Kurang lebih bisa saya simpulkan melalui sebuah hipotesa bahwa, tujuan Vincenzo dkk beraksi adalah berusaha untuk mampu menyeret tiap kejahatan yang tak terlihat dan tak bisa ditindak agar perlahan tapi pasti bisa berhenti, bahkan dengan cara yang kotor sekalipun. Karena mereka beranggapan bahwa mereka sejatinya bukanlah sosok yang bersih, Vincenzo adalah mafia dan banyak yang menjadi korban kekejiannya dan akan selalu dicap sebagai Mafia maka demikian sulit untuk berubah dan kesannya bertobat dalam masyarakat. Namun sebagai penebusan dosa, mereka bisa membuktikan bahwa mereka punya cara yang lebih kotor dari mereka-mereka yang sudah kotor untuk membuatnya menjadi terang dan paling tidak punya dasar untuk ditindaklanjuti.
Sekilas, potret itulah yang berjalan dalam kehidupan masa kini di sebuah Negara Maju seperti Korea Selatan. Dan cukup banyak masyarakat memahami bahwa ekosistem seperti ini memang menjadi lumrah, sama halnya dengan Indonesia yang dikenal akan feodalisme atau budaya ABSnya dari zaman Hindia Belanda, Orde Lama, Orde Baru hingga Reformasi pun sulit menyelesaikan tipe-tipe kejahatan TSM seperti ini: Terstruktur, Sistematis dan Masif.
Kata kuncinya kalau tidak Politisi seperti Menteri dan Parlemen, Jaksa, Polisi, Hakim hingga Pemimpin Daerah selalu berkecimpung didalam praktik kotor seperti ini. Permainan akan selalu ada dan semakin tinggi jabatan mungkin saja sebuah integritas akan sangatlah sulit untuk dipegang bahkan secara tak sadar tergerus oleh karena sebuah budaya. Namun siapakah yang berani menindak? Bahkan seolah semua sudahlah menjadi benar walaupun secara logika alamiah merupakan sebuah kesalahan. Ini juga menjadi kritik bagi negeri kita dikala pada akhirnya praktik mafia seperti ini sudahlah rapi bahkan sebelum mereka menjadi pejabat sekalipun mereka sudah lebih jauh berpikir untuk berusaha menjadi kuat walaupun jahat. Padahal ukuran Negara Maju seperti Korea Selatan kan mungkin saja sistemnya sudah sangatlah kuat dan stabil dalam arti penegakan dan kepastian hukum yang menata semuanya, tapi lolos juga. Karena sisa-sisa mentalitas lama masih tetap ada dan terpelihara yang bisa di-branding baru seolah mereka adalah benar.
Jadi teringat tentang sebuah Guillotine File, file ini seringkali disinggung pada episode pertengahan sejauh ini dimana file ini dinilai sebagai kunci jika ingin menundukkan semua kasus atau skandal besar sekalipun di Negara Korea Selatan yang tentu akan bisa ditindak sehingga melahirkan tatanan baru dalam kehidupan bernegara khususnya Politik. Saya sedikit berpikir di Indonesia apakah ada file seperti ini, jika ada tentu sangatlah bagus untuk membongkar semuanya. Dalam konteks drama Vincenzo sendiri diceritakan bahwa File ini dibuat oleh Presiden Korea Selatan masa lampau yang akhirnya lengser namun khawatir bilamana kebusukan dia dan kroninya malah diusut di masa depan.
Maka demikian, file ini dibuat bersama Badan Intelijen Negara sebagai 'senjata' manakala akan ada sebuah dinamika di masa berikutnya, isinya sangatlah banyak mulai dari pengusaha, politikus, penegak hukum, dsb tentang semua kebusukan yang mereka lakukan hingga ke akar-akarnya. Mungkin saja kasusnya ada namun bisa hilang begitu saja karena kekuatan pengaruh yang mereka miliki. Sifatnya valid namun sayang hilang. Dan setelah ditemukan ternyata ada dalam emas yang dimiliki oleh Vincenzo di Geumga Plaza yang selama ini bisnisnya dikerjasamakan oleh seorang Konglomerat dari China yaitu Wang Shaolin beberapa tahun selang
 Vincenzo memang sudah berhasil meraih file itu setelah sempat kisruh manakala BIN sendiri juga kehilangan file itu dan semua pihak termasuk Tokoh Politik dan Kejaksaan mencarinya karena dirasa merupakan sesuatu yang berbahaya. Namun Vincenzo punya cara tersendiri, beliau tidak gegabah dan santai menghadapi semua dinamika bahkan suatu saat satu persatu dibukakan dan pastinya dimudahkan. Karena ia juga merasa bahwa Korea Selatan merupakan 'surga' para penjahat bahkan data dari Luar Negeri sekalipun tercatat dalam File itu, bilamana jatuh ke tangan orang yang salah malah menjadi senjata untuk kepentingan seseorang yang ingin berkuasa yang nyatanya tidak kalah busuk dengan lainnya.
Saya jadi teringat pula bilamana mengkaitkan sebuah Drama atau Film dengan Politik ketika momen seperti ini sedang gempar terjadi dalam beberapa waktu terakhir sebelum Pemilihan Presiden Korea Selatan yang akan berjalan pada Maret 2022 nanti. Sedikit juga saya menyinggung bahwa tiap dinamika yang terjadi di dalam Vincenzo tersebut merupakan contoh yang nyata, misalkan saja kebobrokan di Kejaksaan, kompromi para Chaebol (Konglomerasi) yang manipulasi pajak, hingga yang up to date adalah isu soal Mafia Tanah (Real Estate) yang berkaitan juga dengan kenaikan pajak tanah seiring penguasaan sepihak tanah oleh oknum yang bermain dengan Pemerintah tentunya dilindungi oleh Penegak Hukum. Kasus yang terbaru ini baru ketahuan pada episode baru-baru ini. Ketika salah seorang kandidat Presiden yang akan bertarung, yaitu Park Seung Jun merupakan tokoh utama dibalik kebobrokan ini, bahkan pengaruhnya lebih besar sekalipun dari Babel sehingga semua pun tunduk.
Jadi ibaratnya kemungkinan saya melihat bahwa episode-episode terakhir ini akan berhadapan pula bukan juga Babel namun bersinggungan dengan sosok besar seperti mereka, bahkan relasinya luas hingga kepada Badan Intelijen Negara sekalipun sehingga siapapun yang melawan termasuk Choi Myung Hee sekalipun yang dikenal sebagai Jaksa Kejam, tidak akan berani. Apalagi sosok Park ini merupakan Kandidat dengan elektabilitas tinggi (diibaratkan jika kandidat bertarung lebih dari 2 calon, dan elektabilitas mencapai 38,7 persen berarti sudah diatas angina). Sungguh sangatlah sulit, mungkin saja Vincenzo akan hadapi mereka, mengingat dalam Guillotine File juga menjelaskan kebobrokan dari Park sendiri. Semua awalnya terjadi dari Han Seung Hyuk, Bos Wusang yang ingin 'cari aman' ketika Babel sendiri mulai tergerus dikarenakan ulah Vincenzo, ibaratnya Seung-Hyuk sedang menjilat agar minta perlindungan. Singkat cerita jadilah ia seorang Kepala Kejaksaan Namdongbu untuk menutupi kebobrokannya, disisi lain pengaruh Babel pun akan sulit hilang dari dia mengingat selama ini dia menghamba pada mereka.
Situasi yang terjadi memang cukup berat dan relate pula dengan Pemerintahan Moon Jae-In dari Democratic Party (DP) belakangan ini. Ketika kasus Tanah dan Real Estate memang benar-benar sangatlah menggerus approval rating dari Sang Presiden yang terkesan terjun bebas dari sebelumnya. Ternyata memang banyak masalah yang cenderung koruptif hadir dalam Pemerintahannya, dan semuanya pun dibuka sama halnya dengan banyak kasus atau skandal yang mungkin saja ada dalam Guillotine File-nya Vincenzo.
Bisa jadi kasusnya sangat dekat dengan realita sekarang. Memang banyak masalah yang mendera, walaupun pada 2020 lalu dalam Pemilihan Legislatif, DP sendiri memenangkan lebih dari 2/3 kursi Parlemen sehingga membuktikan mereka stabil karena Covid-19 sendiri Korsel dirasa cukup berhasil mengendalikan, namun masalah lain seakan tidak menutupi seperti buruknya hubungan dengan China, kasus skandal di Kejaksaan dan Kementerian Hukum, belum lagi Pengangguran akibat Krisis Ekonomi dan Skandal Mafia Perumahan ini tentu menggerus dan menjadikannya Tsunami Politik, bisa terbayang pada Pemilihan tingkat Lokal 2021 kemarin, semua kontestasi wilayah termasuk Seoul dan Busan sebagai 2 kota besar habis dikuasai Oposisi yaitu People Power Party (PPP) yang berhaluan sayap kanan konservatif berbeda dengan DP yang centrist atau liberalis. (Korea Herald, 2021) Ini mungkin pertanda buruk bagi dinamika masa depan yang perlu sebuah perubahan.
Sama halnya di Indonesia bahwa situasi tidak kunjung membaik ketika Presiden Joko Widodo adalah seorang Reformis namun tidak sepenuhnya Reformis karena orang dibelakangnya, sama halnya dengan Moon Jae In di Korea Selatan, mungkin saja dia baik tapi tidak untuk anak buahnya. Jadi sama halnya dengan Presiden sebelumnya seperti Park Geun Hye hingga dilengserkan karena korupsi pajak warisan dengan Samsung, serta Lee Myung Bak soal penggelapan pajak dan kasus dizaman ia jadi Walikota Seoul dan banyak lagi/ Kurang lebih apa yang bagus diluar belum tentu juga sejalan didalam, bisa saja jauh lebih buruk dibanding kita. Pesan dari Vincenzo begitu