Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Khofifah Cawapres Koalisi Perubahan?

2 Februari 2023   16:30 Diperbarui: 2 Februari 2023   16:34 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sudirman Said, jubir Anies Baswedan dalam Pilpres 2024 mengatakan bahwa Anies sudah mengantongi 3 nama yang relevan untuk menjadi Cawapresnya. Sosok tersebut akan diusulkan dalam waktu yang dekat bilamana deklarasi Koalisi Perubahan juga sudah diputuskan sampai membentuk Sekber seperti Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya yaitu PKB dan Gerindra. 

Anies dengan pilihan rasional memutuskan 3 nama berdasarkan pada electoral factors yang merepresentasikan basis massa dan suara yang solid kedepannya. 2 nama yang sempat 'bocor' yaitu Khofifah Indar Parawansa selaku Gubernur Jatim dan juga Ketua Muslimat NU dan Yenny Wahid yaitu Putri Gusdur dan juga sebagai sosok Fungsionaris di PBNU masa Yahya Staquf sebagai Ketua Umumnya. 2 nama yang rasional karena merepresentasikan basis geografis Jawa bagian Timur yang sangat padat dan sanggup memenangkan suara Joko Widodo 2014 dan 2019. Jawa adalah kunci, Gubernur Jatim pegang Muslimat dan Yenny Wahid punya jaringan Gusdurian. Rasional dan sangat efektif mengcounter narasi radikalis yang menerpa Anies semenjak dekat dengan FPI.

Ada apa dengan Khofifah? Kalau Yenny Wahid memang baru ini muncul, tepatnya ketika Anies dan Yenny bertemu di Singapore sebagai pembicara dan Yenny menganggap Anies sebagai sosok potensial, makanya didaulat sebagai bakal Cawapres.

Khofifah malah lebih maju bahkan jauh sebelum deklarasi Nasdem awal Oktober 2022 lalu dimana Khofifah dinilai tepat dan digaungkan oleh tokoh Nasdem yang juga sosok Nahdliyin yaitu Gus Choi. Mengingat Anies juga punya kemampuan dalam tenun kebangsaan senafas dengan Nahdliyin maka perlu sosok Nahdliyin dampingi dan Khofifah adalah sosok tepat apalagi dinilai sukses membangun Jatim. Lebih tepatnya lagi diungkit peran Nasdem terhadap Khofifah juga. 

Betul sekali, kalau bukan karena Surya Paloh yang membujuk Khofifah yang saat itu Menteri Sosial saat mengikuti event Nasdem sekitar 2017 lalu dimana saat itu banyak fungsionaris Nasdem yang meminta agar Khofifah kembali maju ke Pilgub Jatim setelah Khofifah 'kapok' kalah di 2013 lalu dan akhirnya menjadi Timses Jokowi-JK di 2014 dan jadi Mensos. Bahkan beliau sendiri saat itu masih jaya-jayanya sebagai Menteri ditandai survey yang mendaulat dia sebagai Menteri terbaik saat itu. 

Bisa terbayang, bisik-bisik Surya Paloh tersebut bermuara panjang sampai akhirnya Partai lain mendukung dan singkat cerita dia menang. Maka demikian ada makna tersendiri ketika Nasdem juga ingin menggaet Khofifah sebagai Cawapres Anies. Tidak lain adalah utang budi bahwa Khofifah sukses di Jatim maka demikian sekalipun Khofifah bukan kader Nasdem musti mau untuk di'perintah' sama Nasdem. Kira-kira seperti itu

Seberapa besar peluang Khofifah sebagai seorang Kepala Daerah dan juga tokoh Nahdliyin bisa mendapatkan tempat untuk mendampingi di kontestasi Pilpres nanti? Atau seberapa besar pula dia mempertahankan kedudukannya sebagai seorang Kepala Daerah di Provinsi yang sangat strategis mengingat pertumbuhan investasi disana sangatlah tinggi? 

