Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Jokowi-Maruf Beda Jalur dalam Arah Pilpres?

17 Januari 2024   15:48 Diperbarui: 7 Februari 2024   13:03 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul ini menyeruak ketika momentum Hari Ulang Tahun PDIP ke 51 di Lenteng Agung pada 10 Januari 2024 lalu. Jokowi waktu itu memang baru saja kunjungan kerja ke berbagai negara tetangga dan sebenarnya itu dimaklumi oleh PDIP sebagai Partai-nya Jokowi sendiri yang mana atas nama kerja terhadap negara maka dipersilahkan. Hanya saja, saat itu tidak ada undangan, kemudian jangankan undangan bahkan sambutan khusus atau ucapan selamat seperti Karangan Bunga saja dari Jokowi tidak ada. Lantas, Perwakilan dari Pemerintah adalah Pelaksana Tugas Presiden yaitu Wapres Ma'ruf yang datang dan saat itu pula sosok yang dikenal oleh anak muda 'king of silence' tersebut justru disanjung dan dielu-elukan oleh para hadirin yang sebenarnya bukan dari PDIP saja melainkan dari mayoritas pendukung Ganjar-Mahfud.

Sebenarnya yang ditampilkan juga sangat gamblang bahwa arah dukungan Ma'ruf yang merasa bahwa dia musti netral dan bijak dalam Pilpres 2024 ini karena beliau paham betul bahwa bukan tidak mungkin Jokowi akan 'goyah' dan memutuskan musti menyampaikan dukungannya secara terbuka di momen-momen krusial kedepan. Hanya saja, bukan soal Kyai Wapres yang netral saja melainkan pada konteks dia menunjukkan bahwa dia ingin profesional namun tetap rasional mana yang terbaik bagi bangsa. Sebenarnya dari momentum bahwa tujuan Mahfud MD pertama sebelum akhirnya merapat ke Teuku Umar dan Diponegoro untuk deklarasi Cawapres adalah ke Ma'ruf Amin. Sebagaimana sebenarnya ini adalah suatu deal-dealan yang tidak tertulis dahulu. Mungkin bisa flashback juga pada fenomena Mahfud yang batal jadi Cawapres Jokowi karena ada Muhaimin dan juga dari koalisi lain seperti ada Golkar dan juga JK dan Surya Paloh yang sebenarnya tidak berkenan. Dimana skenario alternatifnya Jokowi-Ma'ruf hingga kini. 

Bisa jadi menunjukkan bahwa Ma'ruf Amin juga merasa bahwa ada perubahan. Selayaknya jika memang ada sebuah janji tak tertulis itu harusnya diperjuangkan. Apalagi Ma'ruf sebagaimana ia bisa menganalisa terkesan ada sesuatu yang mengganjal. Disatu sisi, Ma'ruf juga mendengar bahwa Jokowi lah yang datang ke Megawati dan memutuskan bersama bahwa Ganjar jadi Capres PDIP. Begitu juga sampai Cawapres dimana sejak Agustus 2023 lalu sebenarnya Mega sudah diskusi dengan Ganjar makanya sudah lama pula Ganjar tahu begitu juga ini sepengetahuan Jokowi. Tapi entah mengapa arahnya bisa berubah dalam waktu yang cepat, apakah catur murni dikeluarkan dari Jokowi atau mungkin dari para pengikutnya? Wallahualam, yang jelas Ma'ruf seperti melihat ada sisi yang berbeda dari seorang Jokowi jika berkaca dari 2018 lalu menjelang Pemilu 2019 dimana dia sebenarnya adalah 'sekoci' dan bintangnya harusnya Mahfud yang diperjuangkan untuk masuk 'kertas suara' dan mendapatkan restu dari Jokowi.

Jika yang saya baca di beberapa media bahwa perbedaan adalah soal pandangan yang baru-baru ini semisal Jokowi mengkritik debat Ketiga dimana serangan personal dan bela Prabowo, kemudian Ma'ruf bilang biasa saja karena perdebatannya sudah mulai membaik. Kemudian, Jokowi sebut lanjutkan bansos karena ini membantu warga kecil sementara Ma'ruf meminta perlu pertimbangan Bansos untuk dimodifikasi pada pemberdayaan usaha supaya lepas dari jurang kemiskinan bukan melestarikannya. Belum lagi penegasan bahwa Ma'ruf Amin simbolisasi dengan jari metalnya menunjukkan engagementnya dengan PDIP dan Ganjar apalagi spesifiknya ada Mahfud. Kemudian, secara lumrahnya kalau bukan dukungan tidak langsung Ma'ruf Amin kepada paslon ini ya bukan tidak mungkin beberapa elemen masyarakat dan tokoh masyarakat juga bakalan solid untuk Ganjar-Mahfud, sama halnya beberapa dukungan dari elemen masyarakat dan tokohnya ke Prabowo-Gibran kalau bukan endorse tidak langsung Jokowi. Tidak akan terjadi. Kira-kira bahasa mudahnya seperti itu.

Jadi memang sebenarnya baru sebatas asumsi. Perbedaan antara Presiden dan Wapres diluar kebijakan juga hal yang biasa, lumrah seorang pemimpin dengan wakil. Tapi kalau soal perbedaan pilihan politik sepertinya jadi sesuatu yang menarik, mungkin agak mirip dengan Jokowi dan JK berbeda pilihan waktu di Pilgub DKI. Meski ngakunya netral, tetap Jokowi sebenarnya arah-arahnya ke Ahok dan JK arah-arahnya ke Anies. Begitu juga di Pilpres 2024 dimana memang Jokowi seperti endorse seorang Prabowo karena gandeng anaknya sementara Ma'ruf Amin endorse Ganjar karena ada Mahfud dimana ada tanggungjawab moral dimana Ma'ruf sepertinya memang musti 'membantu' dengan tangan-tangan disekitarnya memenangkan paslon ini. Apalagi kalau tidak salah semua sudah sepengetahuan seorang Megawati selaku Ketua. Wait n see saja

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun