Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bertaruh Hidup Mati demi Tegaknya Demokrasi

9 Maret 2024   08:45 Diperbarui: 9 Maret 2024   08:46 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibarat sebuah Perdagangan, jangan sampai demokrasi berada di etalase barang mewah, yang hanya bisa dicapai kepada siapapun yang memiliki modal (relasi kuasa) yang lebih sehingga ia bisa mendapatkan tempat untuk bisa memiliki barang yang namanya Demokrasi tersebut. Reformasi ihwalnya adalah sebuah kotak, dimana membuka kesempatan agar harga demokrasi tersebut bisa turun dan terjangkau pada siapa saja termasuk yang bermodal sedikit bahkan tidak memiliki modal sama sekali. Demokratisasi harus bisa terjangkau oleh siapapun yang punya nurani untuk kebenaran dan keadilan di negeri ini. Inilah sedikit harapan untuk siapapun yang ingin kesempatan bagi setiap nusa dan bangsa berhimpun dalam persatuan demi kemakmuran secara bersama-sama itu bisa terwujud.

Menarasikan Demokratisasi dengan Oposisi memang tidak sepenuhnya berhubungan. Memang, analoginya bahwa ketika ruang Demokrasi dibuka tentu ada opponent (perbedaan/bersebrangan) maka lahirlah Oposisi. Namun bukan berarti Oposisi harus selalu konkritnya ada dalam Demokrasi. Paling banter, hanya yang menggunakan sistem Parlementer Westminster saja mengatakan bahwa formalisasi sebuah Parlemen musti ada kubu lawan dimana mereka yang runner up atau kalah Pemilu untuk diberi ruang bersuara sebagai titik alternatif. Sebenarnya, secara formalitas Presidensial tidak mengakui itu, bahasa mudahnya harus ada penyeimbang. Antara 2 kekuatan yang berbeda agar bisa menopang. Toh juga Presiden tidak diberikan wewenang untuk bersuara di Parlemen, berikut juga tidak ada kewajiban bahwa Pemimpin Partai Politik atau Calon Presiden yang sebelumnya kalah, untuk bersuara di Parlemen dulu agar bisa didengar sebagai kekuatan penyeimbang. Justru, dari sistem Presidensial memberikan keleluasaan mudah untuk kita punya kekritisan (bukan mencari kesalahan, tapi berusaha untuk punya insting perbaikan). Manusia bukanlah obyek yang sempurna.

Manusia perlu pengawasan bukan hanya mencari pada sisi kebenaran. Kalau mencari siapapun yang sempurna, tentunya tidak akan ketemu mau sebesar apapun kapasitas dan kapabilitas dia baik dalam segi keilmuan, pengalaman, loyalitas bahkan sampai pada narasi integritas. Pasti ada 'bolong-bolong'nya sehingga perlu ada pengawasan. Ingatlah bahwa dalam bernegara itu, bukan mencari orang yang terbaik yang dicari sekalipun memang orang terbaik adalah penting sebagai 'motor' atau 'piloting' bagi kita dalam melangkah kedepan. Tapi model pengawasan yang terbaik adalah terpenting, yaitu keterbukaan bagi semua untuk sama-sama obyektif dengan hati dan pikiran menilai bahwa segala sesuatu tidak sepenuhnya benar dan harus ada yang mengingatkan. Maka ada penumpang motor yang terus mengarahkan siapa yang menjadi pengemudi atau copilot yang terus mengingatkan kemana kapten pilot akan berlabuh. Sebegitu pentingnya sebuah pengawasan dimana semua akan terakomodir ketika Demokratisasi harus dipelihara sebagaimana mestinya.

Maka demikian, intinya kepada siapapun yang memiliki hak asasi wabil khusus kalangan anak muda. Tetaplah berpegang teguh pada sisi ketidakpuasan dan ketidakpercayaan, anda bukan siapa-siapa di Negeri ini. Tapi anda bisa menggerakkan nurani satu sama lain untuk sama-sama mengingatkan bahwa kebenaran itu punya sisi dan tahapan yang bisa digariskan. Pembangunan akan jalan jika kalian yang menentukan dan kalian juga tidak perlu menutup diri pada kekurangan karena semua manusia juga punya kekurangan. Itulah mengapa Manusia disebut sebagai makhluk sosial, karena ketidaksempurnaan itulah mendorong adanya pengawasan. Pengawasan itu adalah buah dari demokratisasi yang terus melaju dipelihara untuk memastikan bahwa Negara tidak sepenuhnya salah arah. Karena semua juga demi kebaikan kita-kita juga. Sekali lagi, tugas kita mengawal harga. Harga demokrasi yang terus terjangkau siapapun yang akan memegang mandat. Mandat dari kita, ya lazimnya mandat yang kita beri harus kita pastikan agar sesuai dengan keyakinan dan juga agar tidak salah arah dari kesepakatan yang diri kita sendiri sepakati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun