Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kisruh Tatakelola KRL, Haruskah Istana Bergerak?

28 Februari 2023   19:40 Diperbarui: 28 Februari 2023   19:47 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hingga pada horornya itu berpuncak pada selain tataruang stasiun yang tak memadai terutama di Manggarai yang kabarnya akan menjadi Calon Stasiun Ultimate Terpadu antara KAJJ dengan LRT juga ancaman yang masa datang. Kereta akan dikonservasi alias pensiun sementara supply Kereta dihambat oleh Kementerian Perindustrian. Dengarnya saja sudah sedih, kebayang penderitaan masyarakat pengguna yang selama ini bergantung direspon dengan remeh padahal rumit. Dengan dalih TKDN dan local pride alias fokus pada industri dalam negeri sementara pasca pandemi industri pun belum tentu pulih. Seolah semua saling memainkan egonya.

Sempat juga ada kabar memang wacana tiket KRL naik hingga KRL tarif kaya dan miskin. Ini juga blunder yang sangat merugikan menurut saya, bukannya fokus pada pemerataan dan pembangunan mungkin karena PSO yang terancam berkurang karena KAI juga fokus pada Kereta Cepat sehingga kereta yang sudah berjalan memang tidak sepenuhnya berjalan maksimal. 

Makanya bagaimana masyarakat ingin membayar mahal kalau skalanya kini menjadi semakin murah. Mereka tidak efektif dan jujur saja reformasi KRL berjalan secara stagnan malah kalah dengan gaya pelayanan dari MRT dan TJ yang dikelola oleh Pemda tapi sarat akan inovasi, terlepas kontroversi yang terjadi diantara keduanya tapi saya rasa mereka sudah mulai 'naik' lah untuk beberapa indikator. Kuncinya kini adalah sharing burden untuk integrasi harus dimaksimalkan, KRL juga harus bisa sinergi dengan menyesuaikan pada masa yang sebentar akan datang yaitu LRT Jabodebek. 

KRL memang terkesan 'gagal; tapi jangan sampai dipertahankan begitu saja mentang-mentang ada moda baru yang lebih baik dan mungkin lebih efektif. Seharusnya KRL juga musti berlomba-lomba untuk belajar dan lebih mengubah lagi. LRT Jabodebek pun akhirnya juga rada sangsi sih ketika akhirnya nanti dikelola sama PT KAI kalau KRL belum dibenahi. Bayangkan urus Stasiun besar saja tidak becus bagaimana mengelola pengaturan di stasiun yang lebih kecil dimana masalahnya pun sebenarnya tak kalah rumit. 

Belum lagi antrian itu ditambah dengan headway kereta yang tak kalah melebar disaat sinyal-sinyal kereta mengalami gangguan. Ini menjadi pelik disaat semangat untuk mereduksi waktu terus digaungkan tapi KRL justru sebaliknya malah membuang waktu, larinya ke bagaimana ekonomi pulih kalau institusi publik yang mengelola hajat hidup orang banyak justru malah menjerumuskan.

Kembali lagi, kalau bicara soal urgensi terkait isu ini memang sudah sangat urgent menurut saya. Harus ada penegasan bukan soal apakah bisa diselesaikan oleh Istana Presiden atau tidak. Ingat Jakarta memang sebentar bukan menjadi Ibukota tapi dia tetap menjadi primadona ekonomi terbesar bahkan menopang kemajuan Indonesia. 

Lantas, isu seperti ini memang jangan dipandang sebelah mata. Lebih baik, berterus terang bahwa kita gagal memanfaatkan atau memelihara kejayaan momentum dari reformasi kereta api khususnya KRL. Ini perkara manajemen terhadap segala sesuatu yang sudah ada saja bukan soal membangunnya. 

Kedepan memang musti dibuat langkah tegas, bisa jadi Presiden membuat Inpres terkait dengan KRL ini mengingat masalah KRL juga harus dikaji lebih detil dan kedepan bukan hanya Jabodetabek yang punya namun Kota Metropolitan lain seperti yang dikemukakan oleh Kemenhub. 

Pemerintah terbuka kepada segenap pihak baik kepakaran maupun yang terlibat atau merasakan pahit manisnya kehidupan angkutan ini. Sehingga kelak koordinasi dan eksekusi mampu berjalan sebagaimana mestinya. Menurut saya bukan soal Ratas atau Rakortas lagi melainkan perlu penegasan secara produk hukum yang mendorong kepastian dari masing-masing Lembaga untuk lebih responsif lagi. 

Jangan hanya karena elit yang memikirkan tahun politik semua menjadi terlena dan jangan hanya elit cuma memanfaatkan kejayaan manisnya saja seolah berjasa namun terkesan lupa pada PR besar untuk keberlanjutan tatakelola dari moda angkutan dari masyarakat ini. 

Saya rasa memang bukan hanya KRL saja atau konteks Jabodetabek saja. Kembali lagi bahwa infrastruktur transportasi juga harus dipikirkan secara matang bukan hanya semangat membangunnya, melainkan pada konteks memberdayakannya atau mengelola dengan sebaik-baiknya sehingga terjadi prinsip kelancaran dalam pelayanan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun