Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pesona Politik Muhadjir Effendy. Dapatkah Mengulang Kesuksesan JK?

26 Juli 2023   18:50 Diperbarui: 26 Juli 2023   18:53 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul yang sangat menarik. Kementerian yang portofolionya juga menarik yaitu berkaitan dengan Pembangunan Manusia dan Kebudayaan jika dahulu terkenal dengan Kesra atau Kesejahteraan Rakyat. Dimana sejatinya Kementerian ini tidak terlalu populer dibanding portofolio seperti Perekonomian maupun Polhukam atau dengan Marves juga tidak lebih. Bisa jadi karena pemegang mandat yang murni seorang teknokratis. Plus, terus terang sejak Reformasi atau lebih tepatnya Pemilihan Umum Presiden berlangsung, pemegang portofolio ini baru di periode kedua Presiden Jokowi, dipegang oleh sosok yang tepat. Yaitu sosok Profesor atau Akademisi yang bergerak dalam isu atau bidang keilmuan pendidikan dan sosial. Beliau 'naik' ketika menggantikan sosok yang kini menjadi Bakal Capres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Rasyid Baswedan tepat 7 tahun lalu yaitu 27 Juli 2016. Profesor Muhadjir Effendy dengan tenang dan sangat terukur langsung sigap untuk bertugas membantu Presiden dalam memegang Portofolio Pendidikan dan Kebudayaan hingga periode pertama kepemimpinan bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla tersebut berakhir. Lantas apa yang bisa menjadi pesona beliau sehingga diam-diam beliau juga tak kalah 'mantul' dengan sosok semacam Sri Mulyani atau bahkan Basuki Hadimuljono.

Selain beliau adalah fungsionaris alias kader tulen yang bahkan punya banyak rekam jejak terhadap kemajuan Muhammadiyah, Ormas Islam yang dikenal sebagai agen berkemajuan dan progresivitas Islam utamanya dalam pembentukan Sumber Daya Manusia yang Unggul, Berkepribadian Kebangsaan, Naluri Kritis serta Berdaya Saing. Beliau juga merupakan (seperti yang dibilang tadi) pemegang mandat di portofolio yang selayaknya 'on the track' karena memang urusan Kesejahteraan Rakyat atau sekarang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan harus dipimpin oleh seorang pemikir yang paham isu sosial dan pembangunan berkelanjutan dalam konteks mentalitas generasi. PMK adalah agen dari Revolusi Mental, maka demikian beliau adalah Komandan Lapangan yang urusan direktifnya berkaitan dengan hal tersebut dimana kompleksitasnya sangat mendalam tidak sekedar pendidikan saja namun aspek lainnya. Bekal teknokratis sebagai seorang akademisi bahkan hingga pada puncaknya sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Malang sebagai salah satu Universitas Swasta Bergengsi di Indonesia dibawah Lembaga Pendidikan yang menjadi bagian dari Ormas Bergengsi (bukan sekedar Bergengsi) beliau sudah punya modalnya. Mungkin hanya politiknya saja. Benar kan? Ibaratnya masih cenderung 'suci' lain hal contoh seperti Jusuf Kalla yang memang merupakan kader partai, selain sebagai seorang Pengusaha saat itu. Maka demikian, wajar bahwa pesonanya tersebut mengundang banyak simpatik bahkan lirikan untuk ikut merapat sebagai pendamping yang baik.

Momen ini awalnya hanya bersambut oleh PDI Perjuangan yang sudah declare Bacapres Ganjar Pranowo, belum lama setelah saat PDIP audiensi dengan Muhammadiyah dalam diskusi kebangsaan secara informal berkaitan dengan Bung Karno. Muncul sosok Muhadjir dalam radar namun terhempas begitu saja, kalah saing dengan 2 Menko yang tak kalah populer seperti Mahfud MD dan Airlangga Hartarto. Kini Partai Amanat Nasional (PAN) yang terkenal berafiliasi dengan Muhammadiyah (secara historis, meski kini condong nasionalis pluralis bukan agamis) mempertimbangkan sosok yang selama ini relatenya dengan Erick Thohir. Selain Erick, ada Muhadjir yang bisa dipertimbangkan, atas dasar pengalaman yang teruji tadi. Teruji sebagai sosok Menko PMK yang jiwa sosialnya dapat bukan jiwa ekonom yang lebih pada pragmatisme sebagai pelaku usaha seperti case JK. Pertanyaannya dapatkan pertimbangan itu menuju kearah serius? Wallahualam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun