Cerita sebelumnya .. buku harian putri prambanan bg 2
Dihadapanku menjulang sebuah bangunan megah. Dgn kayu jati disemua sudutnya. Romo bilang itu adalah rumah eyangku. Aneh. Aku sudah 13 tahun dan tidak pernah punya kakek. Biyung baru saja meninggal dan tiba2 romo mengajak kami pindah. Sepanjang jalan tadi aku bertanya-tanya rumah macam apa yg dibangun di antara petegalan. Seorang pria paruh baya menyambut kami. Aku serasa mengenalinya. Akh.. dejavu mungkin. Dia bernama Suripto tp kata Romo aku harus memanggilnya pakde. Yg ada dlm benakku knp jadi mas Adrian ya...
Didalam bangunan itu Eyangku sudah menunggu. Mengatakan sesuatu dgn tegas dgn nada perintah. Seolah ga tau aku sedang berduka. Aku tak lagi mendengar kata2 nya. Romo mengulang kata2 itu. Aku sudah tidak peduli lg. Romo bilang aku akan menjadi pewaris bagi Eyang.
Bravo!! Aku akan harus belajar tradisi jawa secara utuh. Tapi Romo dan Biyung memang sudah mengajariku.. aku tidak peduli lg dgn segala sesuatu ttng waris mewarisi. Biyung berkata Orang Jawa yg tidak tau tradisi dan budaya lebih baik mencat rambutnya dan pergi jauh jauh.. mataku masih memandang pohon  mangga yg mulai berbuah. Ingin sekali kusingkirkan jarik yg membatasi langkahku ini.
****
Serena terbangun dlm posisi yg sama. Dia masih dikamar. Mimpinya benar benar aneh. Dan bangunan dlm mimpinya sepertinya familiar. Dan candi itu sangat tidak asing. Bukankah itu candi prambanan? Bangunan itukah rumah ibunya? Knp dia bisa bermimpi seperti itu?
Jam sudah menunjukkan pukul 9 yg berarti dia telat sarapan. Serena menggeliat. Kehabisan makanan dan hukuman cuci piring sudah pasti dia terima. Pastoran lah tempat dia akan nyari sarapan. Pasti ada susu atau apa untuknya.
Serena hendak merapikan barang2nya ketika pintu diketuk. "Siapa ya... " dia mengintip dari balik jendela.
"Uupppssss suster Verona....aduh... sampai sebegitunya... aku pasti datang nanti siang...."
Serena mengeluh dan meraih pintu. Menghadapi suster yg sudah seperti ibunya itu..
*****