Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mudik 2021: Mulih Disik or Mundur Dikit?

30 Maret 2021   07:46 Diperbarui: 30 Maret 2021   07:50 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul opini kali ini barang tentu membuat semua yang membacanya bertanya-tanya. Mudik memang identik dengan istilah ‘mulih disik’ atau secara eksplisit diartikan sebagai pulang sementara. Namun mengapa menjadi ‘mundur dikit’??? Tentu akan menjadi ragaman pemaknaan yang berbeda, kurang lebih akan dijelaskan dibawah ini.

Mudik atau Mulih Disik merupakan tradisi yang sudah menjadi agenda rutinitas bagi setiap yang merayakan Lebaran (Umat Muslim) bahkan sudah menjadi Agenda Nasional mengingat mayoritas warga di Indonesia adalah Umat Muslim, maka jelas mereka akan merayakan momen Lebaran dengan penuh sukacita setelah sebulan berpuasa dengan bersilaturahmi kepada sanak keluarga utamanya orangtua yang berada di kampung halaman, baik lintas Kabupaten, Provinsi sampai Pulau sekalipun, tentu akan dilalui selama jumlah cuti Lebaran yang kurang lebih sangat panjang mengakomodir waktu perjalanan mereka baik dari darat, laut, udara atau kereta api. 

Dari sini kurang lebih kita memahami bahwa selama ini sudah terjadi urbanisasi secara masif dimasa lalu ketika anak-anak muda dimasa lalu datang ke Kota-kota besar seperti Jakarta untuk mencari penghidupan yang layak bahkan menetap disana hingga keturunan mereka kelak. Hanya saja mereka pun tidak lupa bahwa mereka lahir dari tanah yang sama, yaitu sebuah Kampung Halaman dengan latar belakang pedesaan dimana masih ada orang tua mereka atau sanak keluarga yang tentu sangatlah mereka sayangi. Maka demikian haruslah mereka kunjungi ketika momen kebahagiaan itu muncul ditengah kehidupan mereka, apalagi setahun sekali mereka berbagi kebersamaan dan juga saling mengajarkan kepada anak-cucu mereka bahwa Lebaran itu adalah momen yang sangatlah indah ditengah kesederhaan yang mungkin mereka alami atau jalani ditengah hidup di perantauan.

Namun kita juga musti tahu bahwa situasi di tahun-tahun jelas sangat berbeda ketika pandemi Covid-19 kini melanda bahkan bukan hanya umat Muslim di Indonesia saja bahkan seluruh Dunia sekalipun dan kita paham bahwa kini kita harus berjarak dan sementara untuk tak bertemu yang mengharuskan kita bergerak di satu titik ke titik lain yang berjauh-jauhan. Kita pahami bahwa pandemi masih melanda dan kita sendiri belum tentu aman, apalagi banyak sanak keluarga di kampung halaman khususnya orang tua kita sangatlah rentan terhadap virus ini. 

Apalagi proses vaksinasi demi mencapai kekebalan komunal atau Herd Immunity sendiri masih sangatlah panjang apalagi untuk kalangan lansia dengan segala keterbatasannya mungkin cukup sulit mengakses, jangankan di daerah. Di Kota besar saja masih ditemukan laporan-laporan seperti ini. Tentu inilah menjadi pertimbangan mendasar dari Pemerintah Pusat untuk memutuskan Agenda besar seperti Mudik Lebaran 2021 ini haruslah kembali ditunda setelah tahun lalu berlangsung demikian, walaupun kita tahu di lapangan tidak semulus yang terkira. Namun kurang lebih jelas bahwa esensinya Mudik adalah sesuatu yang dilarang untuk masyarakat umum. Jangankan keluar kota, jika keluyuran saja apalagi berkerumun dilarang, bagaimana dengan mobilisasi secara jauh? Kurang lebih seperti itu.

Seketika saya pun juga memikirkan kembali pada esensi seperti Mundur Dikit? Ada benarnya juga ketika pada akhirnya kita harus mundur dulu jangan maju kedepan terlalu jauh, dalam arti kita juga harus menjaga diri jangan terlalu terlena pada situasi. Memang kita sadari bahwa kita baik-baik saja namun kita tidak tahu bahwa yang kita hadapi adalah benda mati. Kayaknya urusan beginian sudah cukup familiar ketika bicara Pandemi. 

Oke kita berbicara soal Kemunduran sedikit dari yang lain yaitu Mudik. Saya jadi paham bahwa kurang lebih Pemerintah pun akan berpikir seakan mundur atau terbalik dari situasi atau keadaan yang selama ini terjadi. Konsepnya seperti ini, manakala mereka berusaha untuk memastikan akses haruslah terurai, berjalan lancar dan tidak macet berarti baik Jalan Tol, Kereta, Bus, Kapal hingga Pesawat. Namun mereka harus mengubah sisi bagaimana semua haruslah dihambat. Sudah paham kan? Kurang lebih apa yang selama ini harus diurai justru haruslah dikendalikan, disekat, dibatasi bahkan ditutup jika situasi sudah memburuk agar pergerakan benar-benar terhenti, yaitu masyarakat yang ingin ke kampung halaman entah dikotominya Pulang Kampung atau Mudik sekalipun itu benar-benar terlarang untuk masa sekarang ini.

Hemmm, tentu sangat melelahkan bukan atau cenderung bosan pada situasi dimana kita kembali lagi terkurung. Namun setidaknya jauh lebih baik dimasa kini, yahh saya disini juga bukan membela Pemerintah cuma saya sama-sama mengingatkan demi kebaikan. Yahh selama ada teknologi yah manfaatkan dengan baik. Kurang lebih silaturahmi virtual sekarang telah relevan dimasa kini. Saya sudah mencoba dan mengamati banyak sekali digandrungi apalagi kalo urusan 'oleh-oleh' atau bahasa kerennya angpao. 

Sudah pasti kini anak-anak mulai beralih ke urusan digital. Mungkin acara makan-makannya yahh di rumah masing-masing namun dengan kemajuan saat ini via zoom sekalipun kita bisa langsung terkoneksi dengan sanak saudara kita di kejauhan sana. Setidaknya kita masih memikirkan keselamatan mereka apalagi di Kota penularan sedang tinggi-tingginya. Kan dosa juga kita walau konteksnya kita ketemu orangtua dan maaf-maafan tapi andai kita ke kampung dengan kita status yang tidak tahu OTG atau tidak sangatlah berisiko jika mereka terkena, dan tentu kita akan merasa bersalah. Iyaa mundur dikit dulu.

Kita juga utamanya Pemerintah musti belajar lah, makanya saya bilang mundur dikit bukan permintaan saja namun kenyataan bahwa kita sudah mundur sedikit dari konteks penanganan Pandemi sekarang ini, bahkan miris saja walaupun sejauh ini kurva sudah mulai agak melandai ditandai berkurangnya kasus per harinya dimana pada awal tahun atau Januari lalu setelah Natal-Tahun Baru lalu masih kisaran diatas 10ribu kasus per hari kini sudah bisa ditekan ke angka 5-6 ribuan per hari. Namun menurut pakar kesehatan dan saya berpikir benar adanya itu bukan jaminan karena positivity rate kita sendiri belum seirama antara satu dengan lain. 

Kurang lebih fluktuatif di kisaran 8-17 persen jadi belum mencapai bahkan jauh menantang untuk ke bawah 5 persen. Yahh jadi belum sepenuhnya aman apalagi sebentar lagi kita akan memasuki New Normal Era setelah lama mati suri seperti Pariwisata Asing yang kembali menggeliat dengan protokol kesehatan terbatas pasca vaksinasi hingga Agenda Tahun Ajaran Baru pula yang berlangsung tatap muka tentu menjadi tantangan besar bagi Pemerintah itu sendiri untuk memastikan sesuai Target bahwa setelah Lebaran kita sudah benar-benar melewati puncak dan 17 Agustus kita benar-benar sepenuhnya 'pulih' atau kasus bisa kita kendalikan (mungkin di kisaran rate 3-5 persen menurut data perkiraan Satgas Covid-19)

Tentu menjadi catatan tersendiri dan konsistensi pemerintah sekarang diuji kembali ketika satu dengan yang lain masih saja gaduh soal kepastian mudik jangankan itu masih banyak kesannya kompromistik terhadap sektor-sektor tertentu dan ini menjadi kritik masyarakat ketika yang terjadi malahan membuat kebingungan akhirnya mempengaruhi kepatuhan sendiri. 

Oke melihat PPKM Mikro sekarang terjadi dimana berbasis pembatasan kampung hingga RT semua berjalan mulus tapi apakah bisa menjamin bahwa ketika semua sudah terkendali namun bisa berlanjut. Pikir-pikir juga soal mental masyarakat kita khususnya pedesaan, jangan begitu sudah hijau mereka malah longgar prokes apalagi kalo udah divaksin. 

Wahh yang ada malah masalah, inget aja waktu seorang public figure beberapa tempo lalu, abis vaksin langsung kesannya petantang petenteng seolah kebal. Lha wong abis vaksin aja orang bisa kena. Makanya selama belum ada kajian atau pengumuman resmi bahwa kita bebas Protokol dari WHO atau Pemerintah. Yahh jangan biarkan begitu saja malah harus dipertegas lagi, apalagi soal mobilitas atau pergerakan manusia itu sendiri.

Jadi kita blak-blakan saja lah soal kebijakan lanjutan Pemerintah pasti, dan kalo cuma seperti 'gertak sambel' gaakan ada abisnya. Percaya deh dan mungkin aparat disana sudah begitu paham di lapangan sekat-sekat nyatanya lolos juga walau memang terjadi pengurangan signifikan pemudik yang keluar dari Kota besar seperti Jabodetabek. 

Dari yang umumnya bisa jutaan kini hanya puluhan ribu itupun udah benar-benar disanksi mulai putar balik ataupun denda dimana dominan adalah kendaraan pribadi. Maka demikian saya juga paham bahwa Pemerintah sudah pasti akan tegas kepada kendaraan umum misalkan Pesawat Terbang, Kereta Api, Kapal Laut dan Bus AKAP ini, bahkan Fasilitas Prasarananya aja sampe ditutup. Cuman PRnya berani kah, tegaskah Pemerintah menindak diluar itu, ketika resmi sudah dikendalikan, yang illegal gimana? 

Malah justru seperti moda darat seperti Bus merasa tidak adil, mereka gabisa jalan bahkan ditindak duluan tapi Mobil Pribadi atau Omprengan jalan terus, travel-travel ilegal tersebut. Bahkan liat rakyat +62 tidak sebodoh itu juga atuh, walau katanya ga berpendidikan, makanya hidup susah di Ibukota. Mereka adalah sosok cerdik, Truk Barang saja yang tanpa disadari mustahil jadi angkutan aja tetep aja berfungsi, eh malah saya juga sempet mendengar Berita tahun lalu, seolah Dunia Terbalik.  Ada PO Bus yang menerima jasa kirim parcel or hadiah lebaran ke kampung buat pemudik yang gabisa pulang, ehh malah Truk Barang yang biasa ngangkut gituan kebalikannya ngangkut pemudik-pemudik ilegal ini. Nasib-nasib

Salah satu aturan sanksi yang akan diterapkan (Kumparan.com)
Salah satu aturan sanksi yang akan diterapkan (Kumparan.com)
Jadi kurang lebih saya kurang setuju juga bilamana pada akhirnya masih banyak pelonggaran didalamnya, bahkan antara satu dengan lain tidak satu suara pejabat-pejabat kita. Satu lagi, soal sanksi untuk Angkutan Umum sudah cukup jelas kurang lebih berat-beratnya adalah sesuai UU Karantina Kesehatan alias denda 100 juta, mungkin dibawahnya bisa cabut izin sementara atau denda puluhan juta (10 bahkan 30 juta), minimal putar balik tentunya. Cuman untuk kendaraan pribadi apa bisa seadil itu? 

Perlu kehati-hatian ketika Pemerintah akan longgar terhadap barang, harusnya mah dipersulit saya rasa. Sama-sama pemeriksaannya ga kalah ketat, jangan cuma Mobil aja gitu, Truk Barang demikian, karena itu tadi potensi pemudik nebeng itu besar. Selanjutnya, berbicara soal kelonggaran urusan tertentu misalkan saja bisnis, dsb. Kita sudah paham yah, dimana syaratnya harus ada Surat Tugas, Surat Keterangan Bebas Covid-19 atau Surat Izin Keluar Masuk dari Pemda setempat misalkan. Itu harus 1000 kali lipat pasang mata lagi. 

Kalo perlu tegas lagi melalui Kementerian Tenaga Kerja, jika boleh Perusahaan jangan lakukan perjalanan dinas luar kota meskipun Cuti bersama cuma 1 hari, tapi bisa jadi akan ada potensi dipergunakan untuk mudik para pegawainya. Kalopun terpaksa harus ada syarat ketat dan sepengetahuan pejabat berwenang. Namun sudahkah sejauh ini berjalan? Atau barangkali himbauan saja, sungguh menjengkelkan. Jadi kesannya biar adil, masyarakat kecil yang rantau di kos-kosan udah curi-curi pengen mudik, sektor informal ntu dimana mereka akhirnya nyerah dan Pemerintah kasih intervensi lewat diskon listrik hingga Bansos baik Sembako maupun Tunai lewat Kemensos (mengingat mereka bukan warga tetap sesuai KTP, domisili masih kampung, jadi Pusat lah intervensi). 

Ehhh, yang pake modal korporasi bisa lempeng gitu saja. Yahh jangan seperti itu. Kalaupun ada Perusahaan yang bandel malah biarkan hal ini terjadi, dengan izin mengada-ada seperti ini. Pemerintah harus kasih sanksi tegas denda atau apapun secara administratif karena ini sudah masuk ranah penipuan.

Sedikit perdebatan yang terjadi sebelum putusan Larangan Mudik 2021 (Liputan6)
Sedikit perdebatan yang terjadi sebelum putusan Larangan Mudik 2021 (Liputan6)
Intinya harus ada kepastian itu tadi, dibawah Menko PMK yang sudah memutuskan Jumat 26 Maret 2021 lalu bahwa Mudik 2021 kembali dilarang ada Mensos, Menaker dan Menag (diwakili Wamen) belum pihak Menhub dan Menkes sudah seia sekata kabarnya. Hanya jangan malah lengah dan kesannya cuma formalitas, harus pasti jika dilarang sudah sejauh mana? 

Oke bicara soal Pusat kelar, sekarang tinggal Daerah dan mungkin Kementerian Dalam Negeri kalo mau cepet gausah nunggu inisiatif, saran saya surati Gubernur, Bupati dan Walikota. Siapkan skenario terburuk. Jika memang daerah tegas lakukan penyekatan baik Kota ke Kampung atau sebaliknya, bahkan skenario ini berlaku pula untuk Arus Balik. Kerahkan juga situasi terburuk bukan sekedar Checkpoint di Jalanan dengan petugas, CCTV dan barrier sekat. Namun pastikan jika mereka terlanjur lolos atau lewat, kerahkan pasukan Kesehatan untuk screening baik Genose, Antigen hingga PCR. 

Sebelumnya pastikan ketersediaan RS juga masih cukup untuk yang lolos ini (dengan alasan Pulang Kampung, ibarat repatriasi para TKI setelah deportasi dari Luar Negeri) atau Rumah/Wisma Karantina yang dimiliiki harus disiapkan baik logistik untuk hidup dan sebagainya. Kurang lebih sesuai masa inkubasi sebelum dan sesudah balik harus rutin dites. Meski dari kota asal sudah dites, jika sampai Kampung harus tes lagi sekalian karantina. Jika Negatif beri waktu 5 hari, jika Positif 14 hari lalu tes lagi (kurang lebih sudah pada paham mekanismenya). 

Itu harus dipertegas, bahkan saya rasa juga memang Terminal Bus, Stasiun atau Bandara dan Pelabuhan sekalipun tidak akan bisa sepenuhnya ditutup dan Bus AKAP pun tidak bisa sepenuhnya tutup (kalau Kereta sama Kapal kan udah naungan 1 arah yaitu Pelni dan KAI) apalagi jika nanti ada pengecualian urusan khusus. Yah Pemda tidak tinggal diam, harus ada screening ketat lagi, jika memang tidak mau daerahnya malah kelonjakan kasus baru transmisi dari luar.

Kira-kira diatas sudah bisa terbayang yah bahwa pada akhirnya Pemerintah akan alami situasi sulit bahkan menjadikannya mundur sedikit. Namun kita sudah banyak mundur lhoo bukan sedikit lagi dari soal PSBB lah, soal New Normal lah, apalah namun tidak konsisten dan kesannya hanya formalitas apalagi anggaran sudah tidak sedikit keluar. 

Maka demikian saya juga mempertanyakan sejauh mana Satgas Covid-19 bekerja apalagi KPC-PEN ini bertugas dibawah Menko Perekonomian dan Menteri lainnya? Kenapa formulasinya masih benar-benar kaku atau monoton, apalagi salah diawal masih orientasi Ekonomi. Yahh gaakan pernah kelar lah. Jadi perlu dipikirkan lagi dan musti realistis sehingga tidak terjadi lagi krisis kepercayaan utamanya di kalangan rakyat kecil. Simple kan

Kalau kata Presiden Jokowi, "Pemimpin adalah Ketegasan Tanpa Ragu". Nahh jika pemimpinnya tegas, anak buahnya juga dong. Jangan sampe malah mundur dikit mundur dikit ujung-ujungnya ga maju-maju. Doa saya terbaik apapun kebijakannya selama itu bermanfaat akan saya dukung, jika tidak saya kritisi bukan dengan tendensi namun solusi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun