Dalam konstitusi, Presiden bukan dipilih hanya untuk menunjukkan siapa Presidennya, melainkan 1 paket dengan seorang Wakil Presiden yang hendaknya membantu Presiden dalam tugas negara dan pemerintahan sehari-hari, dimana seyogyanya seorang Wakil Presiden bukan sekedar ditunjuk hanya untuk mendulang suara saja ketika pemilihan dimana Wakil Presiden selalu merepresentasikan golongan atau kelompok hingga kepentingan tertentu yang melekat dalam dirinya.Â
Ingat, Wakil Presiden ada dalam kertas suara hanya saja perannya tidak lebih dominan dalam menentukan suatu kebijakan. To the point saja, seolah Wakil Presiden tidak ada peranan yang berimbang untuk memastikan konsep menghargai-melengkapi itu benar-benar berjalan.Â
Kalau dalam sejarah, saya jujur akui bahwa duet seorang Soekarno dengan Mohamad Hatta adalah padanan pas waktu awal kemerdekaan (kurang lebih dari 1945-1950).
Seorang Soekarno alias Bung Karno yaitu orator ulung dan juga negosiator handal karena memiliki kharisma dan juga pandai dalam urusan-urusan yang membumi karena kedekatan dengan rakyat.Â
Mohamad Hatta alias Bung Hatta lahir sebagai seorang profesional karena berkecimpung di dunia akademisi yang selaras dengan pergerakan sekaligus pemikir dan eksekutor dimana ia banyak pada tataran kebijakan dan keputusan untuk melengkapi konsensus yang tepat bagi Indonesia Merdeka.Â
Keduanya memang berbeda, tidaklah sama karena selalu berdebat atas dasar perbedaan gagasan, namun keduanya adalah sosok terbuka dan diskusi terbangun adalah soal kesepakatan bangsa dan negara untuk saling melengkapi. Itulah dwitunggal sesungguhnya karena keduanya punya tujuan sama yaitu Indonesia Merdeka dan Berdaulat. Dulu tidak pakai Keppres lho, sesuai porsinya saja.
Duet antara Abdurrahman Wahid dengan Megawati Soekarnoputri (Gusdur-Mega) juga oke menurut saya bila menjadi pijakan dalam memberikan kewenangan yang sejalan dan setara antara seorang pemimpin dan wakilnya.Â
Sekalian saja membuat aturan tertulis ada Keppresnya bahwa Presiden memberikan penugasan terkait sebagian hal-hal pokok yang selayaknya menjadi kewenangan Presiden diarahkan kepada Wakil Presiden mengingat saat itu Gus Dur sendiri memiliki keterbatasan sehingga sudah dirambukan mana yang bisa dikerjakan oleh seorang Wakil Presiden dan tegas di Keppres dijelaskan.Â
Kalau secara spesifik adalah salah satunya dalam memutuskan kebijakan tertentu dalam Rapat Kabinet Terbatas, dimana Presiden hanya memberikan pengantar dan selebihnya Wapres yang akan memimpin dan memutuskan dalam sidang Kabinet tentu sepengetahuan Presiden. Kemudian beberapa penugasan lainnya yang intinya sudah dirambukan selaras dengan kepentingan dan situasi terkini.Â
Menurut saya jujur itu terobosan, maka demikian to the point bahwa seorang Presiden wajib membuat Keppres serupa untuk menegaskan (bukan sekedar membatasi) tapi menjadi contoh keadilan bisa dicapai selaras dengan idealnya.
Jadi, prinsipnya tidak ada kepemimpinan yang one man show dimana Presiden bertugas sendiri dan seolah tidak berkaca pada sekitarannya seperti apa, hanya karena dia merasa dominan.Â