Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kepemimpinan dan Kaderisasi Egaliter: Antitesis Sifat Glamor dam Royal

15 Maret 2023   16:00 Diperbarui: 15 Maret 2023   15:59 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup dalam Ketidakpastian sebenarnya sudah mengakar bahkan menjurus pada spesifikasi tata cara hidup masyarakat bukan tidak mungkin orientasi kepada materi. 

Perilaku untuk hidup flexing merupakan sesuatu masalah yang terjadi oleh karena minim nya keteladanan akan perilaku yang sejatinya lebih useful atau lebih mengarah pada aspek yang lebih comfortable. Hidup bersosial seolah berubah dari upaya untuk memberdayakan menjadi upaya untuk merasa jumawa dan membuat ciut siapa yang terkesan ingin mengalahkan kita. 

Sebenarnya manusiawi bahwa seseorang memiliki kharisma yang ditonjolkan dari kebesaran atau sesuatu yang dicapai melalui keringat mereka namun lebih bijaksana apabila hal tersebut bukan semata untuk orientasi kekuasaan atau berupaya meraih sesuatu yang lebih dan lebih padahal mereka sudah tercukupi. 

Berbahaya memang, apalagi kini bukan pada konteks orientasi seorang pemimpin yang merasa diri paling besar oleh karena materi namun sudah menjurus pada perilaku siapa yang dibina dalam konteks sosialisasi terkait sebuah institusi berjalan. Kalau pakai umpama sehari-hari ibarat guru kencing berdiri, murid kencing berlari sudah menjadi fakta sehari-hari. 

Malah makin menjadi seolah mereka-mereka yang katanya terkesan menjadi seorang intelektual hilang kharismanya oleh karena sikap mereka yang sebenarnya tidak elok untuk ditunjukkan apalagi dalam situasi yang sulit seperti ini. Hal ini yang terjadi di dunia birokrasi hari-hari ini. 

Dimana birokrasi dicipta atas dasar mengabdi dan melayani namun berubah menjadi ajang 'bulan-bulanan' masyarakat oleh karena sikap ketamakan yang ditunjukkan pada skandal keuangan gelap berikut juga dengan tumpukan harta mereka selama menjabat sementara pelayanan dari mereka sebagai abdi negara tak kunjung meningkat secara baik. 

Tentu menjadi sangat berbahaya untuk masa depan Negara dimana ini menunjukkan bahwa krisis kepercayaan sudah nyata dan mengarah pada berbagai aspek kehidupan. 

Pemimpin ialah bukan seseorang yang sekedar punya kekuatan melainkan sejatinya bisa memberdayakan masyarakat yang mengikutnya untuk meneruskan kaderisasi. 

Dengan harapan ada nilai kebaikan yang ditimbulkan dari banyaknya pemimpin yang juga berhasil menjadi pelayan kepada setiap masalah agar bisa diatasi. Bukan yang saling berpengaruh atas dasar sesuatu yang materiil, yang abstrak bukan justru melahirkan kesejahteraan secara luas yaitu perbaikan dan penataan. 

Seolah, yang terjadi selama ini sudah melenceng dan berlangsung secara turun-temurun. Dimana sosialisasi dan kaderisasi hanya berlandaskan pada sisi yang lebih feodal, jadi siapa yang menguasai maka dia yang menentukan dan itu ditunjukkan pada sisi materi. Sehingga aspek menghargai satu sama lain sudah hilang dari konsensus struktural tersebut. 

Maka demikian yang menjadi atensi adalah menguraikan kepemimpinan, menjadi lebih Egaliter menjadi lebih mengayomi. Dimana penting bahwa penekanan integritas bukan soal profesional dan tanggungjawab sosial melainkan moral bahwa mereka bisa menjadi teladan siapapun dan apapun pangkat mereka namun dinilai dari seberapa berharga mereka oleh karena kemanfaatan mereka bagi banyak orang. 

Maka demikian, sebenarnya daripada pamer harta yang abstrak dan sifatnya sementara lebih baik berlomba-lomba pamer kebaikan sekalipun tidak terkesan 'wah' biar banyak mata yang akan menilai tentang sifat kita di dunia. Namanya juga makhluk sosial, ya sebaik-baiknya berinteraksi dengan banyak orang dan interaksi tersebut dapat berguna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun