Seketika menjelang Debat Capres kelima alias Debat Final pada hari ini, yang mana salah satu tema bahasannya Kesejahteraan Sosial. Belum lama pula langsung tertegun, karena baru saja seorang politisi kawakan yang memang sangat dikenal oleh masyarakat yang nasionalis yaitu Basuki Tjahaja Purnama atau akrab disapa Ahok menyatakan dukungan secara allout (sekalipun beliau adalah kader PDIP) namun kini dia akhirnya 'turun gunung' bahkan rela mundur dari jabatan Komisaris Utama Pertamina untuk secara langsung mendukung (sekalipun tidak masuk struktur TPN) terhadap pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.Â
Dukungan tersebut lahir secara obyektif personal dan rasional seorang Ahok dimana sosok Ganjar dinilai sefrekuensi soal komitmennya pada urusan yang Konstitusional, yaitu ketaatan pada tujuan pendiri Bangsa untuk kesejahteraan. Ganjar dinilai berpengalaman dengan penuh rasa tanggungjawab dan nasionalisme tinggi memastikan bahwa setiap masyarakat yang ada harus terpenuhi haknya. Dimana gagasan seperti ini selama ini dinilai hanya sebuah gagasan 'manis' yang tidak nyata dalam langkah-langkah konkritnya yang mana jelas sekali tidak ada unsur keberanian dan ketegasan yang seharusnya dimaksimalkan oleh karena musuh bersama dari kesejahteran itu sendiri yaitu Korupsi yang masih merajalela, dan Ahok secara pribadi melihat pasangan ini sudah menunjukkan potongan-potongan keberanian mereka dalam memastikan keadilan sosial itu bisa terwujud untuk Bumi Pertiwi.
Kemudian yang menjadi trending atau buah bibir di kalangan masyarakat Indonesia adalah proyeksi Ahok jika beliau sudah all-out untuk mendukung Ganjar kedepan dan apabila Ganjar terpilih bagaimana nasib Pemerintahan kedepan bersama dengan Ahok? Yang jelas, ini baru sebatas proyeksi dan opini secara rasional saja dimana Ganjar tidak lantas meninggalkan sahabatnya bahkan Ganjar sendiri juga bukan orang yang anti-kritik dimana Ganjar juga di beberapa kesempatan suka dengan ketegasan seorang Ahok yang ceplas ceplos dimana ada kesalahan, kurang lebih juga sama seperti Mahfud MD dimana keduanya adalah sosok yang sangat dekat dengan Gusdur. Sosok aktivis yang juga pro terhadap keadilan dan tentunya akan langsung memanas dan inisiatif untuk menciptakan perubahan dan penataan. Seorang Ahok sendiri dikenal adalah sosok yang 'kekinian'.Â
Dimana Ganjar secara pribadi memang 'fans berat' seorang Ahok waktu dia menjadi Gubernur Jawa Tengah. Korupsi adalah agenda utama yang harus diberantas karena jika korupsi secara sistemik bisa dicegah maka imbasnya adalah kesejahteraan dan pemerataan yang maksimal terjadi. Hal ini diperlihatkan di Jakarta dimana Ahok paling getol memastikan E-Budgeting itu berjalan maksimal bahkan turunannya E-Planning, E-Procurement, intinya Inovasi Teknologi yang akhirnya membuahkan hasil, dimana satu per satu banyak kejanggalan terungkap sampai pada reformasi layanan yang imbasnya pada peningkatan pendapatan daerah yang maksimal. Kedepannya hal ini bisa didorong secara Nasional oleh Ganjar-Mahfud.Â
Dengan dorongan reformasi baik dari sistem pendapatan maupun dari pengelolaan anggaran secara transparan otomatis menambah sumber-sumber pendapatan secara maksimal seperti kasus di DKI Jakarta manakala Ahok menjadi Gubernur akhirnya APBD naik secara drastis dimulai saat Jokowi dahulu dimana kenaikan luar biasa terjadi dalam waktu kurang dari 5 tahun dimana APBD bisa tumbuh dari sekitar 40 Triliun menjadi 80 Triliun. Angka tersebut dikelola semaksimal mungkin dimulai dari reformasi gaji di kalangan ASN DKI dimana mereka mendapatkan Takehome Pay yang sangat besar dan imbasnya konsumsi masyarakat tinggi di DKI Jakarta. Paling penting adalah jika anggaran dikelola dengan baik utamanya soal pengawasan tentu berimplikasi pada program-program yang sifatnya sosial namun benar-benar berdampak pada perubahan nasib masyarakat. Salah satunya yang pernah dibahas adalah soal Rusunawa dimana solusi tersebut bukan hanya pada sisi populismenya namun juga berdampak secara inspiratif.Â
Ini merupakan investasi paling manjur dalam mengentaskan kemiskinan dan membangun ekosistem kesejahteraan sosial yang berkelanjutan wabil khusus di daerah Perkotaan. Selain memang pembangunan dan pemerataan di desa atau diluar aglomerasi juga harus diratakan agar implikasinya tidak lagi ada urbanisasi besar-besaran yang tidak terkendali karena mayoritas urbanisasi tidak mengedepankan kesan kualitas dari siapapun yang datang dan ujungnya mereka menjadi PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial). Bagi masyarakat yang sudah cukup bahkan sangat lama, kelayakan hidup mereka juga musti ditata dimulai dari pembangunan perumahan dalam hal ini Rumah Susun yang layak.
Data BPS juga sudah menjelaskan. Kemiskinan di perkotaan kurang lebih sebesar 7,5 persen dari total kemiskinan secara Nasional 9,5 persen. Bahkan sudah bertambah selama 10 tahun terakhir sebanyak 3-4 persen berbanding kemiskinan di pedesaan yang cenderung stagnan bahkan sempat menurun meski mengalami kenaikan karena pandemi. Kurang lebih orang miskin di perkotaan ada sekitar 12 juta jiwa. Apalagi di kota saya (pernah membaca datanya) sekitar 85-90 persen menetap di kawasan yang dikenal sebagai garapan (sebenarnya itu merupakan tanah negara yang 'tidur') bahkan telah membuat peradaban disana selama puluhan tahun.
Maka demikian program untuk Rusunawa dan pemberian Jaminan Sosial yang layak bagi masyarakat yang tinggal didalamnya juga harus menjadi linier dengan program lain. Semisal Reforma Agraria dimana penataan aset-aset milik Pemerintah yang sebelumnya garapan dibangun Rumah Susun, dan penghuninya yang dahulu tinggal di bedeng tidak layak akhirnya tinggal di Rusun yang layak. Kemudian program ini juga linier dengan KTP Sakti yang mana mereka juga terdata secara rasional dalam Sistem yang sudah terpadu dan akhirnya mereka mendapatkan Bansos, yang mana kedepannya Bansos itu memang selayaknya bisa ditata ulang agar benar-benar miskin bisa dapat.Â
Kemudian, yang mendapatkan Bansos semacam PKH atau apapun berbasis DTKS juga diberikan pendampingan dalam hal ekonomi kerakyatan dimana mereka mendapatkan bantuan untuk usaha baik modal uang maupun barang dan pendampingan soal literasi digital dan pasar selain proses inkubasi. Bahkan sebenarnya mereka juga bisa kerja dengan Pemerintah yaitu pekerjaan-pekerjaan lapangan yang mana rerata mereka adalah lulusan SMA kebawah.  Anak-anak mereka disekolahkan dengan KIP bahkan sampai Kuliah  berikut dengan jaminan kesehatan semesta sekeluarga dari BPJS agar mereka terjamin. Disamping untuk Rusunawa juga menghadirkan Pasar Pangan Murah dimana masyarakat miskin tersebut bisa terjamin gizi dan tumbuh kembangnya karena sembako yang dijual juga murah.
Dalam tulisan sebelumnya (bisa dibaca di tulisan berjudul "Dari Rusunawa Entaskan Kemiskinan Secara Berkelanjutan") dijelaskan dan bahkan pernah dibuatkan simulasinya bahwa program ini pun sebenarnya tidak lebih mahal daripada program-program lainnya dan apabila sebenarnya ini didorong komitmen Nasionalisasinya, bahkan terlepas seorang Ahok menjadi pejabat kunci untuk memastikannya (kalau saya prefer justru dengan program ini beliau layak menjadi Menko PMK alias Pembangunan Manusia Kebudayaan karena dari program inilah Jakarta benar-benar berubah, bahkan di era penerusnya pun yaitu Anies Baswedan jujur beliau pun hanya dalam konteks melanjutkan karena awal yang baik sudah dibangun oleh Ahok). Simulasinya adalah sebagai berikut :
- 1 hektar lahan milik Pemerintah alias garapan dikonversi jadi 5 tower unit Rusun dengan anggaran sebesar 400 Miliar Rupiah (ini linier dengan program visi-misi hunian murah ala Ga-ma)
- 1 Tower memiliki 200 unit dimana tarifnya variatif misalkan type 36 Rp300 ribu dan type 45 Rp400 ribu per bulan (bersih include dengan maintenance n operational seperti listrik, air, sampah, keamanan)
- Setiap KK penghuni diwajibkan membuat buku tabungan entah Himbara atau Bank Daerah setempat (kalau ada KTP bisa terintegrasi saja dengan KTP Sakti atau IKD atau apapun). Didorong untuk menabung, disamping eksperimen selain BPJS yang sebenarnya sudah gratis untuk mereka karena PBI juga layanan dokter jemput bola kepada mereka (Faskes dan Nakes linier)
- Investasi terpentingnya adalah di garis anak-anak usia sekolah dimana mereka mendapatkan KIP yang mana selain gratis sekolah juga biaya hidup dan jaminan untuk peralatan sekolah sampai gizi tercukupi bahkan sampai kuliah. Imbasnya jika sudah lulus tentu bisa mendapatkan pekerjaan yang menaikkan derajat keluarganya.
Hasilnya adalah jika hal ini dimasifkan disasar di kemiskinan perkotaan, yang mana tiap tahun turun 1-2 persen saja kemiskinan di perkotaan yang notabene menyumbang lebih dari separuh kemiskinan Nasional. Plus program ini juga dimasifkan sebagai bagian dari Investasi otomatis tentunya akan sangat berdampak pula pada Angka Kemiskinan secara Nasional yang berkorelasi pada penciptaan Sumber Daya Manusia yang Unggul. Larinya linier pula dengan program 1 Keluarga Miskin 1 Sarjana dimana sebenarnya hal ini juga berkenaan dengan Program KIP-Kuliah namun lebih termodifikasi dan tersegmentasi pada sasaran yang sangat miskin alias ekstrem. Apalagi urusan seperti ini juga yaitu dimulai dari Rusunawa Murah untuk Kaum Miskin Kota yang dijalankan secara masif dan simultan mengingat konteksnya adalah 2 generasi maksimal (alias 2 generasi selesai, langsung beralih). Saya yakin, kalau memang lebih masif lagi bukan tidak mungkin tidak sampai 2 generasi, mereka sudah pada pindah ke tempat yang jauh lebih layak karena sudah mendapatkan kesejahteraan yang lebih lagi. Jadi, bukan soal bantuan atau penjaminan-pemeliharaannya melainkan pemberdayaan dan penguatannya sebagaimana sebuah Investasi. Sehingga fakir miskin dan anak telantar bukan sekedar dipelihara Negara melainkan diberdayakan oleh Negara.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H