Sedih bahkan tidak bisa terungkap dengan untaian kata bicara harapan anak bangsa yang ‘terjajah’ oleh kepentingan politik yang semu dan justru tiada bermanfaat. Entah bagaimana harus diungkap dan ini juga berpengaruh pada ‘bursa’ politik yang akan suram kedepannya. Apalagi kita tahu bahwa pecinta sepakbola mayoritas ialah generasi muda alias pemilih pemula dan sama-sama kita tahu bahwa di Pemilu 2024, mereka yang akan jadi KingMaker sebagai efek dari bonus demografi.Â
Anak muda memang awam tapi mereka juga kritis jika ada sesuatu yang dirasa merusak kepercayaan mereka akan lantang bersuara nyatakan mosi tidak percaya. Situasi kebatinannya jelas, terutama anak muda yang selama ini hadir sebagai ‘swing voters’ dimana mereka menentukan pilihan murni dari hati dan berlaku secara irisan dan memperkuat siapa yang lebih baik diantara yang terburuk. Mereka bukan mengatasnamakan elemen atau representasi politik berasal dari golongan mana namun mereka langsung tentukan pilihan di ‘last minute’.Â
Kalau di survey mereka dikategorikan sebagai sosok yang ragu-ragu bukan golput namun lebih berusaha obyektif. Namun, jika begini caranya justru tingkat golput akan semakin tinggi. Justru ini yang dikhawatirkan merusak agenda demokrasi kita. Bayangkan 15-20 persen potensi ‘swing voters’ dan ‘undecided voters’ tersebut. Mereka gandrung akan harapan tapi kalau memang para politisi justru menjatuhkan harapan apalagi yang muncul saat ini di kalangan ‘swing voters’ kecenderungan mereka akan melihat pada preferensi pemimpin yang menjabat sekarang akan malah terkalibrasi lagi.Â
To the point saja, banyak pemilih yang sebenarnya masih ‘wait and see’ dan realistis bahwa pilihan Jokowi adalah lebih pasti dan Jokowi digambarkan akan mendekat ke Ganjar. Kurang lebih sekitar 10-12 persen pemilih yang mayoritas ialah pemula. Dengan adanya fenomena ini lantas mereka mengganti pilihan mereka kepada Capres lain dan kini masih wait n see lagi. Pertimbangan kritis mereka makin terasah karena fenomena, tidak terkecuali pada politisi yang justru malah makin kolot dalam bersikap. Tidak terkecuali untuk bisa membedakan konteks politik dengan kompetisi olahraga.Â
Kalau untuk figur mungkin mereka masih bisa melihat namun perkara partai sepertinya mereka ‘rada’ bingung mengingat semua partai apalagi yang memiliki kursi di Parlemen nyatanya sama saja. Sehingga perlu narasi yang presisi, sesuatu yang menjadi pembaharu. Kalau memang Presiden Jokowi bisa menjadi patokan, apalagi sikapnya yang justru berbeda dengan partai PDIP dan 2 kader yang sebenarnya juga masih berupaya dalam kontestasi elektoral.Â
Seperti Gubernur Bali, I Wayan Koster yang ‘wait n see’ akan rekomendasi Megawati untuk maju di Pilgub 2024, berikut juga Ganjar Pranowo yang masih bertaruh nama untuk segera diusul maju sebagai kontestan Pilpres 2024. Joko Widodo justru menegaskan bahwa ‘Politik jangan campur dengan Olahraga’ dan tegas merespon fenomena ini dengan mengutus Ketum PSSI, Erick Thohir untuk engage komunikasi dengan Presiden FIFA. Tapi harapan pupus bahwa kita gagal jadi tuan rumah.
Situasinya memang menggugah emosional, kekalutan bukan hanya dirasa pecinta sepakbola tapi seluruh masyarakat Indonesia. Bayangkan ini dampaknya multidimensional lho bahkan sampai ke lanskap ekonomi secara mikro, bukan hanya secara makro perkara infrastruktur pembangunan atau industri olahraga yang bertransformasi menjadi Sport Tourism. Namun ekonomi mikro misalkan para pedagang kecil UMKM yang menjual merchandise dan jersey sepakbola. Seolah dunia politik tidak berpihak pada rakyat, kekuasaan hanya dipakai untuk lebih menekankan pada romantisme terhadap ideologi tertentu.Â
Sedih memang, endingnya bahwa politisi sibuk membela negara lain sampai korbankan negara sendiri. Sudah terlihat partai mana yang bersikap blunder mirisnya bukan hanya PKS saja yang notabene sudah tegas bersikap bahwa mereka boikot Israel namun PAN dan PPP juga ikut bahkan Penguasa seperti PDIP ditandai 2 kadernya yang sembrono tersebut bukan sekedar politisi di Senayan saja begitu.Â
Jadi secara mudahnya, sepertinya suara para pecinta sepakbola menjadi ‘ngambang’ kemana harus mempercayakan siapa yang bisa jadi pemimpin di masa datang. Utamanya jika para pecinta sepakbola tersebut terafiliasi dengan politik Jokowi (alias pendukung atau mempercayakan pilihan pada koalisi Jokowi). Bukan tidak mungkin bahwa mereka akan berubah ke Prabowo Subianto. Mengapa tidak?Â
Kemungkinan memang sangat dinamis dan kalau bukan Ganjar memang Prabowo yang kuat. Apalagi duet Prabowo-Ganjar sudah disambut baik oleh publik tak terkecuali para pecinta sepakbola tersebut namun sirna gegara Ganjar yang blunder. Saya yakin, dari pihak Gerindra juga akan pertimbang ulang untuk bicara soal Ganjar. Tidak terkecuali Hashim Djojohadikusumo sang adik Prabowo yang memang getol perjuangkan Prabowo. Sentuhan yang ditampilkan bisa jadi akan berbeda. Kalau memang Hashim juga tidak mau dari orang partai yang sekoalisi seperti Muhaimin bisa jadi memang Hashim melihat sosok selain Ganjar yang mumpuni atau kalau boleh diluar entitas partai. Namanya juga menjawab tantangan bahwa politik harus profesional. Memang supaya seimbang.
Mengapa Prabowo? Opini ini bukan kampanye namun sebenarnya lebih kepada penegasan saja bahwa Prabowo sendiri justru mendukung pengembangan timnas dan masa depan Sepakbola Indonesia secara umum. Di beberapa kesempatan beliau memang sebagai seorang Nasionalis Patriot bersuara bahwa dia sendiri sebenarnya tidak tertarik dengan kontestasi sepakbola Internasional, kecuali jika ada Indonesia. Bahkan perhatian Prabowo secara personally memang bukan hanya Sepakbola namun Olahraga lain sudah tidak diragukan lagi.Â
Kalau kita tahu bahwa dia fokus di Pencak Silat tidak selamanya benar. Dia dan kadernya juga berusaha untuk wujudkan Olahraga guna menguatkan Indonesia agar semakin Mendunia. Apalagi Prabowo juga penggemar Bung Karno, dan Bung Karno berpesan agar para pemuda Indonesia harus bangkit dan berani serta berdaya agar bisa guncangkan Dunia. Itu yang diilhami, bukan sekedar blunder soal sikap yang sebenarnya tidak tahu dimana tempatnya. Jadi bukan tidak mungkin mengingat basis elektoralnya juga besar sebagai sosok Nasionalis dan Pancasilais sehingga tidak diragukan. Bahkan beliau pernah berkata jika memang Piala Dunia U-20 berlangsung di Indonesia dan Timnas bisa bermain, dia akan lantangkan suara menunjukkan kecintaan dan pembelaannya terhadap Indonesia.Â
Ibarat pemodal, dia akan investasi sekuat tenaga. Begitu juga Sandiaga Uno sebagai Menparekraf menyinggung soal potensi Sport Tourism jika U-20 jadi, dia juga bersama Erick Thohir dan Menteri lain terkait makin sering safari memastikan usaha ini tiada kesia-siaan. Tapi kita juga tahu bahwa beliau juga ‘terpukul’ pastinya. Berarti secara tidak langsung sikap Gerindra bisa jadi berbeda. Sebenarnya diam adalah emas. Lebih baik diam daripada lantang bersuara namun membuat kegaduhan. Sejalan juga dengan Golkar khususnya di Bali, yang kini justru makin melejit.Â
Bayangkan saja, warga Bali memang toleran dan ramah namun akan sulit mengampuni jika siapapun merusak tatanan harmoni yang ada. Sebenarnya Koster bukan Gubernur yang baik, cukup banyak yang tidak puas dan kerjanya biasa saja (banyak ketolong sama Pusat khususnya Luhut Binsar Pandjaitan). Tapi apa daya, dia malah picik berstatement dengan korbankan masa depan dan marwah Bali. Bukan tidak mungkin lanskap politik Bali yang identik ‘merah’ akan berubah. Bisa ‘kuning’ atau ‘merah’ satunya lagi (tahu kan siapa?). Bahkan Luhut Binsar Pandjaitan pasti akan marah kalau disoroti soal keputusan ini. Beliau memang selain peduli kepada Batak terkenal juga peduli pada Bali. Hanya karena ‘politicking’ si Gubernur, saya rasa beliau akan lantang bersama rakyat. Untuk Tolak, yang intinya bahwa Skenario akan berubah. (bisa ditafsirkan sendiri).
Satu lagi nama muncul yaitu Erick Thohir, yang memang kuat untuk bursa Cawapres. Bisa jadi nama beliau yang akan naik dan dianggap pantas dibanding Ganjar Pranowo tadi. Bahkan bukan tidak mungkin bahwa partai PDIP juga akan memperkirakan tersebut. PDIP akan mengubah lanskapnya demi ‘cari selamat’. Meskipun tadinya kita sama-sama tahu bahwa Erick Thohir sendiri kurang disukai oleh PDIP (elite) bahkan spekulasi sempat bahwa sikap PDIP juga muncul demi ‘menjegal’ Erick Thohir. Tapi ya namanya cari selamat dan karena ada Prabowo.Â
Terpaksa mau tidak mau, PDIP harus absen kader dalam Pilpres besok seperti halnya Golkar dan PKB yang ‘main aman’ daripada kader terbaik seperti Ganjar namun kontroversi justru menciutkan taji PDIP sendiri. Erick Thohir memang ‘gagal’ dalam konteks memperjuangkan Indonesia sebagai tuan rumah dalam negosiasi dengan FIFA. Hanya saja beliau tetap diapresiasi, pahlawan memang tidak selalu menang. Tapi kegigihan dan kejuangannya bisa dinilai, dan itu menjadi nilai plus beliau. Mungkin belakangan ini semenjak beliau di PSSI. Beliau absen mikir untuk Pilpres, tapi bukan tidak mungkin harapan dari siapapun yang kecewa (Swing Voters) akan beralih ke dia. Yang percaya Jokowi tapi ragu nentukan arah bisa jadi tampukkan harapan kepadanya. Apalagi beliau non partisan. Lebih progresif dan fleksibel dalam menentukan sebuah kebijaksanaan alias beliau sosok yang bersih. Bersih dari kepentingan politik golongan manapun karena dia independen. Jadi cocok untuk didaulat sebagai kontestan, dan agenda sepakbola akan lebih besar lagi difokuskan (bisa jadi) karena sang Ketua jadi RI 1 atau 2. Bukan tidak mungkin. Namanya juga manusia berusaha sebaik-baiknya.Â
Hanya Sang Khalik yang nanti akan menentukan kedepan. Kita melihat saja roda berputar dan angin bertiup, bisa jadi muncul sebuah jawaban sekaligus hikmah dibalik ini semua. Kalau memang dari situ kita bisa lebih selektif dan lebih cerdas lagi dalam menentukan siapa pemimpin yang benar.Â
Ya harapannya, Haqul Yaqin saja bisa saja fenomena tersebut terjadi. Jadi belajar dari sebuah kesalahan, maka semua akan terbuka. Ya barangkali jika memang Erick Thohir bersama dengan Prabowo Subianto sebagai Presidennya. Bisa jadi kan ada perubahan kearah lebih baik (bukan kampanye lho). Hanya saja kita tunggu saja kejutan di September 2024 nanti siapa yang daftar ke KPU.
Selamat berpuasa. Damai sejahtera bagi kita semua dan semoga selalu dalam kesehatan. Dan berdoa semoga PSSI tidak disanksi oleh FIFA berikut juga Timnas masih punya kesempatan untuk membela tanah air, mewarnai Kemerdekaan dengan Prestasi Gemilang mereka. Amin. Merdeka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H