Sosok yang selalu mewarnai jagat perpolitikan di Indonesia, terutama di masa Reformasi sekarang ini. Lahir sebagai sosok cendekiawan Muslim yang sederhana namun berusaha menjadi pembelajar. Dikenal memang sebagai seorang pemikir yang professional, dengan segudang wawasan yang kelak buah pikiran yang tergugah dalam segenap forum atau diskursus kebangsaan menjadi warna dalam perwujudan kehidupan bangsa dan negara. Beliau sangat mafhum, sangat pakem dalam berbicara soal perpolitikan dan hukum korelasinya dengan ketatanegaraan bangsa ini.Â
Seolah kalau bicara soal akademis, mengingat dia adalah seorang pengajar sudah sangat matang bahkan dijadikan sebagai 'soko guru' alias best practice dalam pemerintahan. Belum lagi dia juga cukup 'mapan' perkara praktisi, yaitu ikut andil dalam diskursus yang selama ini ia bahas.
Hidup dan populer di 3 jaman adalah sebuah keniscayaan, memang siapapun juga rada kaget. Tapi terus terang, itulah seorang Mahfud MD. Berawal dari kesahajaan bermuara pada kebesaran yang kelak memastikan keadilan itu dicapai. Kata kuncinya adalah Keadilan. Dia dikenal sebagai sosok yang realistis, apa adanya. Salah katakan salah dan benar katakan benar. Ini yang menjadi spesial. Sehebat apa seorang Mahfud MD tersebut. Dahulu dikenal sebagai seorang Menteri di zaman KH. Abdurrahman Wahid mulai Pertahanan maupun Hukum & HAM berarti dia pernah berjalan sebagai seorang Eksekutif.Â
Beliau juga seorang konsisten, begitu Gusdur lengser berganti Mega dia adalah satu dari sekian tokoh yang tegas bersama Gusdur untuk tidak ikut dalam pemerintah ketika memang banyak sekali menteri-menteri Gusdur bahkan yang sudah dipecat malah kembali dikaryakan oleh Mega bahkan lebih strategis (sebut saja SBY dan JK). Inilah sikap tawadhu yang sangat dewasa, sama seperti Luhut Binsar Panjaitan dimana tawaran memang ada tapi ia tolak karena kesetiaan lahir batin.Â
Suatu saat, dan saat itu Mahfud memang masuk ke PKB yang notabene dipimpin oleh Matori Abdul Jalil, orangnya Gusdur. Dia maju di Pemilu Legislatif di 2004, dan saat itu ia terpilih sebagai anggota DPR dari fraksi PKB. Otomatis Legislatif ia cicipi dong. Sebagai Anggota Komisi III sekaligus Badan Legislasi (Baleg) yang berperan aktif dalam memastikan sistem reformasi hukum dan keadilan berjalan di saat tersebut disamping juga ia membidani berbagai proses pembuatan Undang-Undang utamanya yang strategis di masa itu. Saat itu Presiden SBY memerintah dan memang reformasi berjalan hanya saja perkara hukum dinilai lemah.Â
Dan soal Partai, begitu kepemimpinan PKB berubah dipegang Muhaimin Iskandar yang resminya sekitar 2006 ia pegang, satu per satu loyalis Gusdur 'dibuang' dan ia terkesan 'disingkirkan'. Pada 2008 Mahfud MD terpilih sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. Disatu sisi ini ialah tujuan besar Mahfud MD ingin memperbaiki sistem hukum langsung pada badan peradilannya dimana Lembaga baru hasil Reformasi tersebut memang berperan aktif dalam memastikan pengujian UU yang kedepan mampu sejalan dengan Konstitusi.Â
Disisi lain ada yang berpandangan sejak Gusdur dan loyalisnya lengser, Mahfud MD yang saat itu juga keluar dari PKB ingin mencari 'ladang baru', ia ingin menjadi independen betul-betul berusaha memperbaiki keadilan dari sisi yang lain. Saat itulah ia menjadi besar. Bahkan mulus 2 periode menjadi Ketua MK yaitu 2008-2013. Banyak sekali putusan MK yang ia adili, dan salah satu yang spesial adalah Parliamentary Threshold yang mana ia nilai berbahaya karena menggerus eksistensi partai hingga lokal seharusnya kembalikan saja kepada seleksi alam di masyarakat baik pusat maupun lokal bukan membatasi secara tegas.Â
Singkat cerita ia selesai di 2013, MK seolah tidak 'bertaji' seperti dulu. Dimana diantara semua hakim MK, Mahfud MD paling berani seolah 'melawan' kehendak Istana berikut juga sebagian besar DPR terkait dengan pembubaran BP Migas yang mana ia 'blak-blakan' bahwa inkonstitusional karena menggerus kedaulatan negara, membuat kerugian besar karena rantai pasok migas yang berantakan dan justru dikendalikan oleh asing. Sementara banyak pejabat yang 'bermain' yang mana singkat cerita waktu selanjutnya semua terbuka.
Itulah kehebatan beliau, meski dicap bahwa hakim seperti dia terlalu politis, harusnya fokus administratif yuridis bukan malah komentari kebijakan kekuasaan yang mana sebenarnya jika memang benar adanya. Itu harus disampaikan.
Usai menjadi Ketua MK, oleh karena jargonnya yang mengedepankan Bersih dan Berani. Seolah dia menjadi 'musuh' politik Pemerintahan SBY periode kedua saat itu yang sedang 'berantakan' akibat berbagai kasus skandal hukum menerpa, seolah Pemerintahan yang responsnya lamban dan inkonsisten baik DPR maupun Menteri. Dia hadir meski sudah tak lagi menjabat, hanya sebatas seorang konsultan 'rasa' aktivis yang banyak kritik namun mendalam. Membuatnya sempat kuat di 2014 lalu dalam survey Pilpres sebagai sosok Perubahan, selain saat itu ada sosok Prabowo Subianto yang tegas sebagai antitesa Cikeas.Â
Singkat cerita, Mahfud MD sendiri batal untuk 'melenggang' baik papan 1 (yang sebelumnya akar rumput partai Islam baik PKB maupun PPP mendorong, namun apa daya Partai tersebut kurang tinggi) sebagai Capres maupun papan 2 sebagai Cawapres antara Prabowo dan Jokowi. Padahal sebenarnya banyak masyarakat utamanya aktivisme berharap bahwa ia bisa bersanding dengan Joko Widodo yang notabene simbol murni perubahan. Namun apa daya? Jokowi saja bersanding dengan JK yang notabene 'bekas' wakil SBY.Â
Mahfud pun akhirnya tak ada angin dan hujan malah merapat menjadi Ketua Timses Prabowo Subianto yang sebenarnya sama saja, bersanding dengan Hatta Rajasa yang notabene besan SBY. Singkat cerita, Prabowo kalah dan Prabowo begitu Jokowi menjadi Presiden di 2014 langsung berposisi sebagai seorang 'Pemimpin Oposisi' Indonesia yang notabene kontra terhadap pemerintahan.Â
Mahfud? Abstain, kembali diluar pemerintah dan politik hanya sebagai konsultan dan akademisi hingga singkat cerita ia diajak masuk dalam UKP-PIP yang kelak menjadi BPIP dengan Megawati sebagai Ketuanya. Terkesan masuk kembali hanya dalam ranah yang terkesan menjadi 'advisory''. Pilpres 2019 bergaung, sebenarnya Mahfud sendiri sudah mulai ancang-ancang seperti diketahui dia sudah sampai siapkan baju putih untuk pencalonan. Apalagi surveynya selain Jokowi yang petahana kuat, Mahfud kuat sebagai Cawapres.Â
Hingga akhirnya, kompas itu dipotong kembali. Mahfud tidak dilirik meski sebenarnya Jokowi berkeinginan tapi itulah politik dimana perjodohan bukan keinginan pengantin tapi harus kesepakatan semua dan pilihan mendalam pihak-pihak yang mengusung dan KH Ma'ruf Amin lah yang jadi. Mahfud MD pun abstain, tidak berpihak mendukung siapapun. Malah menjadi katalis demokrasi yang ceria dan bersatu setelah lama di 2014 terpecah melalui Gerakan Suluh Kebangsaan.
Begitu Jokowi kembali menang dan menjabat di 2019. Entah mengapa akhirnya sosok Mahfud MD secara tiba-tiba masuk kembali dalam Kabinet. Genap pula 3 Presiden ia lampaui yaitu Jokowi sebagai Menko Polhukam. Setelah terakhir menjadi Menteri di masa Gusdur, dan masa SBY sebagai DPR dan Ketua MK (Legislatif dan Yudikatif). Tentunya dia membawa sebuah 'nafas' baru dalam perpolitikan. Sebagai politisi yang besar di masa Reformasi meski ada waktu dimana ia 'vakum' ia seolah diberi 'nyawa' untuk memberi warna yang sama halnya ketika menjadi Ketua MK maupun DPR dahulu.Â
Agenda Reformasi dalam Politik Hukum dan Keamanan sudah sangat piawai ia jalani. To the point, langsung pada kisruh yang baru ini saja terjadi yaitu 349 Triliun Potensi pencucian uang yang mana menjadi skandal besar di akhir masa jabatan Jokowi yang terungkap dan menggemparkan seluruh Negara hingga sekarang ini. Yang awalnya adalah kasus pemukulan David Ozora oleh anak seorang Pegawai Pajak, akhirnya terbuka semua borok di Pemerintahan bahwa kondisinya sekarang sudah dalam 'gawat darurat' dimana para birokrat selama ini banyak tertutupi berpotensi melakukan tindakan yang menyeleweng ditandai dari gaya hidup mereka.Â
Terutama Kementerian Keuangan yang dikenal sebagai 'Kementerian Sultan' malah justru berfoya-foya ditengah ketimpangan yang dirasakan segenap rakyat yaitu kondisi ekonomi tak stabil justru para pejabat berusaha meraup uang rakyat sebanyak-banyaknya demi kepentingan pribadi.Â
Mahfud MD seolah dimusuhi baik DPR maupun mungkin pejabat lain. Namun banyak apresiasi, bahwa terus terang saja jika memang benar katakan benar dan salah katakan salah. Tapi ada indikasi 'gula-gula' menuju Pilpres? Kita tidak tahu, ya seperti setelahnya banyak sekali yang menggadang dan bahkan melirik termasuk PKS baru-baru ini, sebentar Gerindra atau mungkin PDIP yang 'fresh' mengusung Ganjar Pranowo. Bagaimana?
Intinya itulah fenomena kuda hitam menjadi putih. Kuda hitam seolah tak terduga jika putih maka akan seperti kembali bersih bahkan menjadi primadona. Mungkin untuk posisi Capres pun sekarang belum setinggi top 3 : Ganjar, Anies dan Prabowo. Belum lagi Cawapres yang kita tahu ada Sandi Uno, Erick Thohir dan Ridwan Kamil. Tapi itulah dinamika, ketika ada fenomena dan kontroversi apalagi kalau reaksinya terkesan simpatik dimana ada kejadian yang seolah heroisme (membuka kebobrokan) lantas meningkatkan trust itu sendiri. Tinggal kita lihat mana siapa yang tepat?
Semoga tidak menjadi 'PHP' atau 'Potong Kompas' lagi. Secara sosok Mahfud tak ragu lagi, lengkap dimasa 3 Pemimpin dan sudah 3 pilar politik dia pegang. Berarti tidak diperdebatkan lagi soal kekhataman beliau. Sudah sangat mumpuni baik dipasangkan dengan Ganjar kah, atau dengan Prabowo atau Anies sekalipun. Tinggal kesediaan koalisi dan Capres itu sendiri saja. Masih lama kok
Mengutip twitt hebat dari seorang Mahfud MD yang menjadi refleksi bagi semua sekaligus Selamat Idul Fitri untuk semuanya:
"Tegakkan hukum & keadilan. Jk hukum & keadilan tdk ditegakan berarti terjadi Disorientasi dari tujuan negara. Jk disorientasi trs terjadi muncullah distrust (ketidakpercayaan). Jk distrust meluas terjadilah Disobedience (pembangkangan rakyat), akhirnya Disintegrasi (negara pecah)" @mohmahfudmd - 14 November 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H