Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Ridwan Kamil Backup Plan: Strategi Main Aman?

2 Februari 2023   11:00 Diperbarui: 2 Februari 2023   11:04 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil telah resmi menjadi bagian dari keluarga Golkar. Tak tanggung-tanggung posisi Wakil Ketua Umum bidang Penggalangan Pemilih. Salah satu posisi yang strategis sebagai Co-Chairnya Ketua Umum, Airlangga Hartarto yang sampai detik ini sesuai keputusan Munas 2019 ditetapkan sebagai Capres 2024 sekaligus membantu Pemenangan Pemilu khususnya meraup suara di Jabar maupun millenial. RK dinilai punya modal kuat mengingat dia mengandalkan kekuatan dan kehandalan medsos yang membawa besar namanya dari seorang Walikota hingga ke Gubernur, klaimnya hampir 30 juta yang menjadi pengikutnya baik di Instagram maupun Twitter. Apalagi 2 medsos tersebut sangat gandrung oleh para anak muda tentunya dengan pesan menarik yang selalu khas dibawakan Ridwan Kamil bisa menarik simpati untuk memilih Partai 'Beringin' tersebut.

Terlepas dari yang disampaikan oleh RK bahwa dia mendapatkan wejangan dan perenungan yang muncul dari tokoh-tokoh disekitarannya baik tokoh Golkar itu sendiri maupun diluar Golkar tentang pentingnya masuk partai guna memperkuat legitimasi sebagai pejabat politik khususnya eksekutif. Tercatat mulai Jusuf Kalla, Akbar Tanjung kemudian sampai Prabowo Subianto dan Mantan Gubernur Ahmad Heryawan sudah pernah berkomunikasi dan untuk tokoh diluar partai memang membebaskan RK untuk masuk partai mana saja. Dan Golkar yang menjadi pelabuhan hatinya untuk menyongsong tahun politik kedepan. Apa maknanya? 

Santer dikabar bahwa RK memilih Golkar karena secara kaderisasi sudah matang, punya kader yang solid dan sudah terbukti mewarnai sejarah sebagai partai yang kuat dan berjasa dalam pembangunan NKRI. 58 jalan 59 usianya diwarnai pahit dan manisnya sebuah perjalanan yang intinya berdampak dan berpengaruh pada penggambaran situasi dan kondisi mengenai Bangsa dan Negara. Jelas Golkar adalah Nasionalis dan moderat alias warnanya sudah bergerak kearah tengah tidak lagi kanan yang selalu mendorong semangat kanan yang berlebihan alias ultranasionalis seperti rezim Orba dahulu. Tapi sekarang kita tahu bahwa era reformasi politik memang sangat dinamis tak bergantung lagi terhadap ideologi.

Mau dibawa kemana Ridwan Kamil selanjutnya? Ini juga menjadi kabar menarik ketika dia juga diplot untuk menjadi Calon Gubernur, bahkan ketika dia sudah masuk Golkar seolah meredupkan bursanya untuk getol menjadi RI 1 dari tanah Pasundan. Ya wajar saja karena dia juga kurang modal seperti Airlangga Hartarto, meskipun masih ada harapan untuk posisi RI 2 namun semua tergantung pada koalisi yang sudah dibentuk oleh Golkar bersama dengan PAN dan PPP yaitu Koalisi Indonesia Bersatu alias bukan sepihak partai saja. 

Ada yang bilang bahwa dia diplot untuk maju ke DKI 1, hal ini diamini oleh para elit Golkar termasuk yang santer dikabar selama ini menjadi Cagub DKI dari Golkar yaitu Bupati Tangerang, Ahmed Zaki Iskandar. Zaki sepertinya sudah legowo karena bukan medan dia disitu, lebih pasti dia bersama Airin Rachmi Diany yang juga digadang-gadang maju di Banten memutuskan untuk nyaleg di DPR RI dahulu yang mana sepertinya keduanya sudah kuat. 

Tokoh baru yang fenomenal seperti Ridwan Kamil sepertinya lemah untuk bersuara layaknya parlemen, dia bukan sosok yang tepat kalau hanya untuk duduk di kursi situ sehingga memang benar bahwa dia diplot untuk Gubernur alias Eksekutif. Kenapa DKI bukan Jabar? Ini juga menjadi pertimbangan keras dari Golkar, Golkar juga tidak melupakan bahwa di Jabar sudah ada kader terbaiknya yang selama ini memperkuat Golkar di Jabar apalagi tak kalah booming di Medsos, siapalagi kalau bukan Dedi Mulyadi yang sempat jadi Ketua DPD Jabar kini menjadi Ketua juga di DPP. Kurang lebih modalnya mateng disitu, kalau dengan KIB lebih pasti dia akan berpasangan dengan Walikota Bogor yang juga akan usai jabatannya setelah 2 periode, Bima Arya yang juga Waketum di PAN. Sama-sama kuat.

Di DKI dia juga akan berhadapan dengan tokoh besar yang meskipun bursanya tidak seramai di 2017 lalu dimana semua bersatu menentang Ahok. Kini kurang begitu ramai, siapa yang kuat? Demokrat kabarnya ingin mengusung Emil Dardak, Wagub Jatim lalu Nasdem yang jelas mengusung Ahmad Sahroni kemudian Gerindra yang tadinya ingin mengusung kader sepertinya menyerah dan ingin mencari tokoh diluar, PKB apalagi mengingat di DKI posisinya lemah ngikut saja. Akhirnya keduanya mempertimbangkan Gibran yang sebenarnya juga ingin diplot oleh partainya yaitu PDIP untuk DKI 1. Jadi, memang sudah relatif seksi, apalagi kalau Golkar hadir dengan Ridwan Kamil. Lantas ada ganjalan sepertinya. Apakah gerangan?..........

Golkar belum tentu bisa sekuat 3 Partai penguasa di DPRD yaitu PDIP, PKS dan Gerindra. Golkar sudah lama redup untuk DKI bahkan sudah kalah dengan PSI alias hampir gurem berbeda dengan Pusat. RK juga berpikir terkait hal serupa mengingat basis Golkar di DKI sama dengan Demokrat yang mungkin tidak kuat seperti zaman SBY dahulu. Sehingga RK pun tak tinggal diam dan kini berpikir pada cadangan yang bagus. Disisi lain, keputusan untuk mempertimbangkan RK maju di DKi mendapat reaksi dari berbagai pihak terutama di Jabar itu sendiri yaitu kalangan anak muda yang merasa bahwa RK seakan menjadi kutu loncat dan main aman atas tindakannya. PR di Jabar tidak sepenuhnya selesai, dia masih berkutat pada narasi indah khasnya sebagai seorang arsitek dengan planning tapi masih minim realisasi. Sementara sulit juga untuk mempertahankan diri di Jabar, bahkan di Bandung saja kini semua sudah terbengkalai ketika ditinggal RK jadi konsep sustainablenya semu. Makanya, tak sedikit yang meminta dia mending balik lagi jadi Walikota Bandung dan otomatis bakal menang. Responnya? RK juga gengsi lah kalau musti turun pangkat lagi, lebih baik dia orbit sosok terdekat yaitu istrinya, Atalia Prarartya yang memang belakangan sedang aktif turun dengan relawannya bahkan sudah masif bergerak ke kalangan ibu-ibu se kota Bandung untuk sosialisasi. Bahkan berita ini juga sudah ramai di kalangan warga bahwa Gedung Pakuan nyatanya sudah menurunkan 'amunisi' untuk Ibukota Priangan, siapa lagi kalau bukan sang 'First Lady' untuk kembali merebut Wastukancana (Balaikota Bandung). Seru sekali bukan.

Plannya apa? Jika memang demikian, apalagi kalau tiket Golkar dan KIB sudah sampai ke Atalia. Pikiran yang terbersit adalah Ridwan Kamil akan 'main aman' untuk tidak berkompetisi dimana-mana apalagi Caleg, sangat tidak mungkin sekalipun ada peluang menang di Dapil Jabar I yaitu Bandung Raya. Lebih baik, mengingat Golkar yang tidak pernah berminat jadi Oposisi bahkan siapapun Presiden sekalipun itu lawannya, Golkar mengeluarkan 'jurus keramat' untuk merapat ke Presiden tersebut guna kestabilan. Harapannya tentu kursi Kabinet juga diamankan sampai Menko. Nah, bisa jadi RK mengincar itu, tidak usah cape-cape bergerak kebawah. Tinggal modal jadi kader dan Presidennya sosok yang dekat, dia bisa amankan kursi Menteri. Portofolio yang besar pun pasti strategis bisa PUPR bisa Bappenas. Tentu apabila sang istri menang jadi Walikota akan tercipta 'simbiosis mutualisme'. Hal ini juga sudah terjadi di Banyuwangi ketika sang mantan kini menjadi Menteri dan sang istri meneruskan kursi Bupati, chemistrynya jalan dan berjalan lancar saja. RK juga berpikir seperti itu.

So, bisa dipikirkan bukan strategi ulung seorang RK. RK memang bukan seorang eksekutor lapangan yang handal, namun dia ini terlalu banyak menjadi pemikir dan perancang sehingga apapun yang dipandang semua harus bisa dikalkulasi secara terukur. Plus, jujur saja plan tersebut tentunya sangat relevan. Toh kalau memang istrinya jadi Walikota, sang Suami kan bisa backup juga. Tidak salah toh selama demokrasi berjalan. Wait n see

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun