Bukan pula, Presiden yang justru malah banyak memberikan atau sering mendelegasikan kepada Menteri atau Menko (hingga dicap sebagai Menteri Utama) sementara ada Wapres yang jelas sepaket cuma dijadikan pajangan atau banserep. Atau Matahari Kembar, seperti seorang Wapres yang berani bertindak sendiri atas dasar kewenangan dan kekuatan yang dimiliki secara realita, tapi tidak memahami bahwa ia punya atasan yaitu seorang Presiden.Â
Bahkan ribetnya adalah ketika Presiden dan Wapres bersinggungan pendapat bahkan memutuskan kebijakannya sendiri-sendiri. Seolah, malah Wapres yang paling utama karena banyak memutuskan (apalagi dia didukung banyak pihak) Presiden jadi seolah sekedar seremoni saja, alias Wapres = The Real President.Â
Atau jelek-jeleknya Presiden dan Wapres ibarat Presiden seorang Pemerintah dan Wapres seorang Oposisi, awalnya sepaket ujungnya malah ribut. Ini berbahaya, karena mereka dipilih sebagai satu paduan dan tidak semestinya untuk membuat perpecahan dan pertentangan yang sangat berlarut sehingga situasi seperti ini pasti menimbulkan ketidakstabilan (chaos).
Dahulu ada Capres dan Cawapres yang sudah merencanakan untuk mengikut pada kepemimpinan Gusdur-Mega, yaitu Megawati yang saat itu berpasangan dengan Prabowo Subianto mencalonkan di 2009.Â
Saat itu kita kenal perjanjian Batutulis dan poin pentingnya adalah penegasan kesepahaman jikalau terpilih bahwa Presiden tidak saling dominan dan Wapres pun demikian sehingga seimbang. Apa itu? Prabowo sebagai Wakil Presiden (di pasal 2) berhak dalam menentukan dan bertanggungjawab dalam program kebijakan perekonomian yang notabene fokus pada reformasi ekonomi kearah orientasi berdikari (antitesa dari kebijakan SBY yang katanya neolib) selaras dengan Pancasila yaitu berkepribadian kebudayaan Nasional.Â
Pasal selanjutnya jelas, bahwa dalam rangka mendukung tupoksi strategis tersebut (berarti butuh tim) Prabowo berhak menentukan dalam tugas kerangka luas kabinet yang bertanggungjawab membantunya yaitu Portofolio kehutanan, pertanian, keuangan, ESDM, kelautan & perikanan, perindustrian, tenaga kerja & transmigrasi, hukum & HAM dan pertahanan. Intinya kalau portofolio tersebut juga adalah sepengetahuan bahkan usul Wapres, maka Wapres bertanggungjawab berkoordinasi aktif dengan Menteri tersebut bahkan paling tidak melalui portofolio tersebut setidaknya manifesto atau nilai yang dibawa Wapres dapat berjalan seirama. Namun sayangnya kalah.
Maka demikian, siapapun nanti yang terpilih di 2024. Mereka harus menjaga keseimbangan yang selayaknya bisa dicapai dalam sebuah kekuatan dwitunggal. Mungkin untuk sekarang tidak tertulis kurang relevan. Jadi, harus tertulis melalui Keppres yang menentukan sejauh mana kewenangan Wakil Presiden dan sejauh mana pula sesuatu diputuskan.Â
Semisal resiprokal, dimana hal-hal atau bidang yang menjadi kewenangan Wakil Presiden namun bisa diputuskan Presiden sekalipun harus berkoordinasi dengan Wakil Presiden dan sebaliknya jika pada akhirnya Wakil Presiden musti memberikan masukan atau sebuah usulan strategis yang selayaknya diputuskan harus tetap sepengetahuan Presiden. Sehingga tidak ada yang saling menutup-tutupi dan membangun pertentangan.Â
Bahkan jeleknya, malah ada kubu terbangun atas Presiden dan Wapresnya. Seperti sekarang, jika Wapres bertanggungjawab dalam bidang Penanggulangan Kemiskinan, Stunting, Otonomi Daerah, Papua, Olahraga Nasional, Pengendalian Inflasi, sama Ekonomi Syariah dan Reformasi Birokrasi, Tegaskan itu dalam Keppres supaya sama-sama jelas, Tidak saling bertabrakan kedepan, terutama dalam rapat-rapat.Â
Paling tidak, kebijakan yang berkaitan dengan bidang-bidang tersebut jangan cuma urusan memo rapat tapi paraf draf kebijakan dan naskah akademik juga seperti Perpres, Permen, PP dan UU, Wapres berperan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H