Pertanyaan ini menjadi analisis di kalangan akar rumput tentang sosok seperti Khofifah. Dia memang berkharisma namun disisi lain sebenarnya dia masih cukup banyak PR yang mendera di masa pemerintahannya hingga Februari 2024 nanti bersama Emil Dardak yang juga Ketua Demokrat Jatim. Bisa jadi konsensus yang terbangun di kalangan Koalisi Perubahan adalah Emil Dardak yang selain diplot untuk DKI, jika memang Khofifah naik jadi Cawapres. Emil bisa untuk menjadi Cagubnya. Lagian, banyak yang berkata bahwa kepemimpinan Khofifah gebrakannya hanya di awal bahkan terkesan stagnan tanpa ada improvisasi. Memang prestasinya juga tidak bisa dianggap remeh di usianya yang 3 tahun dimana banyak indikator semisal investasi, pertumbuhan ekonomi, turunnya angka pengangguran dan stunting juga membaik namun PR lainnya juga tidak sedikit terutama berkaitan dengan program-program unggulan Khofifah-Emil. 

Terlepas fenomena yang terjadi, kontroversi lain juga datang seperti Jatim juga sebagai Provinsi terbanyak yang endapkan anggaran. Ini juga tidak relevan terhadap semangat Pemerintah memulihkan ekonomi ditengah angka kemiskinan yang naik-turun  nyatanya kesenjangan juga tinggi diakibatkan ketidakmerataan pendapatan dan Pemerintah seakan tidak mendistribusikan melalui 'uang rakyat' yang dipertanggungjawabkan melalui program nyata.

Terus terang kesimpulannya juga akan sangat berat kalau berkaitan dengan penerimaan masyarakat terkait kepuasan. Approval rating Khofifah juga relatif tinggi di kisaran 55-65 persen namun ketidakpuasannya juga lumayan yaitu sekitar 40an persen menandakan bahwa ada bentuk ketidakoptimalan di sisa waktu yang musti dituntaskan. 

Masyarakat menilai dia musti komitmen menuntaskan tugasnya di Jawa Timur ketimpang berambisi pada kancah Nasional yang belum tentu pasti. Soal ketokohan Khofifah memang hebat namun ketika membumi, terus terang dia belum sepenuhnya menjawab tuntutan. Bahkan berbeda sekali ketika dia menjabat Mensos dimana banyak terobosan yang dilakukan dan tentunya mendukung kepemimpinan Nasional saat itu. 

Terus terang pula menjadi dilema ketika Khofifah diplot menjadi Gubernur, terkesan malah menjadi ambisi belaka jika memang dia tidak konsisten atas tugasnya apalagi cuma ambisi karena pernah pegang Provinsi besar seperti Anies di Jakarta jadi 'batu loncatan' untuk Pilpres. Ini menjadi tanda tanya, dan memang sebagian mengatakan demikian. 

Jika sejarah bisa diulang, Khofifah tidak diminta menjadi Cagub Jatim, dimana saat itu rakyat Jatim pun sudah lupa dengan beliau dimana surveynya tidak melebihi nama besar seperti Gus Ipul, Bu Risma, maupun Pak Anas. Mungkin saja beliau masih Menteri Sosial hingga sekarang ini, karena Presiden sebenarnya juga percaya betul dengan dia. Bahwa dia juga sudah berjanji secara lisan kepada orang PKB saat itu ketika akhirnya memenangkan Jokowi di 2014 dan terpilih menjadi Mensos bahwa dia tidak akan turun lagi ke kancah politik lokal. Fokus untuk membantu Presiden. Tapi namanya juga politik ya, semua bisa berubah selaras dengan dinamika yang ada.

Mari kita lihat saja, apakah dia mau menerima tiket Koalisi Perubahan, atau malah menerima tiket Partai yang kini melirik dia untuk maju lagi sebagai Cagub yang mana setiap partai menyodorkan Cawagub andalannya, semisal dari PDIP mengusulkan Eri Cahyadi, Walikota Surabaya sebagai Wagub, hingga Gerindra mengusulkan Anwar Sadat Wakil Ketua DPRD sebagai Wagub-nya juga. Belum lagi Golkar, PAN, PKB hingga PPP yang meminta dan semua adalah Koalisi diluar Perubahan. Mungkin saja, Khofifah kini sedang berhitung peluang-peluang tersebut. Mengingat hingga detik ini, survey menunjukkan Khofifah akan menang lagi di Jatim pada Pilgub mendatang. Seru nih sepertinya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun