Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Belajar dari Ganjar: Stunting Bukan Soal Gizi, tapi Budaya

5 Februari 2024   14:30 Diperbarui: 10 Februari 2024   20:16 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Jadi mengatasi stunting sejak ibu hamil, bahkan bisa dicegah pada saat anak-anak kita mau menikah, Pak, periksa kesehatan si calon pengantin perempuan, laki-lakinya juga, maka dia siap menikah, maka jangan menikah dini,"

Pernyataan ini seakan memberikan sebuah kesan yang berbeda daripada Pasangan Calon lainnya barangkali. Ketika penanganan sebuah stunting yang saat itu dilontarkan awal melalui Capres nomor urut 2 yaitu Prabowo Subianto bertanya soal apakah Ganjar Pranowo setuju dengan visi Prabowo soal makan siang gratis efektif untuk menekan angka stunting dan menekan kemiskinan ekstrem. 

Ganjar secara obyektif menjawab dengan argumentasi logis bahwa jika fokus penanganan Stunting itu hanya dimaksimalkan pada makan siang gratis untuk anak usia sekolah dari PAUD maupun sampai Perguruan Tinggi.

Tentu tidaklah cukup untuk menangani stunting, seharusnya dari ibu hamil bahkan sebelumnya sekalipun memang di pernyataan awal. Prabowo Subianto juga menjelaskan bahwa makan siang gratis juga berlaku untuk ibu hamil dalam bentuk Vitamin. 

Namun penekanannya kurang digaungkan bahwa selama ini yang menjadi narasi visi-misi Prabowo-Gibran adalah orientasi ke anak sekolah agar mereka bisa semangat beraktivitas dalam sekolah disamping orangtua yang tidak akan khawatir manakala mereka juga cenderung lupa.

Bahkan tidak bisa menjamin kebutuhan untuk sarapan anak-anak sekolah karena data dari WFP atau World Food Programme yang jadi pegangan mereka.

Bahwa sudah 76 negara yang mana 61 persennya adalah negara pendapatan tinggi menerapkan kebijakan makan siang gratis tersebut yang mana orientasinya adalah masyarakat miskin bisa terjamin anak-anaknya terhadap kebutuhan nutrisinya. Karena secara asumsi pula mengatakan bahwa nutrisi yang cukup bisa mengangkat derajat anak-anak dari kemiskinan.

Hanya saja sedikit banyak menjadi kritik bahwa penanganan stunting dan gizi buruk juga harus bisa dibedakan. 

Ganjar menekankan bahwa makan siang juga efektif hanya saja kurang tepat jika melihat pada konsepsi stunting secara luas yaitu kekerdilan dari postur yang diakibatkan pada gizi buruk. 

Gizi buruk bisa menjadi gizi baik namun untuk stunting belum tentu juga bisa bebas stunting. Karena gizi buruk itu untuk konsepsi yang singkat sementara stunting itu sudah lebih mendasar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun