Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

UKT PTN Mahal, Wacana Student Loan, dan Semoga Masuk "Last Debate"

1 Februari 2024   10:02 Diperbarui: 6 Februari 2024   17:01 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Menurut pribadi saya ini harus diubah. To the point memang isu ini akan menjadi seksi sekali di tahun politik. Ingat bahwa mahasiswa sedang wait and see kepada siapa saja calon Pemimpin mereka apalagi rerata mereka adalah pemilih pemula dan di tahun ini 'bonus demografi politik' memang sangat maksimal dimana mayoritas pemilih berarti diatas 50 persen adalah anak muda termasuk para pemilih pemula. Mereka akan melihat pertanggungjawaban para pemimpin mereka untuk menguraikan ini semua. 

Apalagi mereka sedang dalam masa jatidiri dan sangat kritis peka atas segala keresahan yang terjadi di masyarakat saat ini. Baru saja ada wacana Pemerintah mempertimbangkan kajian untuk menjadikan LPDP sebagai Student Loan seperti di beberapa negara termasuk Malaysia dengan bunga rendah (serendah mungkin bahkan mendekati nol). Dimana teknis spesifiknya sedang dibahas dan bisa jadi di'lempar' untuk bisa direalisasikan oleh Pemimpin selanjutnya. Bagaimana sikap para pemimpin soal ini? 

Kalau menurut hemat saya memang intervensi Negara harus maksimal dalam memastikan keringanan atas beban yang ada. Ingat bahwa ini adalah Investasi SDM, kalau boleh berpandangan sebenarnya tidak salah Student Loan untuk LPDP dimana menggunakan Dana Abadi Pendidikan dan sasarannya jelas lazimnya ke middle class. Tapi, subsidi ke PTN juga tetap harus besar jadi tidak orientasi uang dari tuition fee per semester saja. 

Korelasinya kepada standarisasi UKT juga dimana ada batasan yang harus ditekankan, misalkan untuk jalur SNBT-SNBP (Undangan dan tes bersama) maksimal 8 juta per semester untuk semua Jurusan. Kemudian untuk jalur mandiri, skema mekanisme uang pangkal juga harus dibatasi maksimal 30 juta, berikut dengan semesteran maksimal 20 juta (itupun patokan Fakultas tertinggi yaitu Kedokteran). 

Supaya tidak berat secara cicilan yang harus dibayarkan baik mungkin disela-sela kuliah dalam bulanan maupun setelah lulus dan kerja. Sebenarnya mudah saja, perbaiki reform regulasinya saja UU Sisdiknas segera diakomodir soal ini apalagi PP Pembiayaan Dikti harus direvisi agar pembiayaan sefleksibel dan tidak memberatkan. 

Uangnya? Sebenarnya, realokasi saja Anggaran Kemdikbudristek, memaksimalkan Satker teknis seperti Ditjen Dikti-Ristek agar mendapatkan uang maksimal. Sekarang porsi terbesar ada di Setjen soal Dukungan Manajemen, harusnya diubah apalagi dengan adanya teknologi semua serba efisien, sehingga dari 97 Triliun, seharusnya Anggaran Setjen bukan 45 T tapi cukup 3 T. 42 T dipakai sebagian untuk menambal 37 T Ditjen Dikti jadi 60 T, sisanya? Bisa dialokasikan ke Satker lain yang juga tidak kalah urgent.

Wait n see

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun