Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Wajib Masuk di Debat 4: Pajak Bensin vs Pajak Karbon?

20 Januari 2024   17:16 Diperbarui: 7 Februari 2024   13:06 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Ibaratnya persepsi masyarakat bawah akan berpikir "Segini amat Pemerintah nyari duit". Habis pajak hiburan, terbitlah pajak bensin. Yang mana justru tidak akan maksimal dalam rangka pengendalian dampak kerusakan lingkungan (kalau pakai semangat seperti itu). 

Sama semangatnya lagi adalah klaim akan mendorong subsidi sebesar-besarnya untuk angkutan umum, padahal belum bisa dibuktikan pula keabsahannya seperti apa. 

Disamping pembangunan seperti Bus Listrik dan LRT, mungkin argumen yang rada menarik tapi jika seakan cara yang digunakan adalah keliru akan jadi salah pula. Jika dalam konsepsi pembangunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. 

Mengapa tidak dipikirkan untuk mempercepat penerapan pajak karbon saja? Pajak karbon sudah ada diatur dalam UU HPP, tinggal penerapannya lewat PP hingga PMK yang terhambat dimana selalu saja ada dalih kepentingan antara Kementerian tiap Kementerian yang bertanggungjawab. 

Sebenarnya, Kemenkeu selaku Kementerian yang punya tujuan memungut sendiri sudah lama ingin menerapkan ini tapi konfliknya adalah Kementerian ESDM dan Kementerian Investasi yang terkesan menghambat dengan dalih akan lantas menghambat proses hilirisasi yang mana transfer teknologinya masih berjalan dimana apabila dibebankan kepada para produsen sumber daya yang emisi karbonnya tinggi akan sampai pada kenaikan biaya produksi maupun turunannya sampai pada barang-barang konsumsi yang dikenal sangat dekat dengan masyarakat yang mana emisinya tinggi. Apa itu? 

Batubara dan imbasnya pada kenaikan harga listrik karena akan ada pengenaan pajak karbon dalam pengolahan batubara dalam PLTU. Terlepas memang pajak karbon di berbagai negara juga terhambat oleh kepentingan pengusaha yang masih tergantung sama bahan-bahan fosil tidak hanya batubara tapi minyak bumi juga.

Maka demikian, mungkin ini harus ditekankan sekali lagi oleh para Cawapres yang debat besok. Apakah sikap mereka dan mungkin akan cocok ketika ini ditanyakan kepada Cawapres yang menarasikan istilah CCUS atau Carbon Capture Storage yang mana menunjukkan bahwa paslon tersebut paling sustainable. Seberapa konsisten pengoptimalannya serta bagaimana korelasinya pada soalan pajak karbon. 

Apakah mereka setuju untuk segera ditetapkan dengan ketat dan berkeadilan? Alih-alih malahan menerapkan pajak kendaraan BBM Konvensional yang justru malah tidak selaras pada konversi secara luas kepada ekosistem baru. 

Apalagi proses mencapai ekosistem baru juga masih sangat panjang jalurnya. SPKLU saja belum merata dimana-mana kok sudah getol sekali membangun ekosistem supaya semua pakai listrik. 

Apalagi harga sekalipun nol beban pajak dsb pun tetap mahal. Disamping komponennya impor dan listriknya juga masih batubara. Serba salah bukan? 

Jadi, lebih relevan mana untuk benar-benar diseriuskan karena disinilah komitmen Paslon diukur kepeduliannya terhadap sumber daya alam yang berkelanjutannya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun