Melalui foto diatas terlihat suasana yang mungkin saja mengingatkan kita pada momen-momen 2009. Sosok Prabowo yang terlihat akrab dengan sosok Ganjar Pranowo, begitu juga dengan Pramono Anung yang notabene kini sebagai Sekretaris Kabinet. Mereka terlihat tertawa lepas barangkali flashback perjalanan politik mereka yang kaya akan pahit dan manis namun semua bisa disikapi dengan indah.Â
Tiada yang tahu dan tiada yang pasti intinya semua tidak terduga dimana politik itu bukan matematika. Tidak usah jauh mencari contoh bila melihat didepan mata, bahwa politisi senior yang dulu berlawanan kini bersatu dan berlawanan begitu juga yang berlawanan pun bisa menjadi anak buah bahkan yang tadinya setara sekarang menjadi membawahi.Â
Ganjar Pranowo di 2009 merupakan anggota DPR RI yang walaupun 2004 dia tidak terpilih dan menjadi PAW karena sosok sebelumnya mengundurkan diri karena menjadi Dubes. Namun beliau adalah sosok yang vokal dan berkharisma, jiwa aktivisnya ala GMNI dan kebetulan dia adalah loyalis Taufiq Kiemas memperkuat posisi dia sebagai seorang politisi kawakan. Bahkan 2009 dia menjadi satu yang tertinggi walau tidak setinggi seorang Pramono Anung. Betul sekali, dia adalah sosok yang saat Pileg di 2009 (kan timingnya beda dengan Pilpres) menjadi Caleg dengan suara terbanyak saat itu ya sama seperti Puan Maharani sekarang.Â
Poin pentingnya, Pramono bukan koalisi Pemerintah melainkan dari Oposisi Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono saat itu, yaitu PDIP dibawah Megawati yang saat itu menjadi calon tunggal Capres (namanya juga Ketum) tapi akar rumput saat itu menginginkan 'pembaruan' manakala jika diperbolehkan Megawati menjadi Queen Maker yang hanya mendorong kader terbaiknya untuk ikut serta, saat itu Pramono bisa tinggi pun direspons serius oleh Penguasa saat itu, sekalipun Demokrat menjadi pertama dan PDIP di ketiga beda tipis dengan Golkar.Â
Banyak yang memprediksi PDIP sudah punya 'amunisi' kuat dan sewaktu-waktu bisa tumbang apalagi saat itu SBY dan JK seolah menjadi sebuah diskusi besar ketika keduanya seakan membuat matahari kembar. Seolah SBY tidak bisa berbuat apa-apa karena dominasi Golkar yang mana Ketumnya adalah sang Wapres yaitu JK, dan Golkar sendiri di 2004 partai penguasa.Â
Ya momentum seperti ini mendorong Oposisi musti bersikap. Terus Prabowo? Dia lahir sebagai sosok yang keluar dari Golkar dan muncul menjadi 'pemain baru' dalam politik. Setahun setelah berdiri, Gerindra juga sudah meraih banyak simpati sebagai 'pendatang' yang bisa menjadi antitesis Penguasa (mirip dengan momentum Nasdem di 2014 lalu, pendatang berhasil dapat kursi).Â
Prabowo pun sebagai seorang politisi oposisi kawakan muncul sebagai penantang terkuat Presiden SBY, yang mana jika dia dimajukan bisa menang 1 putaran apalagi kalau sudah mendapatkan 'restu' dari pemimpin oposisi kala itu yaitu Megawati Soekarnoputri. Apalagi akar rumput merasa dia adalah sosok 'flamboyan', bahkan digadang-gadang apabila Prabowo dipasangkan dengan kader PDIP seperti Pramono Anung niscaya akan kuat dan mampu duduki kemenangan mudah.
Pernah membaca sebuah artikel dalam blog, mungkin pernah juga dimuat di salah satu koran. Sebuah opini yang mungkin adalah pengalaman pribadi si penulis yang memuat situasi yang cenderung 'gelap' bukan dalam artian negatif melainkan luput dari sorotan. Kejadian ini berlangsung sebelum Batutulis kurang lebih range waktunya belum begitu lama. Setelah kita tahu bahwa Batutulis merupakan perubahan dari segalanya, atau awal dari konflik apalah itu. Ternyata ada pertemuan intens antara Prabowo dengan punggawanya dengan (Alm.) Taufiq Kiemas bersama loyalisnya termasuk didalamnya adalah Ganjar Pranowo. Antara benar atau tidak, Taufiq Kiemas sebenarnya mendorong Prabowo untuk maju karena dia masih relatif muda (baru) dan punya harapan. Apalagi beliau adalah sosok Militer yang patriot berbanding dengan yang terlalu lembek dan tak bisa banyak berbuat (singgung SBY). Prabowo juga dikenal merakyat dan rendah hati, maka demikian TK sendiri juga berusaha agar kelak Prabowo bisa mendapatkan 'lampu hijau' dari sang istri. Kebetulan kejadian ini terjadi setelah Pileg, dimana mustinya Prabowo bisa jadi Capres kalau Gerindra punya suara yang lumayan, sekitar diatas 10 persen berkoalisi dengan PAN yaitu Soetrisno Bachir. Tapi kurang pas, yasudah PAN kembali mendukung SBY. Prabowo menceritakan perjalanan hidupnya sampai pada momen dia bertemu dengan Gusdur dan hidupnya banyak 'diubah' oleh dia yang mana akhirnya muncul narasi bahwa sosok ikhlas adalah Prabowo.Â
Ibarat pertemuan itu lahir sebagai refleksi politik atas apa yang terjadi dan Prabowo ingin berubah. Bahkan didepan semua khalayak, beliau berjanji tidak neko-neko begitu dia diberi kesempatan oleh partai dan mandat dari rakyat menjadi Presiden. Dia tidak ingin berbicara untuk periode mendatang. Melainkan murni 5 tahun alias menjabat 1 periode yang diberi, dan fokus sebaik-baiknya demi perubahan atau reformasi di negara ini. Ganjar pun menjadi saksi bahkan secara personal Ganjar 'jatuh hati' dengan Prabowo dan akan perjuangkan betul bilamana Prabowo jadi Capres, dan singkat cerita malah jadi Cawapres Mega dan Ganjar pun mendapat tempat yang pas disitu. Walau akhirnya gagal ya sudah.
Kira-kira apa yang terjadi bilamana skenario Prabowo sebagai Presiden dengan Pramono Anung sebagai Wakilnya, atau mungkin Megawati menang sebagai Presiden dan Prabowo sebagai Wakilnya? Jawabannya mudah sekali, kalau dari sisi seorang Ganjar Pranowo. Beliau pastinya tidak akan susah lagi untuk menjadi Anggota DPR apalagi tidak jaminan pula dia sebagai seorang Wakil Ketua karena sudah pasti itu dibebankan kepada pengurus yang lebih senior semisal Tjahjo Kumolo (Alm.) yang saat itu juga kebetulan menjabat sebagai Sekjen PDIP. Yang ada malah, karena dilihat sosok Ganjar Pranowo merupakan sosok yang loyal dan militan.Â