*Analisis ini sekedar dalam bentuk meluruskan dan membangun opini yang terserah untuk siapapun bisa menafsirkannya. Bukan dalam condong berpihak untuk membela maupun mendisreditkan siapapun. Intinya ini hanya pelurusan berdasarkan fakta yang dikaitkan oleh banyaknya versi yang berkembang saat ini.
Tentang Budiman Sudjatmiko yang kata Deddy Yevri Sitorus pernah meminta jatah Menteri kepada PDIP dan kepada Jokowi untuk mendapatkan jatah Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal Transmigrasi (tambahan Desa karena sebelumnya hanya Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi itu ngikut sama Tenaga Kerja) di masa Jokowi menjadi Kementerian Desa Pembangunan Daerah Transmigrasi (Kemendes PDTT).Â
Sebenarnya Budiman Sudjatmiko tidak dalam posisi ngarep betul hanya saja ini sekedar diskusi mendalam dan berkembang saja perihal portofolio dan fokus pemerintahan setelah Jokowi terpilih, kalau tidak salah ketika momennya berkenaan dengan masa transisi antara SBY dan Jokowi dimana Jokowi ingin ada Kementerian Desa (sebelum akhirnya jadi Kemendes PDTT) dimana Menteri Desanya adalah sosok yang sudah berpengalaman memperjuangkan desa yaitu dari PDIP wabil khusus seorang Budiman Sudjatmiko, inisiator UU Desa bahkan sejak 2007 disaat RUU ini belum betul-betul digaungkan di DPR, masih dalam wacana diskursus antara PDIP dan beberapa tokoh akademisi (yang afiliasi dengan politis) termasuk didalamnya ada Rizal Ramli juga yang saat itu dikenal oposan juga terhadap Pemerintahan SBY yang dikenal tidak pro desa (PNPM dikenal bukan terobosan efektif maka Oposisi tawarkan pembaruan lewat UU Desa)
Singkat cerita memang hingga detik ini Kemendes PDTT tidak jadi pada tangan Budiman atau kader PDIP dimana lumrahnya sebenarnya memang portofolio ini dipegang olehnya, dan soal sudah 3 kali ada pembicaraan (bahasanya panggilan) bahkan Mensesneg Pratikno juga ikutan untuk berkomunikasi dengan Budiman juga betul.Â
Kesimpulannya ini adalah tekanan koalisi, ini adalah pertimbangan kestabilan dimana situasinya tidak semudah terbayang. Apalagi Jokowi saat itu minoritas, ujungnya politis adalah ketika Portofolio ini dipegang oleh PKB (makanya orang sekedar tahu bahwa PKB identik dengan Desa atau UU atau Dana Desa). Kesepakatan saat itu terjadi pada narasi bahwa PKB adalah partai terbesar kedua di koalisi Jokowi-JK saat itu setelah PDIP (Nasdem sendiri pun pendatang baru) jadi demi memperkuat koalisi apalagi PKB juga adalah partainya SBY, demi soft landing transisi.Â
Maka jatah ini diberikan kepada PKB, apalagi mereka pegang basis politik besar yaitu NU. Sekalipun, memang PKB menjadi salah satu partai pemerintahan SBY saat itu yang mendukung, hanya saja perjuangan PKB tidak segetol Partai Oposan seperti PDIP dan Gerindra yang saat itu bahkan berani menyodorkan APBN tandingan yang menyertakan gagasan tentang UU Desa (yaitu Dana Desa), PKB termasuk Kompromistik namun terkesan seolah paling 'berdarah-darah'.Â
Tapi apa daya? Memang itulah politik. Justru kalau dibilang Budiman memperjuangkan dirinya tidak benar juga, lebih tepatnya memperjuangkan marwah dan kebenaran dimana pada hakikatnya inisiator lah yang selayaknya menguasai bukan yang setengah jalan hanya karena bargaining jadi dia pegang kendali. Budiman bukan pada posisi ngarep hanya sedikit menyayangkan saja. Justru dalam pembicaraan yang katanya beredar 4 bahkan 6 mata (antara Jokowi, dan juga Pratikno) terkesan disayangkan saja bahwa PDIP sendiri tidak bisa menguasai portofolio yang justru murni dari idealisme mereka sendiri.Â
Sebenarnya, Budiman pun jikalau katanya Jokowi ngarep banget Budiman untuk jadi Mendes PDTT, nyatanya Budiman tak langsung nerima. Dia juga punya idealisme dan realistisnya juga jalan dimana dia sebagai aktivis juga punya kelemahan sebagai eksekutor sehingga dalam tataran kebijakan atau implementasinya selayaknya kerja Eksekutif (Menteri) yang administrator dan teknokratis selainnya juga birokratis tidak bisa menjadi passion Budiman yang memang cocoknya di Legislatif. Tapi kan, setelah dipikir jika malah partai lain yang megang jadi perjuangan itu sia-sia. Bahkan jauh dari kenyataan bahwa sebenarnya PDIP juga punya ideologis sendiri yang selayaknya relevan bukan seperti Partai yang sekarang memegang Portofolio ini.Â
Poin pentingnya, Budiman justru berharap ini jatah PDIP sekalipun bukan dia pegang. Tapi, malah tidak ditanggepi serius dan dibiarkan begitu saja. Namun keputusan dan pertimbangan politik pasti punya analisa dan konsekuensi dimana semua sudah diperhitungkan secara matang dan memang tidak semudah terbayang. Cuma kasihan saja.Â
Hanya kita akan amati selanjutnya jika narasi ini digaungkan, sebenarnya bukan PDIP yang malah rugi justru jikalau Budiman Sudjatmiko yang kita tahu mendukung Prabowo dan akhirnya dipecat PDIP dan roman-romannya akan merapat ke Gerindra. Mengungkit lagi soal Politik Desa karena Budiman selaku tokohnya. Yakinlah bahwa dalam koalisi KKIR justru yang akan terdampak dimana ada PKB didalamnya.Â
Mungkin, jika nanti Prabowo jadi Presiden akan dipertimbangkan pula soal Portofolio ini yang katanya sudah kultural bahkan identik dengan PKB untuk diberikan kepada Budiman Sudjatmiko (itupun jika kemungkinan Budiman masuk Gerindra juga). Masalahnya apa PKB langsung saja mau? Ini Kementerian yang 'basah' lhoo. Sekalipun tidak pegang Dana Desa karena Dana tsb ditransfer langsung oleh APBN ke Desa masing-masing tapi posisi Pendamping Dana Desa (sama seperti Pendamping PKH atau Pengawas Dana BOS sekolah, atau Pengawas/Mantri Koperasi) itu adalah mutlak Kementerian yang menjalankan pengawasan tersebut dimana Kementerian Desa PDTT yang berhak mengawasi dan efek PKB menjabat di Portofolio ini maka simpatisan PKB (yang berafiliasi dengan NU Ranting juga) banyak menjabat sebagai Pendamping Dana Desa karena posisi ini bukan jabatan PNS. So, pasti dilihat dari peluang elektoral pastinya akan berpengaruh sekali.Â