Sepertinya 10 November dimana hari penentuan Koalisi antara Partai Nasdem yang sudah lebih dahulu menentukan siapa yang menjadi Capres, yaitu Anies Baswedan pada 13 hari sebelum yang bersangkutan lepas jabatan dari Gubernur DKI Jakarta setelah 5 tahun menjabat mengalami jalan panjang.Â
Jejak digital sudah banyak merekam konsolidasi yang ada, baik dari pernikahan lepas pernikahan hingga beberapa kali makan siang bahkan sang Bakal yaitu Anies Baswedan sudah intens untuk berkomunikasi dengan para Elite Partai termasuk Ketua Umumnya.Â
Disisi lain PKS yang notabene adalah Partai yang getol menyatakan diri sebagai Oposan begitu juga Demokrat yang puasa dalam kekuasaan setelah 10 tahun hingga terpuruk di masa sekarang ikut menyambut baik. Mengingat mereka ingin sekali mencicipi kembali kursi kekuasaan dan bersama anggota Partai Penguasa yaitu Nasdem dibawah Surya Paloh mereka menggelorakan semangat membentuk apa yang dinamakan sebagai Koalisi Perubahan.
Apa itu Koalisi Perubahan? Mungkin relate sekali dengan yang dikatakan oleh Zulfan Lindan kemarin dengan narasi antitesis, diharapkan bahwa Koalisi ini bisa berupaya untuk memberikan semangat pembeda tidak hanya berkutat pada continuity saja melainkan Nasdem yang selama ini selalu dicitrakan bahwa mereka 'loyalis' Jokowi ingin bahwa pembaruan yang terjadi tetap berdampak positif pada cita-cita Pemerintahan.Â
Mereka ingin visi Persatuan dan menghindari Polarisasi, dan Anies diharapkan mampu menyatukan semangat yang diinginkan oleh para Founding Fathers yaitu Kecintaan Tanah Air sejalan dengan Ajaran Ketuhanan alias Nasionalis Religius.Â
Nasdem sepertinya telah sepakat bahkan sudah 95 persen keatas barangkali menyatakan diri untuk siap bersama PKS dan Demokrat berkoalisi di 2024. Mereka telah mantap apalagi sang Ketum yang berani untuk nekat demi posisinya sebagai tokoh berpengaruh atau bahasa kerennya King Maker di kontestasi Politik Negeri ini.Â
Berkaca dari pengalaman Jokowi di 2014 dan 2019 lalu sehingga kita sama-sama paham bahwa Nasdem bisa memegang tampuk kepemimpinan sampai puncaknya saat ini, dengan suara +/- 10 persen mampu menguasai Pimpinan DPR RI. Itu suatu keberhasilan dari Partai yang selalu berjuluk Restorasi tersebut.
Apa yang menjadi masalah? Sepertinya akan menarik bilamana mereka juga terlalu nekat dalam menentukan siapa yang menjadi Cawapres. Setelah fenomena yang heboh adalah Nasdem menjadi Nasdrun lah, kemudian ungkit-ungkit soal Demokrat yang mantan Ketum sekaligus Presiden ke 6 "turun gunung" sampai PKS yang dinilai minim kontribusi namun berusaha supaya mereka juga terlihat allout dalam Pemilu dengan menyertakan tokohnya.Â
Singkat cerita, 2 hari terakhir sang Ketum Demokrat yaitu AHY bersama Majelis Syuro PKS yaitu Sohibul Iman telah menyatakan kesediaan dalam menentukan gagasan kedepan seperti apa, pertemuan telah berlangsung di Lebak Bulus kediaman Anies dan dihasilkan beberapa kesepakatan, dan kapan diumumkan? Menunggu waktu yang tepat dimana tim kecil sudah berapat disana termasuk soal Komposisi siapa yang jadi Cawapres Anies nantinya.Â
Kemudian di hari ini, Rabu (26/10/2022) AHY memantapkan diri dalam Koalisi dengan bertemu Surya Paloh di Wisma Nusantara siang tadi. Kesepakatan yang disampaikan sebagai bahan sinyal adalah bahwa AHY demi kepentingan bangsa dan negara siap untuk jadi Cawapres. Meskipun yang kita tahu hingga HUT Demokrat tempo lalu gaungan AHY untuk jadi Capres menggema di kalangan kader, tapi memang itulah bukti cairnya sebuah politik. AHY pun siap meski menjadi seorang Cawapres.
Sementara kita paham dinamika mungkin seminggu terakhir ini ketika Nasdem justru menyarankan bahwa Anies musti mempertimbangkan sosok diluar Parpol. Harus non partisan namun punya pertimbangan besar, kurang lebih mengacu pada 2 usul nama kepada Anies yaitu Andika Perkasa dan juga Khofifah Indar Parawansa.Â
Disisi lain, PKS sebagai Partai Koalisi juga beberapa waktu menyertakan beberapa nama hingga barusan mengerucut menjadi 1 nama yaitu Ahmad Heryawan. Mengapa demikian? Sosok Ahmad Heryawan yang dikenal sebagai Gubernur Jabar 2 periode dan dinilai memiliki banyak prestasi cocok bagi Anies dan juga bisa meraup suara di Jabar.Â
Jika pertimbangan Nasdem jelas, mereka ingin mencitrakan diri bahwa Anies dan Koalisi yang dibentuk tidak terkesan menjadi antitesis. Bayangkan saja 2 sosok yang diusul merupakan 'gerbong' Jokowi : Andika Perkasa adalah Panglima TNI sekaligus mantu dari Hendropriyono, seorang Mantan BIN era Megawati yang juga menjadi King Maker Jokowi bersama Surya Paloh di 2014 lalu, sedangkan Khofifah jelas adalah Gubernur Jatim, sekaligus Ketua Muslimat NU. Keduanya punya basis massa yang rasional dan menurut SP bisa saja sangatlah efektif untuk melawan polarisasi dan melawan narasi bahwa Anies dikenal intoleran dan radikal seperti Pilgub dahulu.
Andika merepresentasikan Jenderal atau Purnawirawan bisa meraup basis suara dari Prabowo Subianto yang solid didukung Para Jenderal sedangkan Khofifah sangat memungkinkan meraup suara sebagian Nahdliyin apalagi yang berbasis di Jatim supaya kelak juga memenangkan Anies mengingat beberapa waktu selang survey membuktikan bahwa NU dekat dengan Ganjar dan Prabowo, 2 Capres yang paling dekat dengan lingkaran Pemerintahan.
Maknanya adalah bahwa penentuan siapa yang menjadi Cawapres bisa jadi bukan sesuatu yang mudah dan tidak bisa dimaintenance dalam waktu jauh-jauh hari jika diumumkan berkenaan dengan Koalisi esok hari. Kalau tim kecil yang kelak akan menjadi tim besar selain membicarakan Cawapres juga visi-misi bahkan bisa jadi komposisi jatah Kabinet.Â
Sepertinya kajian tersebut pun relatif dini. Paling banter, sepertinya hanya menentukan Koalisi Perubahan sekaligus Anies dideklarasikan sebagai Capres dari ketiga partai tersebut sebagai Agenda. Saya tidak yakin bahwa Cawapres juga akan dideklarasikan. Kebetulan saya penganut 'last minute'. Apa itu? Situasi dimana semua keputusan ditentukan pada waktu yang sangat dekat dengan pendaftaran.Â
Dinamika politik cenderung dini bila ditentukan terlalu cepat, meskipun Presiden di HUT Golkar lalu juga menyinggung selain tidak sembrono juga tidak terlalu lama bilamana sebuah Partai fix membentuk Koalisi untuk menentukan siapa Capres. Ingat Capres lho yaa. Bisa jadi untuk Cawapres adalah yang terakhir, setelah Cawapres yah Visi-Misi barulah Cawapres berikut dengan komposisi jatah jika menang nanti.Â
Tapi memang unik, PKS dan Demokrat seperti nya komit bersama para relawan Oposan yang kurang lebih juga berharap kepada Anies untuk berubah dari Jokowi bahkan narasinya seakan musti beda dan menjauhkan diri darinya. Disisi lain, keduanya pun tak sadar bahwa siapa yang jadi Pemodal baik Logistik maupun secara Kursi sekarang, Nasdem yang notabene masih tidak mau jauh dari bayang-bayang Jokowi.
Bisa jadi mereka pun ingin ada prinsip berkelanjutan. Ada yang bilang Anies mengedepankan Continuity and Change, tapi itu debatable karena seberapa akurat Continuity dan seberapa juga Changenya?Â
Bisa jadi Nasdem pun sedikit sadar bahwa bayang-bayang Jokowi yang membuat mereka kuat, toh survey Litbang Kompas jelas kok Pemilih Nasdem 2019 banyak memilih Ganjar dan Prabowo daripada Anies (jauh) sedangkan keputusan Nasdem beda ingin merapat ke seberang. Tentu Nasdem sudah paham risikonya, sehingga supaya memastikan "jaminan keamanan" mereka harus berusaha bermanuver.
Agak sulit bila terlalu dini bersebrangan, disamping menjadi Pemerintah juga enak bukan. Jadi maaf-maaf kata, nama Jokowi pun akan selalu dibawa meskipun itu berbeda dengan Anies, mungkin saja Anies ingin dicitrakan sebagai sosok yang dekat. Lihat saja narasi orang Nasdem beberapa waktu terakhir termasuk anak sang Ketum.Â
Mungkin Nasdem ingin Anies seperti sebelum Pilgub DKI yang mana dia sebagai sosok westernis, sosok yang nasionalis moderat dan liberal. Zaman dimana dia dicemooh oleh PKS waktu masih Mendikbud, namun kelihatannya sulit karena tidak mudah juga Pemilih Jokowi yang loyal dan solid begitu saja apalagi yang abu-abu akan merapat ke Anies. Tapi ini yang sedang dicoba, dengan jalan tengah Cawapres tersebut.Â
Intinya jangan sembarang bukan, dan perlu diingat bahwa penentuan siapa yang jadi Cawapres itu seperti Siti Nurbaya, yaitu perjodohan penganten yang tidak diharapkan bahkan dipikirkan sebelumnya. Bisa jadi 'last minute' seperti demikian bukan?Â
Buat para pendukung Anies, intinya siap-siap saja pada kemungkinan tersebut dan bisa jadi nama yang tak diduga yang akan jadi kan siapatau. Belajar dari pengalaman sebelumnya saja. Dan perlu diingat bahwa Cawapres krusial bahwa bisa diterima atas dasar kesepakatan luas dan merepresentasikan berbagai kepentingan yang bisa meraup cita-cita besar. Bukan ego siapa-siapa termasuk Capres, jadi agak lucu juga jika Capres diberi kebebasan walau nyatanya Capres pun bisa jadi sadar bahwa 100 persen bukan dia yang tentukan tapi Ketum Partai maupun Tokoh Non Partai (Pemodal) dibelakangnya. Wait and see
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H