbentuknya RUU ini sembari memastikan bahwa ekosistem sekitar kita tetap aman dan ramah bagi semua golongan tanpa terkecuali, baik kaum perempuan, anak-anak, laki-laki, lansia, dan disabilitas serta tak segan untuk saling membantu dan melindungi mereka yang membutuhkan & tentunya hal ini tidak akan berjalan tanpa adanya kerjasama dan itikad baik dari semua pihak tanpa terkecuali. Akhirnya kepada jati diri bangsa kita sebagai bangsa gotong royonglah kita berdiri dan kembali. Jayalah Indonesiaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun