Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Finlandia Bikin Insecure namun Indonesia Jadi Inspirasi, What's Wrong?

11 Maret 2023   17:40 Diperbarui: 11 Maret 2023   17:48 1164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
10 Fakta atau Keunggulan Sistem Pendidikan di Finlandia yang menjadi Terbaik di Dunia (Foto by Pixabay/Sasint)

Finlandia yang terletak di Skandinavia, Eropa Utara merupakan negara yang secara subyektif maupun obyektif bisa dikatakan perfect karena mentalitas sumber daya manusia mereka yang jempolan sekalipun mereka demokratis dan juga sekuleris alias bebas dari pengaruh agama maupun kebudayaan yang kaku/tradisional. 

Mereka bergerak dengan kemampuan generasi penerus mereka yang dikelola dengan baik sehingga muaranya bukan sekedar negara tersebut berbicara soal kemakmurannya saja dalam segi potensi namun kebahagiaan yang didasari pada cara hidup masyarakat nya yang benar-benar berkualitas. 

Yang tentu ditunjang oleh Sistem atau Kurikulum Pendidikan Finlandia yang dikenal terbaik bahkan menjadi role model utamanya negara-negara berkembang dalam memastikan agenda  pembangunan berkelanjutan (SDGs) itu bisa tercapai, tidak terkecuali Indonesia yang sekarang sedang menggarap Kurikulum Merdeka Belajar yang lahir sebagai pembaharu menjawab tantangan dunia hari demi hari yang sarat akan ketatnya persaingan. 

Dibutuhkan cara belajar yang lebih fleksibel dan menyentuh pada fokus akan dunia kerja. Bukan sekedar teoritik yang monoton dan membuat jenuh dimana muaranya justru tidak memberi rasa ketangguhan mereka dalam merespon sesuatu. Kurang lebih bisa terlihat dalam Infografis diatas keunggulan atau fakta dari Pendidikan di Finlandia. 

Semua diselaraskan dengan asas Evidence Based Policy yang mana Rational Choicenya adalah mengacu pada fleksibilitas dan juga menghargai segenap potensi dan juga kekurangan yang ada agar kelak semua disikapi dengan evaluatif. Bukan terkesan kaku dan kencang mendorong banyak aspek namun sejatinya tidak relevan karena tidak banyak terpakai. Seolah disayangkan, dan uniknya adalah Finlandia sendiri justru belajar dari Indonesia. 

Benar sekali, bahwa pada medio 1970-1980an dan berlangsung simultan selama 20 tahunan mereka belajar bukan sekedar membaca namun mencoba mengaplikasikan skema gagasan dari Taman Siswa yang dipopulerkan oleh Bapak Pendidikan Nasional, yaitu Ki Hajar Dewantara. Bukan sekedar diilhami namun benar-benar dijalankan sehingga berhasil. Kita patut berbangga namun sedikit banyak berintrospeksi. Mengapa mereka bisa dan kita tidak?

Ini juga sebagai kritik bagi Kebijakan dan juga Respon Negara menghadapi investasi sumber daya manusia yang suka berubah-ubah bahkan seolah bukan makin maju malah makin mundur. Ganti Menteri Ganti Kurikulum seolah menjadi momok dalam rangka memastikan bahwa pendidikan kita kunjung membaik. 

Sedih bukan ketika kita tahu kita di peringkat 60an bahkan disalip oleh negara-negara tetangga termasuk Malaysia yang dahulu pernah impor guru dari kita karena dinilai kita mumpuni. Lebih-lebih di masa Orba hingga Kurtilas, menurut subyektifitas saya yang didasari opini banyak orang. Pola belajar anak dituntut untuk bisa multitasking dan multitalenta tanpa memastikan bahwa itu dilaksanakan dengan serius bahkan seringkali bertentangan dengan bidang yang dicapai. Muaranya kita lihat bahwa spesifikasi sumber daya alias usia produktif kita tidak sejalan dengan pasar kerja. Makanya ini yang perlu dituntun dalam sebuah 'cetak biru' yang baru yaitu Regulasi atau Kurikulum yang lebih 'Merdeka'. Bayangkan saja, bagaimana pendidikan bisa menjadi ramah ketika aspek kebahagiaan dan kesejahteraan tidak diakomodir. 

Memang materi juga menjadi masalah namun soal substansi karya yang mana guru-guru sendiri orienrasinya malah menjadi pegawai yang pada akhirnya mereka pun malah condong komersil bukan tanggungjawab sosial lagi. Toh kerjaan mereka juga bukan lagi fokus mendidik apalagi di sekolah Negeri yang mana sebagai Pegawai Negara mereka dituntut tugas-tugas administrasi. Bagaimana mereka ingin berinovasi dalam cara belajar mereka agar bisa sesuai dengan perkembangan zaman. Ujungnya mereka pun malah termakan waktu untuk bekerja sebagai pegawai tersebut. 

Belum lagi kesejahteraan yang relatif belum memadai, ditambah kesenjangan antara prasarana atau fasilitas yang dibutuhkan dalam pengajaran yang compatible di masa depan. Pokoknya complicated, dan pandemi mengajarkan kita bahwa narasi itu tidak bisa dengan mudah dijawab oleh narasi. Harus dengan kerja panjang dan kolaboratif yang mana tidak bisa Instan melainkan simultan. Jujur kita banyak tertinggal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun